48. Pengakuan

288 31 1
                                    

"Tuhan menciptakan dua mata bukan untuk manusia menilai sesuatu dengan satu mata, melainkan dengan keduanya."

~ALBIRU~

Happy reading 🍍
____________

Permata mengerjapkan matanya. Terlihat jika semalam ia tidur di lantai. Pantas saja, tubuhnya merasakan dingin dan tidak bertenaga. Permata mencoba duduk, menyandarkan punggungnya ditembok. Kepalanya mendadak sangat pusing, matanya pun sangat lelah Permata tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang.

Dengan sisa tenaga gadis itu bangkit berdiri. Berjalan lunglai menuju ke cermin besar. Ia menghentikan langkahnya di depan cermin itu. Menatap dirinya yang begitu menyedihkan. Wajah yang pucat, mata yang sembab dan layu, rambut yang acak-acakan, dan hidung yang memerah.

Permata meringis memegangi kepalanya, rasanya begitu sakit. Ia tidur jam tiga pagi dan terbangung jam enam pagi, artinya ia tidur hanya tiga jam. Pantas saja kepalanya pusing, ia juga tidak berhenti menangis semalam.

Permata melamun. Kejadian tadi malam masih terbayang-bayang dibenaknya. Setetes demi tetes air mata kembali keluar dengan bibir yang perlahan mulai gemetar. Sesaat Permata menangis kembali, namun tak urung gadis itu menarik napas dalam-dalam dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Selang beberapa menit ia keluar, dengan penampilan yang sedikit fresh dan mata yang masih membengkak. Permata menatap pantulannya ke cermin kembali, mengambil sisir dan mulai menyisirnya.

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Permata. Ia tahu siapa yang ketuk pintu itu, karena memang setiap pagi yang rajin ke kamarnya tidak lain adalah ... Melati.

Permata memejamkan matanya. Ia tidak tahu harus melakukan apa dan bersikap bagaimana. Nyatanya Permata masih marah dan sedikit tidak percaya oleh Melati, ia juga membutuhkan alasan lebih detail dari wanita itu.

Tak lama pintu pun terbuka, menampilkan sosok wanita yang sudah Permata duga.

"Sayang." Melati datang dengan penampilan yang berbeda dari semalam.

Permata tidak menyahut. Cewek itu hanya melihat pantulan dirinya dicermin dengan wajah datar. Tatapannya lurus dan juga kosong.

Melati yang melihat itu jelas bingung. Tidak biasanya Permata seperti ini.

"Sayang." Melati hendak menyentuh bahu Permata namun reaksi Permata di luar dugaannya membuat ia terkejut.

Saat ingin menyentuh bahu Permata, Permata lebih dulu menghindar dan menatap Melati dingin.

"Sayang kamu kenapa?" Barulah Melati merasa khawatir.

"Kamu tau? Saya semalam bermimpi," ujar Permata yang membuat Melati terkejut karena mengubah panggilannya menjadi saya.

"Saya bermimpi jika Papah ditusuk oleh pisau, tapi sayangnya saya melihat jika yang nusuk pisau itu adalah ... kamu." Permata menatap Melati dengan tatapan menusuk, mencoba untuk menyindir wanita itu.

Melati jelas terkejut, mimpi Permata sama persis dengan realita. Sayangnya yang Melati tusuk adalah momy Permata bukan suaminya.

Permata tersenyum miring, melihat Melati yang kini sudah mulai tegang.

"Mengapa wajah Mamah tegang seperti itu? Saya hanya menceritakan mimpi saya, oh atau—" Permata menghentikan ucapannya. "mimpi saya adalah kenyataan?" sarkas Permata benar.

Kedua tangan Melati mulai bergetar, bola matanya bergerak gelisah.

"Jawab Mamahku sayang," tekan Permata yang memajukan wajahnya ke telinga Melati.

ALBIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang