°28°

212 10 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Di tengah kegelapan, sebuah panggilan yang familiar membuat Gabriela terusik.

"Gabriela."

"M-mom?"

"..."

"Gabriela."

"Dad? Kalian dimana?"

"Gabriela."

Lalu, seberkas sinar di tengah kegelapan membuat Gabriela harus memicingkan matanya menghalau sinar putih yang menyilaukan. Cahaya itu perlahan semakin melebar, seperti di kejauhan sana ada seseorang yang sedang membuka pintu. Dan suara panggilan yang sama menyerukan namanya kian terdengar jelas. Perlahan nampak siluet dua orang yang berdiri di antara kubangan cahaya putih, tangan mereka terulur dan terus memanggil namanya.

"Mom? Dad?"

"Gabriela." suaranya lirih membangkitkan kerinduan di hati Gabriela.

"Mom--" kakinya hendak beranjak namun sesuatu menahannya. Dengan cepat Gabriela membalikkan tubuhnya dan menemukan seorang bocah yang berlinang air mata sedang memegangi kakinya erat.

"Jangan pergi."

"S-siapa ka--" Gabriela tersentak karena iris abu yang tajam itu mengingatkannya pada seseorang. "Andrea?" bisiknya tak percaya.

"Jangan pergi." pinta Andrea versi kecil itu dengan nada nelangsa, tak ayal hati Gabriela terasa dicubit.

Hatinya goyah dan pintu itu perlahan mulai menutup. Ia menggigit bibirnya cemas, ingin sekali Gabriela memeluk ibu dan ayah-nya barang sekejap namun ia tidak tega meninggalkan Andrea kecil yang ketakutan dan meringis meminta ia tetap disini.

"Gabriela." panggil keduanya lagi, sebelum pintu semakin menutup.

"Mom, dad! Tunggu aku."

"Jangan pergi." rintih Andrea kecil, lagi-lagi membuat Gabriela tertahan di tempatnya dan hanya bisa menyaksikan pintu ganda itu menutup tak menyisakan celah lagi.

"Gabrielaa--"

"No... no... mom! Mom! No!"

.
.
.

"Ah!"

"Hei, sweetheart? Kau kembali?"

Gabriela menyesuaikan matanya dengan keadaan sekeliling. Ia tidak lagi berada dalam kegelapan yang menyesakkan. Jelas sekali ia berada di rumah sakit dengan bebauan obat-obatan serta bunyi pip pelan yang berbunyi teratur.

Dan ia disuguhi Andrea versi dewasa yang lusuh, namun tetap terlihat tampan.

"Andreah--" bisiknya dengan suara serak.

"Oh... thanks God." ucapnya penuh haru, lalu ia menekan sesuatu di atas kepala ranjang Gabriela. "... akhirnya kau bangun." sambungnya sambil mengecupi tangan Gabriela penuh kelembutan.

Kening Gabriela berkerut tak suka. Tangan berselang infusnya menggelepar terangkat menyentuh wajah Andrea. "K-kau menangis?"

Andrea tak menjawab. Ia hanya membalasnya dengan terus menciumi tangan Gabriela dengan mata mengerjap cepat. Setelah itu rombongan dokter dan perawat masuk ke ruangan rawat Gabriela dan Andrea pun beranjak membiarkan dokter memeriksa kondisi Gabriela.

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang