°10°

470 19 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

"Sir, kami mendapat kabar kalau dia akan keluar dari penjara dalam satu bulan."

Andrea mengepalkan tangannya hingga urat-urat berwarna hijau samar itu nampak menyembul di sepanjang lengan kekarnya. "Damn!"

"Dia mendapat pengurangan masa tahanan karena berperilaku baik selama menjalani masa kurungan." sambung Ben membeberkan.

Andrea bangkit, tidak bisa hanya duduk diam begitu saja. Ia mondar-mandir dalam gelisah serta pikiran yang berkecamuk. Lalu ia terhenti dan mencengkram sandaran punggung kursi. Jika Andrea tidak menahan diri, mungkin kursi itu akan koyak akibat cengkramannya. Kenapa harus datang di saat seperti ini? Di saat ia sedang menata semuanya dengan sempurna untuk Gabriela.

"Pastikan Gabriela tidak mengetahuinya." Andrea memperingatkan tegas.

"Yes, sir." Dan Ben pun undur diri.

Tinggal Andrea yang masih berkutat dengan pikirannya. Ia menghela nafas sambil mengusap kasar wajah tampannya. Tanpa sengaja matanya melirik ke laci meja kerjanya dan sebelum bisa berpikir jernih, ia menarik laci itu perlahan dan pandangannya terhunus pada benda yang diletakkan paling atas, berkat benda tersebut membuat rahangnya kaku dan sorotnya makin tak terbaca.

.
.
.

"Apa aku harus mandi?" tanyanya pada diri sendiri.

"Tapi aku tidak bawa baju ganti." Ia kini mondar-mandir di kamar Andrea yang super luas, --mungkin seukuran dengan apartemen studio yang ditinggalinya dengan Kate.

"Kalau tidak mandi, bau badanku pasti menempel di kasur Andrea."

Bosan dengan pergolakan batinnya, akhirnya dengan tampang masa bodoh ia pun mengobrak-abrik walk-in-closet milik Andrea. Namun, ia menyesali keputusannya saat memasuki tempat yang menyesatkan ini. Terlalu banyak lemari, laci-laci serta kabinet yang entah apa isinya serta ada bagian ruangan lain yang entah fungsinya untuk menyimpan apa. Mencari pakaian yang layak pakai saja bisa sesulit mencari jarum dalam tumpukan jerami. Ia menggigit kukunya dengan kesal dan memilih duduk merenung di atas sofa empuk sambil mengira-ngira dimana Andrea menyimpan kausnya.

Dengan agak sok tahu, akhirnya ia mencoba menarik satu laci --dan sialnya saat percobaan pertama ia malah membuka tempat Andrea menyimpan pakain dalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan agak sok tahu, akhirnya ia mencoba menarik satu laci --dan sialnya saat percobaan pertama ia malah membuka tempat Andrea menyimpan pakain dalamnya. Mukanya memerah sempurna melihat koleksi Calvin Klein yang terlipat rapih itu. Buru-buru ia menutupnya kembali dan dengan panik mulai menjelajah lemari lain dan bersyukur langsung menemukan tumpukan kaos milik Andrea. Ia ambil asal dan meraih celana piyama yang terdekat.

Setelah selesai dengan ritual mandi kilatnya, ia mulai duduk-duduk santai bersandar pada kepala ranjang menunggu Andrea datang, memainkan ponsel demi mengusir suntuk. Sambil sesekali menduga-duga pekerjaan berat ala CEO yang sibuk tiada tara. Sudah larut pun harus tetap bekerja.

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang