Happy reading✨🌻Sakti melangkahkan kakinya santai di koridor dengan tangan yang membawa tumpukkan beberapa buku. Cowok itu disuruh oleh pak Pitak untuk menaroh buku di kantor guru.
Saat ingin melewati kelas sepuluh IPA 4 Sakti terkejut karena ada siswi yang menabraknya dari samping. Sontak cowok itu berhenti, dan mempererat genggaman bukunya.
"Maaf kak gue nggak sengaja," ujar gadis itu dengan panik.
Sakti mengangguk, "Nggak apa-apa."
"ANGGUN AWAS YAH LO."
Gadis itu tersentak dan panik saat mendengar suara temannya dari dalam kelas. Sontak gadis itu langsung berlari kencang di koridor dan meninggalkan Sakti tanpa pamit.
Sakti menggelengkan kepalanya cowok itu ingin berjalan kembali. Namun, tatapannya teralihkan ke sebuah buku deary berwarna biru. Sontak saja ia mengambilnya.
Saat ingin membuka buku tersebut tiba-tiba ponsel Sakti berdering. Cowok itu tidak jadi membukanya, ia menaroh bukunya di atas tumpukkan buku cetak yang ia pegang. Tangan kanannya mengambil ponsel yang ada disakunya. Panggilan tersebut dari Berlian. Sakti langsung menekan tombol berwarna hijau dilayar ponselnya.
"WOY JUNAEDI. LO NGANTER BUKU ATAU LAGI BIKIN SUMUR SIH! BURUAN OY, GUE SAMA YANG LAIN UDAH NUNGGU NIH. CACING KESAYANGAN GUE DARI TADI NGGAK MAU DIEM DIPERUT!" teriakan Berlian adalah pertama kali didengar oleh Sakti. Cowok itu menjauhkan ponselnya dari telinganya karena teriakan Berlian yang menggelegar.
"Iya gue nanti ke sana." Sakti mendengus. Cowok itu mematikan panggilannya secara sepihak dan langsung melangkahkan langkahnya kembali.
***
Usai sudah menaroh buku di kantor guru. Sakti kini sudah berada di kantin bersama dengan teman-temannya. Tangan kanan cowok itu memegang sebuah deary yang ia sembunyikan. Sakti ingin mengembalikan buku tersebut, tetapi terurungkan karena ia sempat membaca satu lembar tulisan yang ada dibuku deary tersebut saat angin tertiup sepoi-sepoi di koridor dan membukakan beberapa lembar buku itu.
Wajah Sakti begitu kaku saat ia membaca tulisan yang terpatri dilembaran buku. Pikirannya menjadi melayang ke mana-mana. Pikiran negatif menguasai seluruh otaknya. Jangan, Sakti jangan dulu berburuk sangka dan menyimpulkan sesuatu secara singkat. Mungkin bisa saja, huruf 'B' di dalam buku ini bukanlah Berlian, karena Sakti baru membaca satu lembar belum ke lembaran berikutnya.
"Lo kenapa sih Sak? Dari tadi ngelamun mulu," kata Badai yang memakan siomaynya.
"Tau tuh. Lagi potek ya lo?" timpal Berlian yang ingin meminum air tehnya.
"Nggak papa," jawab Sakti singkat. Kemudian cowok itu memakan bakso yang ada di hadapannya dengan sedikit memikirkan buku deary ini.
"Gimana Berlian. Permata udah hubungin lo?" tanya Angin yang menutup buku komiknya dan mulai memakan mie ayamnya.
Berlian menghentikan aktivitasnya. Dan menghela napas panjang.
"Belum," jawabnya lemas. Badai yang ada di sampingnya menepuk bahu Berlian pelan.
"Ingat apa kata tukang parkir bro." Badai menatap Berlian serius. "MUNDUR AYO MUNDUR!!" lanjut Badai dengan tertawa keras dan memukul meja kecil. Berlian mengambil sendoknya kemudian menoyor kepala Badai menggunakan benda itu.
"Kurang asem!" Berlian menatap Badai tak suka.
Angin terkekeh, "Permata udah beri sinyal sama lo. Kalau lo emang nggak bisa luluhin hati dia. Udah deh Berlian, mending lo mundur aja. Masih banyak cewek lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIRU [END]
Teen Fiction(DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) (Note : Mengandung bawang, menguras emosi, memutar otak, jadi bijaklah dalam membaca) Kehilangan kedua orang tua saat usia dini adalah saat-saat yang memberatkan. Ditambah ketika beranjak dewasa kakek dan nenekn...