"Masih menjadi benih yang membutuhkan waktu untuk tumbuh berkembang."
-Story of ALBIRU.
Happy reading ✨🌻
Berlian terbangun dari tidurnya. Baru saja kemarin ia bertemu dengan pagi dan kini cowok itu bertemu dengan pagi lagi? Aish, waktu memang begitu cepat berlalu.
Berlian mengucek matanya dan menguap sebentar. Samar-samar ia melihat jam dinding yang terpajang di dinding kamarnya. Jarum pendek masih mengarah ke angka empat dan jarum panjang mengarah ke angka enam. Aish, tumben apa cowok itu bangun sepagi ini.
Dikarenakan mata yang masih mengatuk Berlian pun bersiap tidur kembali. Namun, ia menghela napas saat adzan subuh berkumandang. Lantas, Berlian bangkit dari kasurnya dan menuju ke kamar mandi. Bercuci muka dan juga mengambil air wudhu.
Berlian keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sudah fresh dan juga rambut depan yang basah. Cowok itu mengambil sarung dan sajadah. Saat usai ia mulai menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim.
Berlian memang gesrek dan nakal, tetapi ia tidak lupa dengan sang penciptanya. Bagi Berlian sang pencipta paling utama dan kewajibannya sebagai manusia dan umat muslim harus ia kerjakan.
Berlian mengakhiri sholatnya dengan salam. Cowok itu berdo'a dan berdzikir kemudian ia meraup wajahnya. Ia menaroh sarung dan sajadahnya kembali ke tempatnya.
Berlian memegang perutnya yang berbunyi. Sontak cowok itu langsung beranjak dari kamar dan turun ke bawah guna mencari makanan di dapur.
Berlian menuruni tangga dengan pelan, takut suara langkah kakinya membangunkan orang rumah. Suasananya begitu sepi ditambah lampu yang dimatikan di ruang tengah dan tamu membuat suasananya semakin sunyi. Hanya terdengar suara-suara orang yang sedang bertadarus dan murotal di mushola dekat rumahnya.
Berlian sudah berada di dapur. Sebelum itu ia menyalakan lampu ruang tengah dan juga tamu agar tidak terkesan horror. Berlian membuka kulkasnya. Cowok itu mendengus saat tidak ada makanan ringan di sana. Hanya ada telor yang masih dibungkus cangkangnya dan belum sedikitpun terkena api kompor.
Karena perut Berlian yang terus berbunyi. Cowok itu terpaksa memasak telor walaupun ia tidak bisa memasak. Berlian mengambil telornya, kemudian cowok itu mengambil wajah dan spatula. Ia menaroh minyak di atas wajan yang sudah ia taroh di kompor.
Api yang membesar membuat minyaknya terlalu panas hingga muncrat ke mana-mana membuat Berlian panik. Cowok itu langsung memecahkan telornya ke wajan dengan hati-hati dan perasaan waswas. Ia mengumpat saat telor tersebut masuk bersama dengan cangkangnya. Berlian mengambil cangkang tersebut dengan spatula secara berhati-hati. Ia sedikit meringis karena tangannya yang terkena cipratan minyak. Asap dari wajan sudah mulai keluar karena apinya yang belum Berlian kecilkan.
Cowok itu semakin panik. Ia mengambil tutup panci dengan tergesa-gesa sampai mangkok pelastik dan peralatan lainnya terjatuh membuat semuanya berantakan.
Berlian menaroh tutup pancinya ke wajah guna menghalangi cipratan minyak yang keluar ke sana-kemari. Berlian menghela napas dan mengusap keringat di dahinya menggunakan tangannya.
"Ck, masak telor ternyata lebih sulit dari masak air." Berlian mengatur napasnya yang tidak beraturan karena kejadian beberapa detik lalu. Cowok itu mengembalikkan tubuhnya. Ia terjungkal kaget karena dengan tiba-tiba. Bundanya muncul di depannya dengan tubuh yang memakai mukenah. Sampai Berlian mengira jika bundanya adalah hantu.
Berlian lantas mengelus dadanya yang berdegup kencang. Cowok itu memejamkan matanya sembari mengucapkan kata istigfar dalam hati. Ia membuka matanya kembali dan menatap bundanya yang sedang menatapnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIRU [END]
Teen Fiction(DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) (Note : Mengandung bawang, menguras emosi, memutar otak, jadi bijaklah dalam membaca) Kehilangan kedua orang tua saat usia dini adalah saat-saat yang memberatkan. Ditambah ketika beranjak dewasa kakek dan nenekn...