Jika memilihmu menjadikan aku sebagai orang bodoh. Maka aku siap menjadi orang bodoh selamanya.
-Aksara Archernar-
***
Hari menjelang sore. Teman-teman Aksara sudah pulang sepuluh menit lalu. Bulan duduk di ruang tengah rumah Aksara. Mengamati seluruh interior rumah yang begitu mewah. Ruangan dengan konsep monokrom dengan sedikit perpaduan gaya Eropa.
Bulan berjalan mendekati salah satu lemari yang menarik perhatiannya. Lemari kaca yang ada di pojok ruangan. Tidak terlalu besar, namun semua bagiannya terisi.
Bulan mendapati banyak piala dan piagam atas nama Ashley Zenia Archernar. Semuanya diraih berkat kejuaraan piano tingkat nasional maupun internasional.
Bulan mengamati satu persatu. Otaknya dipenuhi tanda tanya. Siapa orang hebat yang memenangkan banyak kompetisi ini? Nama belakangnya Archernar, sama seperti Aksara. Mungkinkah dia sudara Aksara? Tapi Aksara tak pernah menceritakannya.
Bulan menemukan satu piala dengan nama yang berbeda. Adrian Archernar. Juara satu kompetisi piano anak tiga belas tahun lalu. Lagi-lagi nama Archernar.
Bulan beralih ke salah satu rak kayu mewah di sampingnya. Rak itu hampir setinggi bahunya. Banyak bingkai foto berdiri di atas rak. Bulan memperhatikan salah satu foto dengan seksama. Satu wanita sedang menggendong seorang anak laki-laki yang umurnya sekitar 1 tahun. Wanita itu cantik sekali. Pahatan wajahnya sempurna, membuat Bulan seketika teringat satu orang. Aksara.
Mata, alis, hidung, bentuk wajah, semuanya menurun sempurna pada Aksara. Tidak salah lagi. Wanita ini adalah ibu Aksara.
Tapi tunggu... bukannya ibu Aksara sudah...
Ah tidak! Bulan tidak mau memikirkan itu. Gosip yang menyebar di sekolahnya tentang kedua orang tua Aksara sudah meninggal karena insiden kecelakaan. Satu-satunya yang selamat dari kecelakaan itu hanya Aksara.
Bulan lanjut melihat satu foto yang menarik perhatiannya. Foto keluarga yang berisi ayah dan ibu serta dua anak laki-laki yang berusia sekitar lima tahun. Sekali lihat saja Bulan bisa menebak pria tampan yang berdiri tegap itu adalah ayah Aksara. Dari postur tubuh tegapnya, tatapan matanya yang tajam, serta bentuk rahangnya yang tegas. Ah! Gen dari ayah dan ibu Aksara benar-benar menurun sempurna padanya.
Bulan menyipitkan matanya saat menyadari salah satu dari wajah anak laki-laki yang ada di foto itu pucat. Menatap ke arah kamera dengan sorot mata penuh makna. Bulan tak tahu apa artinya. Tapi rasanya Bulan sangat kenal mata itu. Mata berwarna coklat yang sama dengan Aksara. Namun anak itu bukan Aksara. Bulan yakin sekali anak yang duduk di sebelah anak berwajah pucat itu barulah Aksara.
Selanjutnya Bulan beralih ke salah satu foto dua anak laki-laki bersama seorang anak perempuan. Dua anak laki-laki itu sama seperti anak laki-laki sebelumnya. Bulan tersenyum kecil melihat tawa lebar dari ketiganya. Ada sebuah tulisan kecil di bawa foto itu. Aksara, Tiara, Adrian.
"Siapa kamu?"
Suara rendah itu menginterupsi kegiatan Bulan. Bulan berbalik dan menemukan seorang pria berparas tampan. Keriput di wajahnya tidak menghilangkan kharismanya. Ada dua orang bodyguard berdiri di belakangnya.
Pria itu melihat Bulan dari atas sampai bawah. Menyelidik penampilan gadis itu. Bulan gugup, tak tahu harus berbuat apa. Dan satu lagi. Siapa pria ini?
"Kakek?"
Suara berat Aksara membuat Bulan dan Tirta menoleh. Aksara berdiri di depan Bulan. Seolah menghalangi kakeknya untuk tidak lagi menelisik Bulan. Aksara tahu apa yang dipikirkan kakeknya tentang Bulan.
"Siapa dia, Aksara?" tanya Tirta.
"Kakek gak perlu tau siapa dia," balas Aksara dingin. "Kakek mau apa ke sini?"
"Siapa dia, Aksara?" ulang Tirta lebih tegas. Nyali Bulan seketika menciut. Bulan meremas ujung maju Aksara. Ia bersembunyi di balik punggung lebar Aksara. Tatapan Tirta lebih mematikan daripada tatapan Aksara.
"Nggak ada gunanya kakek tau siapa dia," balas Aksara.
"Apa dia pacar kamu?"
"Siapapun dia, kakek gak perlu tau."
"Kakek perlu tau. Dari keluarga mana dia? Siapa orang tuanya? Apa pekerjaan orang tuanya?"
Aksara tertawa miris. Dugaannya benar. Keluarga, orang tua, pekerjaan. Tiga penilaian sampah yang selalu Tirta gunakan dalam menjalin huhungan.
"Kakek gak akan bisa atur semua yang Aksara pilih. Aksara pilih apa yang menurut Aksara baik. Bukan dari segi penilaian sampah itu," ucap Aksara.
"Kamu belum tau apa yang terbaik. Ikutin apa kata kakek. Kakek ngelakuin ini semua juga demi kamu."
"Aksara tau apa yang terbaik untuk Aksara. Kakek gak perlu ikut campur." Aksara menutup topik. "Ada apa kakek ke sini?"
"Beri tau kakek, siapa dia?"
"Kalau untuk itu urusan kakek, silahkan keluar dari rumah Aksara." Aksara mengusir terang-terangan. Aksara ingin membawa pergi. Tetapi tertahan Tirta yang berbicara.
"Oke. Tunggu." Tirta memilih mengalah dan kembali pada tujuan awalnya.
"Kakek datang ke sini untuk liat keadaan kamu. Kakek dengar kami masuk rumah sakit. Gimana keadaan kamu?"
"Baik-baik aja."
"Kenapa kamu bisa masuk rumah sakit? Apa karena cewek ini?" Tirta melirik Bulan sekilas. Sekilas saja tapi berhasil membuat bulu kuduk Bulan berdiri.
"Gak ada hubungannya sama dia," ucap Aksara dengan suara rendah.
"Kakek beri tau. Jangan kamu seperti papa kamu. Salah pilih wanita. Mengorbankan hidup hanya untuk menikah dengan wanita tak jelas seperti itu. Kamu bisa dapat pendamping lebih baik dari dia."
Amarah Aksara memuncak. Wanita tak jelas? Maksud Tirta, Ashley. Aksara mengepal tangannya kencang. Emosinya sebentar lagi meledak. Aksara mengeraskan rahangnya, menahan emosinya.
"Kakek sangat menyesal membiarkan papa kamu menikah dengan wanita itu. Papa kamu bodoh. Dia tidak mengerti maksud busuk wanita itu masuk ke dalam keluarga Archernar."
Brengsek! Aksara menarik Bulan langsung keluar dari rumah. Ia tidak tahan mendengar ibunya dijelek-jelekan. Ibunya bukan orang seperti itu.
Aksara membawa Bulan pergi dari rumahnya dengan mobil. Memacu kecepatan tinggi hingga Bulan berpegang erat sekali pada pintu mobil. Bulan melotot berkali-kali kala mobil Aksara hampir menabrak kendaraan lain.
"A-aksara..." panggil Bulan lirih.
Tak ada balas dari Aksara. Laki-laki itu tampak berusaha memendam emosinya.
"A-aksara," panggil Bulan lirih sekali lagi.
Tepat setelahnya, Aksara meminggirkan mobilnya. Aksara melepas seat belt Bulan dan menarik tubuhnya. Bulan terkejut. Aksara mendekapnya erat hingga Bulan sedikit sesak untuk bernafas.
"A-aksara..." Dada Aksara naik turun. Seperti begitu banyak emosi yang selama ini ia pendam. Bulan perlahan menggerakan tangannya untuk mengusap punggung Aksara. Punggung yang tadi ia jadikan sebagai pelindung sekarang sedikit bergetar.
"Kalau papa gue adalah orang bodoh karena nikahin mama gue, berarti gue adalah orang bodoh ke dua yang milih lo jadi pasangan gue."
"Gue gak peduli gue disebut orang bodoh karena lo mirip mama gue, Lan."
.
.
.
.
.
.
Tbc💜1016 kata.
Kali ini part terpendek. Gue lagi ada sedikit kerjaan, gapapa ya?
Yang penting update aja ya hehe.
![](https://img.wattpad.com/cover/237700513-288-k998178.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA (PRE-ORDER)
Romance[PEMESANAN NOVEL BISA MELALUI SHOPEE ANDROBOOKS] Rembulan Aldera. Bernasib sial karena harus berurusan dengan ketua geng sekolahnya, Aksara Archernar. Karena kesalahannya melempar Aksara dengan sepatu, membuatnya harus menanggung malu akibat perbuat...