39. Menghindar

160 24 0
                                    

Happy reading ✨🌻

Berlian mengacak rambutnya frustasi. Sudah tiga hari ini Permata menghindar dan menjauhi dirinya, Berlian ingin menjelaskan tetapi gadis itu tidak memberikan waktu sedikit pun. Permata sangat marah sekali, Berlian menjadi takut. Takut jika gadis itu meninggalkannya.

Berlian meminum air putih digelas dengan kasar. Hari ini ia memutuskan untuk membolos, bersama Badai tentunya. Badai sendiri tengah asik bermain game online, suaranya yang berisik sendiri membuat Berlian terganggu.

"Diem bangke!" ketus Berlian. Moodnya akhir-akhir ini sangat tidak baik karena Permata.

Badai menoleh, "Sewot ae lu Inem. Ciee kasian, Permata masih marah ya? Buahahaa." Bukannya menyemangati temannya Badai justru mengejek dan menertawainya. Dasar semprul!

"Jangan sampe gelas ini gue pecahin dimuka lo," dengus Berlian kesal seraya memegangi gelasnya.

Berlian tergelak pelan, "Ampun Bossque." Setelahnya ia lanjut memainkan ponselnya.

Berlian memejamkan matanya beberapa detik. Berusaha menenangkan hati dan juga pikirannya. Bayangan Permata yang terlintas dibenaknya membuat Berlian tersenyum tipis.

"Woy njir lagi ngapain lo Jin Iprit!"

Berlian tersentak cowok itu membuka matanya dan menatap Badai kesal, "Latian mati."

"Astagfirullah Jaenab tobat. Lu belum beliin gue rumah emas."

"Anda siapa?" Berlian menatap Badai dengan raut muka songong.

Badai meletakkan ponselnya di atas meja, kemudian melakukan gaya dengan jari telunjuk dan juga jempol berbentuk huruf L yang ia letakkan di depan dagu.

"Justien Bieber," jawabnya dengan muka tengil lantas Berlian menoyor kepalanya.

"Muka kek tutup panci aja bangga."

"Berdosa!" kesal Badai. Cowok itu mengambil ponselnya lagi di atas meja dan mulai memainkan gamenya lagi tanpa mempedulikan Berlian.

Tidak lama, bel istirahat berdering mengalihkan perhatian Badai dan Berlian. Dengan sekejap para murid berhamburan menuju ke kantin dan memesan makanan mereka. Suasana kantin yang tadinya sepi kini berubah menjadi ramai.

Berlian melihat Dermaga, Sakti, dan juga Angin yang berjalan menuju ke arahnya. Saat sudah dekat mereka pun duduk dikursi yang telah tersedia.

"Lo dicariin sama Pak Pitak," ujar Angin yang duduk di sebelah Berlian.

Berlian mengendikkan bahunya, "Pepaya makan tomat. Bodo amat."

"Pantun lo meresahkan mana ada pepaya yang makan tomat," cibir Badai.

Berlian mendelik, "Punya dendam kesumat apa lo sama gue?" kalimat andalan Berlian untuk Badai.

"Dendam jaran goyang."

"Itu mah jurus pe'a." Berlian menoyor kepala Badai tak santai.

"Jangan sampe kepala gue benjol gara-gara ditoyor lo mulu." Badai mengelus-eluskan kepalanya yang berdenyut dengan kesal. Berlian menaikkan bahunya acuh, tidak perduli.

Dermaga bangkit dari duduknya berniat untuk memesan makanan.

"Mau makan apa?" Namun sebelumnya ia bertanya dulu kepada teman-temannya.

"Gue bakso," jawab Angin kemudian menaroh komiknya di meja dan mulai membacanya.

"Gue samain sama Angin," timpal Sakti.

"Sebenarnya gue udah kenyang tapi karena lo nawarin yaudah deh gue mie ayam aja," ujar Badai santai.

Berlian melirik, "Perut gentong," cibirnya yang tidak diperdulikan oleh Badai.

ALBIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang