40. Kemah

26.1K 2.3K 318
                                        

Aku ingin menjadi sumber kebahagiaanmu.

***

Pagi-pagi sekali anak-anak disuruh naik ke bus untuk menuju tempat perkemahan di hutan. Berbekal tas backpack pink, Bulan dan ketiga temannya naik ke bus dengan mata terantuk-antuk. Bayangkan saja, sekarang baru jam 5 subuh. Mereka tidak sempat bersih-bersih, hanya cuci muka dan gosok gigi.

Selama perjalanan tentunya suasana hening. Seluruh anak lebih memilih tidur. Dua puluh menit perjalanan, mereka sampai di area hutan. Mereka harus berjalan sedikit lagi untuk sampai tujuan. Bu Tata membangunkan anak-anak dengan mikrofon.

Bulan menguap lalu melihat ke luar jendela. Ia tersenyum mendapati pohon-pohon yang rindang dan besar dari luar jendela. Pemandangan seperti ini sangat jarang ia lihat, terutama di Jakarta.

"Shafa ayo bangun." Bulan menepuk pipi Shafa. "Shafa."

"Mmm....ntarrr..." gumam Shafa.

"Udah sampai, Shafa. Liat deh di luar banyak pohon."

"Shafa bangun."

"Shafa ih bangun cepet."

"Mmmm..."

"Shafaaaaaaa!" Bulan memegang kedua bahu Shafa, lalu mengguncangnya. "Shafaaaa bangunnnn donggggg!"

Shafa menepis tangan Bulan. Ia berdecak. "Iya iya gue bangun. Brisik banget deh, Lan."

"Shafa gimana sih? Sebelumnya Shafa seneng banget mau study tour. Kok sekarang jadi males?" tanya Bulan bingung.

"Emang awalnya gue seneng karena mau study tour. Gue kira mah nanti kita bakalan jalan-jalan ke Bandung, Puncak, atau apalah. Tapi malah ke hutan. Hancur deh ekspetasi gue," ujar Shafa sebal. "Kalau ke hutan begini mah namanya bukan study tour, tapi camping."

Bulan menggeleng tidak setuju. "Enggak, Shafa. Kalau camping kan enggak nginap di hotel. Buktinya kita kemarin nginap di hotel."

"Sama aj, Lan," ucap Shafa. "Udah ah ayo turun. Udah disuruh turun tuh."

Bulan dan Shafa turun dari bus dan menghampiri Manda dan Diah. Seluruh anak-anak berkumpul di area hutan yang begitu luas. Mereka disuruh meletakkan semua barang yang dibawa ke area yang telah disiapkan dan kembali berbaris.

"Selamat pagi, anak-anak," sapa Pak Bhari. Guru matematika yang sekaligus merangkap menjadi guru olahraga kelas dua belas.

"Pagi, pak," balas anak-anak.

"Kurang semangat. Selamat pagi, anak-anak."

"Pagi, pak."

"Kurang semangat. Lagi! Selamat pagi, anak-anak!"

"Pagi, pak!"

"Mana suaranya nih? Selamat pagi anak-anak!"

"Anjir! Budek kali tuh guru! Udah sekenceng ini masih kagak denger suaranya," umpat Ray dari barisan.

"Selamat pagi anak-anak!"

"PAGIIIII PAKKKKKKKKK!!" pekik Ray kesal. Awas saja sampai guru itu tidak dengar lagi. Ray akan...

Tidak jadi. Ray tidak akan lakukan apa-apa, hehe.

"Wah! Sepertinya ada yang paling semangat," ucap Pak Bhari. "Ray, sini kamu. Bapak lihat kamu paling semangat untuk senam. Sebagai hadianya, bapak kasih kesempatan kamu untuk memimpin senam."

Ray melotot. Kenapa jadi dia yang kena? "Waduh, pak! Itu bukan hadiah! Jangan saya deh, pak!" Ray melirik kanan dan kiri untuk mencari mangsa. "Nah! Mending Vian aja, pak. Dia paling semangat nih." Ray menepuk-nepuk punggung Vian.

AKSARA (PRE-ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang