°47°

68 5 2
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Setelah kejadian penolakan --atau lebih tepatnya penundaan pernikahan-nya dengan Andrea, pria itu makin hari makin 'mencekik' Gabriela seolah-olah bersungguh-sungguh dengan ucapannya yang tidak akan melepaskan Gabriela. Ia memanfaatkan dengan baik sumpah Gabriela yang menyerahkan diri seutuhnya pada pelukannya. Kedua-nya memang bersumpah saling memiliki, meski satu pihak terlalu obsesif. Meski tali pernikahan belum mengikat keduanya secara resmi, namun benang takdir mereka rupanya bukan sesuatu yang mudah dilepaskan.

Sebenarnya darimana asal pemikiran Gabriela yang meragukan hubungan mereka ini? Sebab, ia perlahan menyingkap topeng Andrea sesungguhnya. Pria itu makin lama makin mengekangnya --yang mana sebelumnya Gabriela anggap itu love language-nya Andrea Felton. Sikap kasar dan tempramental-nya makin sering meledak jika saja Gabriela lupa mengabari atau bahkan telat mengangkat telepon Andrea.

Dan yang membuat Gabriela berang adalah --Andrea berusaha keras membuat dirinya hamil lagi.

Jika berani menegur Andrea untuk memakai kondom, pria itu tak segan-segan akan memukulnya memberi pelajaran. Perilaku itu membuat Gabriela ngeri, meski tidak bertindak. Makanya, Gabriela berinisiatif untuk minum pil pencegah kehamilan dan sembunyi-sembunyi.

Cinta ini perlahan berjalan ke arah kegelapan, bukan lagi kisah bertabur bunga sepanjang jalan di bawah langit merah muda.

"Sayang, apa yang sedang kau lakukan?" tegur Andrea menggugah lamunan panjang Gabriela.

Gadis itu hanya menoleh sekilas pada Andrea yang menghampirinya saat ia hanya termenung di balkon menyambut mentari. Panas-nya sang surya tak sebanding dengan panas tubuh Andrea yang menyelimutinya.

Andrea menyusupkan wajah mengantuknya di cerukan leher sang kekasih. Bau nikmat tubuh Gabriela membuat ia tak tahan untuk terus mengendusnya.

"Tidurlah kembali. Ini hari minggu." bujuk Andrea dengan mengetatkan pelukan.

Gabriela tak bergeming. Kedua tangannya masih memegang cangkir berisi kopi yang mulai mendingin. "Duluan saja."

"Bersama." tegas Andrea tak mau dibantah.

"Andrea."

Meski dengan nada datar sekalipun, Andrea yang mendengarnya seperti bantahan mulai tidak suka. "Akhir-akhir ini kau kenapa? Selalu membangkang."

"Tidak apa." balas Gabriela seraya menyeruput kopi dengan kalem.

Andrea mendelik tajam. "Bicara dengan benar, Gabriela. Tatap mataku jika sedang bicara."

Gabriela balas menantang Andrea. Ia tatap tanpa gentar. "Sekarang apa? Mau berdebat sepagi ini?"

"Kau yang memicunya." tuding Andrea dengan rahang kaku.

"Bukannya kau yang tidak bisa berpikir jernih sebelum bertindak?" Gabriela mendebat, tak mau kalah dan disalahkan.

"K-kau..."

Gabriela mengetatkan kemeja kebesaran milik Andrea yang membungkus tubuh mungil-nya. "Sekarang apa? Kau ingin menghukum aku lagi?"

"Iya. Aku sangat ingin menghukummu." pancaran laser melubangi Gabriela tanpa ampun.

Pria ini makin terobsesi untuk mengatur hidupnya, menghukum tiap kali membangkang dan makin tidak mau kalah didebat. Gabriela dituntut untuk menjadi gadis anggun dan penurut sesuai kehendak Andrea. Sebelumnya, ini bukan masalah besar bagi Gabriela selama bahagia bersama Andrea. Namun sekarang, mata hatinya perlahan terbuka dan menemukan realita cinta manis Andrea itu tidak pernah nyata.

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang