9. Takdir yang Menyakitkan

279 48 0
                                    

"Lagi dan lagi. Hati telah dirapuhkan oleh kata kehilangan."

-Story of ALBIRU.

Happy reading ✨🌻

Hari ini adalah hari kesialan bagi Badai. Sudah terlambat sekolah kini cowok itu harus dihukum memutari lapangan dengan jumlah putaran sepuluh kali. Lapangan sekolah SMA Perjuangan tidaklah kecil, lapangan tersebut sangat luas dan lebar. Tidak heran jika dua putaran saja Badai sudah merasakan lelah.

Di lantai dua tepatnya diteras. Berlian tertawa terbahak-bahak saat melihat Badai yang sedang berlari dengan lehernya yang digantung oleh tulisan 'Saya berjanji tidak akan terlambat lagi!' dan juga rambut depannya yang diikuncir membuat penampilan Badai seperti anak cupu.

Badai berdecak kesal melihat Berlian dan juga teman-temannya yang mengejeknya dari atas. Angin bahkan menertawainya juga sama seperti Berlian, Sakti hanya tertawa kecil dan Dermaga hanya berwajah santai.

Saat ini dikoridor telah ramai orang-orang berlalu lalang, karena sekarang adalah jam istirahat, jadi wajar saja jika mereka berempat berada di luar kelas.

Banyak sekali para siswa dan juga siswi yang memerhatikan Badai yang sedang dihukum, tetapi Badai tidak mempedulikan itu. Ia sudah terbiasa jadi kata malu pun tidak akan berguna lagi baginya.

"NGGAK USAH KETAWA LO JIN IPRIT. AWAS YA LO!" teriak Badai dari lapangan mengalihkan perhatian sekitar.

"RASAIN LO JAMBUL. MAKANYA KALAU TIDUR NGGAK USAH NGECES, DIHUKUM KAN LO JADINYA ." Berlian tertawa kencang dari atas membuat Badai lebih kesal.  Di dalam hati Badai mengumpati Berlian yang berani membuka kartu.

"GUE GIBENG YA LO JIN IPRIT."

"WOI WIWIR NGGAK USAH NGAKAK JUGA YAH LO. GUE LEMPARIN SEPATU LANGSUNG BONYOK DAH TUH MUKA." Badai kini beralih ke Angin yang masih menertawainya dari atas. Angin tidak takut dengan Badai cowok itu malah berani mengejek Badai secara terang-terangan.

"BAYAR DULU UTANG LO SEBELUM LO HAJAR GUE. SEMALEM JANJINYA MAU BELIIN KOMIK EH SAMPAI SEKARANG MALAH KAGA DIBELIIN, EMANG DASAR SI JAMBUL PELIT!"

Badai rasanya ingin menenggelamkan Angin di sungai sekarang juga. Berani sekali cowok itu berkata itu padanya, apakah dia sudah tidak takut lagi dengannya?

"LAMA-LAMA LO BERDUA PENGEN GUE LEMPAR KE SARANG BUAYA!"

Berlian, Badai, dan juga Angin tidak malu ataupun perduli saat mereka sedang menjadi pusat perhatian siswa-wiswi di sana.

"MAU DONG DILEMPAR," goda Berlian sembari tertawa.

"KAYAKNYA ENAK TUH DILEMPAR, YAH NGGAK BERLIAN."

"PASTINYA DONG BRO."

Berlian dan juga Angin bertos ria sembari merangkul satu sama lain. Rasa kekesalan Badai sudah berada di puncak. Cowok itu melihat sepatunya yang berada di lapangan, langsung saja ia berlari mendekatinya dan melemparnya ke atas, di mana Berlian, Angin, Sakti, dan juga Dermaga sedang berdiri.

Berlian yang melihat sebuah sepatu melayang ke arahnya langsung menunduk sehingga sepatu tersebut tidak mengenainya, tetapi mengenai orang lain.

"PAGI-PAGI MAKAN PEPAYA. SIAPA YANG BERANI NGELEMPAR SEPATU SAMPAI KENA KEPALA SAYA?!" teriak pria berkepala botak dengan kumis yang tebal dan juga melengking. Mata pria itu melotot garang, tangannya memegang sepatu yang baru saja dilemparkan dan terkena kepala kebanggaannya.

Di tempatnya Badai meneguk ludah. Cowok itu tahu siapa orang yang baru saja berteriak itu. Siapa lagi jika bukan Pak Pitak, guru bahasa indonesia tergarang setata surya.

ALBIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang