"Ingin rasanya berteriak kepada sang malam, jika hari ini aku sedang tidak baik-baik saja."
-Permata Albiru.
Happy reading ✨🌻
Seperti yang dikatakan tadi malam. Pagi ini Berlian memutuskan untuk pergi ke Indonesia. Sudah tidak ada harapan lagi di sini, janjinya untuk membawa Permata pulang kini telah pupus. Saat ini Berlian harus berusaha mengikhlaskan gadis itu dan menghilangkan rasanya. Untuk rumor tentang pembunuh, biarlah saja Permata tetap menganggapnya sebagai pembunuh. Sampai napas terakhir pun Permata pasti tidak akan percaya dengannya. Berlian mengembuskan napasnya dalam-dalam. Baru kali ini ia mencintai seseorang sedalam ini dan baru kali ini juga ia menjadi bodoh hanya karena orang yang dicintai. Begitu miris.
Seharusnya dari awal ia sudah dipaham. Jika cintanya selalu bertepuk sebelah tangan maka tidak ada cara lain selain mengikhlaskannya, apalagi perjuangannya selalu tidak dihargai lalu untuk alasan apalagi ia tidak pergi?
Omongan Sakti waktu itu benar. Masih ada cita-cita yang Berlian kejar. Cita-cita menentukan masa depan, sedangkan cinta yang kandas hanya akan menimbulkan kesakitan. Toh, cita-cita apabila dikejar tidak lari kan?
Jodoh sudah diatur oleh sang kuasa. Jika jodoh ia adalah Permata, maka bagaimana pun caranya Permata akan kembali lagi dengannya, sedangkan jika Permata bukan jodohnya maka Tuhan juga punya caranya untuk menjauhkan Berlian dengan gadis itu. Bukannya Tuhan jahat, akan tetapi jodoh dia yang sebenarnya telah menantinya di belahan dunia sana.
Di tempatnya berdiri Berlian tersenyum manis. Melihat bangunan yang tadi malam sempat ia kunjungi. Ingin pergi saja ia menyempatkan untuk melihat bangunan itu dari jauh. Ingin berpamitan secara langsung tapi terhalang oleh janjinya yang tidak akan muncul lagi ke salah satu penghuni rumah itu. Berlian terkekeh miris.
Berlian menghela napas panjang sebelum akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Gue pamit. Udah nggak ada harapan lagi gue di sini, lo bener gue cuma pengganggu, gue cuma pengusik, gue nggak punya harga diri, dan gue juga goblok." Berlian terkekeh. "iya gue tau itu."
"Gue harap suatu saat nanti lo bakal dapet lelaki yang nggak sebrengsek gue, yang bakal bikin lo bahagia dan jadi tameng keamanan lo."
"Gue minta maaf kalau selama gue hidup gue selalu nyusahin lo. Mungkin gue nggak benar-benar cinta sama lo, gue hanya terobsesi. Bukankah kalau gue cinta sama lo dari lama gue udah ngikhlasin lo?"
"Kalau lo anggap gue pembunuh, ga papa gue terima. Gue nggak akan marah, karena gue nggak bisa marah sama orang yang gue sayang." Berlian tersenyum getir seketika hatinya berdenyut nyeri.
"Sorry, gue nggak bisa ucapin ini secara langsung. Gue dateng ke sana lo juga nggak akan suka kan?" Berlian terkekeh dengan hati yang perih.
Berlian tersenyum tenang, "Gue pamit ya Albiru. Gue pamit Kucril."
"Bahagia selalu."
"Maaf karena gue lo berada di sini."
Berlian memejamkan matanya sejenak, sebelum kemudian mengembuskan napasnya perlahan. Tiba-tiba dadanya begitu sakit dan juga sesak seperti ada benda tajam yang mencabik-cabiknya.
"Gue Berlian Baswara janji akan pergi dari kehidupan lo dan biarin lo bahagia. Gue pamit, mungkin setelah ini gue nggak akan ketemu sama lo lagi."
"Gue harap lo bahagia terus dan tentunya sehat. Maaf nggak bisa temenin hari-hari lo di sini, karena gue ... gue akan pergi."Berlian mengembuskan napasnya mencoba untuk bersabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIRU [END]
Teen Fiction(DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) (Note : Mengandung bawang, menguras emosi, memutar otak, jadi bijaklah dalam membaca) Kehilangan kedua orang tua saat usia dini adalah saat-saat yang memberatkan. Ditambah ketika beranjak dewasa kakek dan nenekn...