23. Perhitungan

165 31 0
                                    

"Bakal gue kasih perhitungan buat lo yang berani ngusik hidup gue. Nggak perduli kalau lo seorang perempuan."

~Berlian Baswara

Happy reading ✨🌻

Malam-malam begini Sakti mengajak Berlian, Badai, Dermaga, dan juga Angin untuk ke rumahnya karena suatu hal yang penting. Malam ini ia ingin memberi tahu perihal pelaku surat itu. Tidak baik jika Sakti menyembunyikan kebenaran ini kepada teman-temannya. Apalagi kepada Berlian, cowok itu adalah pemeran utamanya dalam permasalahan ini.

"Tumben lo ngajak kita. Ada apaan?" tanya Angin.

"Gue pengen ngomong serius," jawab Sakti menatap mereka secara bergantian dengan serius.

"Ngomong apa?" tanya Berlian bingung.

"Berisik. Biar Sakti jelasin semuanya," kata Dermaga menatap Berlian dingin. Berlian mendengus.

Sebelum berbicara Sakti memejamkan matanya sembari menghirup napas dan mengeluarkannya secara perlahan. Cowok itu membuka matanya kembali, ia menaroh buku deary yang ia temui di meja membuat teman-temannya tambah bingung.

"Apaan nih." Berlian mengambil buku deary dan memerhatikannya.

"Buku matematika," celetuk Badai.

"Bukan njir. Ini kek buku deary."

"Udah tau buku deary pake nanya lo," kata Badai sebal.

Berlian melirik, "Aelah gue cuma basa-basi doang." Cowok itu menaroh kembali buku dearynya di atas meja.

"Punya siapa?" tanya Dermaga datar ke arah Sakti.

Sakti menoleh, "Adik kelas."

"Ebuset. Lo lagi naksir sama adik kelas?" pekik Berlian terkejut.

"Nggak usah alay. Lo kaya nggak pernah suka sama orang aja!" decak Badai kesal. Malam ini mood cowok itu kurang membaik. Ia sedang kesal dengan adiknya yang dengan berani memandikan Moci dengan air dari kulkas membuat Moci demam dan segera dibawa ke rumah sakit binatang. Adiknya satu itu ingin Badai lemparkan ke lubang kecowa. Setiap hari selalu saja mengganggu kucing kesayangannya itu.

Berlian melirik, "Punya dendam kesumat apa sama gue?" katanya sembari menaikkan sebelah alisnya.

"Bacot." Badai mengambil minuman yang ada di meja dan meminumnya.

"Lo kenapa sih Dai. Tumbenan amat nggak gila," celetuk Angin yang merasa heran dengan sifat Badai.

"Gue lagi nggak mood. Si Moci demam gara-gara adik laknat satu itu."

Berlian menahan tawanya, "Si Sisi bikin ulah apalagi emang?"

"Dia mandiin Moci pake air kulkas. Gimana Moci nggak tepar?" kata Badai kesal.

Berlian dan Angin saling tatap. Kemudian tertawa terbahak-bahak. Tidak heran jika adik Badai tidak melakukan sesuatu dengan kucing kesayangan Badai itu.

"Kalau gue jadi Moci. Gue nggak mau dibawa ke rumah sakit binatang, tapi ke rumah sakit jiwa! Depresot punya majikan modelan lo sama Sisi," ejek Berlian disela-sela tawanya.

Badai menatap Berlian tajam, "Sialan."

"Gue ngajak kalian ke sini bukan untuk bicarain masalah Moci, tapi tentang Berlian dan pelaku surat itu," ujar Sakti tanpa ekpresi. Cowok itu sudah jenuh melihat percakapan teman-temannya yang tidak bermutu.

Berlian yang mendengar Sakti mengucapkan namanya pun menautkan alisnya.

"Kok gue? Lo udah tau siapa pelakunya?" seru Berlian penasaran dan Sakti mengangguk.

ALBIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang