20. Cathrin Kinara Hanum?

190 40 2
                                    

Saya nggak maksa kalian untuk vote ataupun komen. Kalau kalian vote sesuai dengan keinginan kalian sendiri artinya kalian mengapresiasi dan menyukai karya ini. Dan sebaliknya jika kalian menjadi sider, itu artinya cerita ini harus diperbaiki lagi. Nggak apa-apa kok saya maklumin, terima kasih sudah membaca Albiru sampai sejauh ini. Jangan pernah bosan membaca cerita Albiru ya. Lovyu manusia hebat♡

Happy reading ✨🌻

"JAUH-JAUH DARI GUE!" Sakti naik ke atas sofa dengan raut wajah marah dan juga jijik.

Badai dan Berlian yang melihat itu tertawa kencang. Jika Sakti sudah seperti ini rasanya mereka ingin memvideokannya dan memviralkannya satu sekolah. Jika Sakti yang dikenal dewasa dan juga pintar ini, ternyata phobia dengan kucing. Lalu melihat bagaimana nanti tanggapan mereka.

"Moci gue perasaan diem aja dari tadi. Lo-nya aja yang alay," cibir Badai sembari tertawa.

Sakti menatap Badai tajam.

"Jauhin kucing lo atau gue patahin kaki lo," ancam Sakti.

Badai yang mendengar itu sontak tergagap. Cowok itu buru-buru mengambil mocinya dan meletakkannya dipangkuannya.

"Payah lo Jambul. Gitu aja ciut," ledek Berlian.

"Junaedi kalau marah serem woy. Atut eneng jadinya bwang."

"Najis," umpat Berlian.

Melihat moci sudah berada dipangkuan Badai. Sakti pun turun dari sofa dan duduk kembali dengan wajah yang masih terlihat tegang.

Pagi ini Berlian, Badai, Sakti, Angin, dan juga Dermaga sedang bermain di rumah Badai. Hari ini sekolah diliburkan karena para guru sedang rapat mengenai acara perlombaan di sekolah. Di mana dalam lomba tersebut menyangkut pautkan seni. Contohnya menyanyi, menari lagu daerah, menggambar, membuat atau membacakan puisi, membuat quotes, dan sebagainya. Dibuatnya acara ini untuk merayakan mensive Sekolah Perjuangan yang ke dua puluh tahun.

"Bosen gue njir. Liat jambul lagi liat jambul lagi," ngeluh Berlian dengan memakan keripik tak selera.

"Bangke. Padahal lo yang ngajak main ke sini," kesal Badai. Tangannya mengelus-eluskan pucuk kepala Moci yang lembut.

Berlian mengelirik, "Lo siapa yah?" tanyanya songong.

"GUE TENDANG LO JUGA DARI SINI LAMA-LAMA," teriak Badai kesal.

Berlian tertawa kemudian menaroh keripiknya di meja.

"Baperan lo kaya cewek."

"Udah-udah dari pada ribut gini, lebih baik kita bicarain masalah Berlian," lerai Sakti.

Berlian terdiam, "Gue punya masalah apa?" tanyanya menatap ke Sakti dengan datar.

"Surat. Lo mengira kalau Permata yang bikin surat itu, tapi ternyata bukan." Yang menjawab bukanlah Sakti melainkan Dermaga.

Berlian menoleh ke Dermaga dan mengangguk.

"Kira-kira siapa yang bikin?" gumamnya dengan mengelus dagunya. Sorot matanya menatap ke bawah dengan serius.

"GERRY! UDAH GUE BILANG KALAU SI GERRY-GERRY YAHUT PELAKUNYA!" sahut Badai dengan berteriak.

ALBIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang