"Alur hidup tidak bisa ditebak, entah itu sedih ataupun bahagia, yang harus kamu lakukan sebagai manusia adalah menerimanya, tantunya dengan lapang dada."
-Story of ALBIRU.
Happy reading ✨🌻
Dentingan sendok dan juga piring menguasai suasana dimakan malam itu. Berlian hanya memutar-mutarkan sendoknya tanpa napsu. Dibenaknya hanya ada Permata, tidak berhentinya ia memikirkan tentang gadis itu. Pesannya tidak dibalas, teleponnya pun enggan diangkat entah dengan cara apalagi Berlian meyakinkan gadis itu jika pembunuh momynya bukanlah dia.
"Berlian."
Berlian tersentak saat Jingga memanggilnya, lantas ia menoleh.
"Dimakan sayang, jangan dianggurin gitu," kata Jingga sembari mengunyah makanannya.
Berlian mengembuskan napas pelan dan mengangguk, ia mulai makan meskipun dengan gerakan pelan.
"Jingga, mungkin tiga hari ini mas nggak pulang ke rumah, karena ada meeting di luar kota," ujar Adit kepada Jingga.
Jingga menoleh, "Kenapa mendadak mas?"
Adit menoleh dan menyengir, "Sebenarnya kemarin lusa mas mau ngomong, tapi mendadak ada kerjaan dan mas harus cepat kerjain itu, jadi lupa."
Jingga menggeleng-gelengkan kepalanya, "Dasar."
Adit hanya terkekeh dan lanjut makan. Namun, ponselnya dimeja berdering mengundang perhatian. Adit mengambil ponsel itu dan mengangkatnya, kemudian berbincang sebentar oleh seseorang di sebrang dan mematikan panggilannya dirasa percakapannya telah selesai.
"Siapa mas?" tanya Jingga sembari meminum segelas air putih.
"Ini dari orang kantor, katanya meeting dimajukan hari ini. Maaf ya Jingga, mas harus pergi sekarang." Adit ingin bangkit tapi dicegah oleh Jingga.
"Dihabiskan dulu makanannya mas. Mas kan baru makan hari ini," perintah Jingga lembut.
Adit menghembuskan napas dan duduk kembali, ia menatap Berlian.
"Berlian tolong kamu pergi ke kamar ayah. Ambilkan berkas-berkas berwarna cokelat dan juga tas kantor ayah yang ada di atas nakas," suruhnya dan Berlian mengangguk. Tanpa babibu Berlian langsung beranjak pergi ke kamar Adit menuruti perintahnya.
Di dalam kamar Adit dan Jingga Berlian langsung menuju ke laci dan mengambil berkas yang ayahnya maksud. Saat berkasnya sudah berada ditangannya Berlian lantas berjalan menuju ke nakas guna mengambil tas kantor yang ayahnya suruh.
Berlian mengambil tas tersebut. Saat ingin beranjak ia memberhentikan langkahnya. Dahinya mengkerut melihat selembar foto yang tergeletak di lantai kolong kasur. Berlian mengulurkan tangannya untuk mengambilnya dan melihat apa foto itu.
Saat foto dibalik Berlian menatap potonya dengan intens kala mendapati pasangan suami istri bersama satu anak laki-lakinya sedang tertawa lebar. Itu adalah keluarganya. Adit, Jingga, dan juga dirinya. Berlian tersenyum tipis.
Namun, senyumnya luntur saat Berlian membalik poto itu kembali. Keningnya mengerut keras saat membaca tulisan yang ada di belakang foto itu.
Mentari, Dino, dan juga Bir.
Deg.
Jantung Berlian seakan berhenti berdetak. Tubuhnya mematung tanpa bisa bergerak. Bibirnya terbungkam terkunci. Matanya bahkan enggan untuk berkedip. Ini begitu mengejutkannya, Berlian bahkan tidak tahu harus berekspresi apa. Dengan napas yang naik turun Berlian beranjak pergi dari kamar Hero dan juga Jingga. Menemui Jingga untuk meminta penjelasan tentang ini semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIRU [END]
Novela Juvenil(DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) (Note : Mengandung bawang, menguras emosi, memutar otak, jadi bijaklah dalam membaca) Kehilangan kedua orang tua saat usia dini adalah saat-saat yang memberatkan. Ditambah ketika beranjak dewasa kakek dan nenekn...