°12°

407 16 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

"Sebenarnya kita akan kemana, Andrea?"

Gabriela kembali menyerukan keheranannya ketika duduk di kursi pesawat jet yang interiornya begitu mewah dan berkelas. Ia yang rakyat jelata mendadak merasa diangkat derajatnya bagai tokoh wanita di dongeng Disney yang diperlakukan dengan begitu spesial.

"Kau akan tahu setelah kita mendarat nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau akan tahu setelah kita mendarat nanti."

Wajah Gabriela semakin dongkol karena Andrea tak memuaskan pertanyaan di kepalanya. Apalagi senyum jenaka itu terkesan seperti tengah mengejeknya, membuat wajahnya tambah keruh. Dengan kesal ia merampas gelas yang telah diisi wine oleh Andrea. Ia meminumnya dalam sekali tegukan.

Melihat itu, membuat rahang Andrea berubah kaku dengan sorot dingin tak terbaca. "Siapa yang menyuruhmu untuk meminumnya?"

Lidah Gabriela terasa kelu dan bola matanya bergerak liar --panik-- karena ditatap begitu penuh intimidasi oleh Andrea. Melihat Gabriela yang begitu panik, perlahan Andrea melenturkan kembali wajahnya yang kaku dan bergerak cepat menjauhkan gelas wine itu dan menyimpannya untuk dirinya sendiri.

"Aku tidak mau melihatmu mabuk seperti tempo hari."

"Oh gosh, Andrea! Segelas kecil wine tidak akan membuatku teler."

"No compromise."

Fine, ia menyerah. Berdebat dengan Andrea yang keras kepala tidak akan membuahkan hasil. Gantinya, ia membuang muka ke luar jendela yang menyajikan hamparan langit biru kota London.

Setelah hening beberapa waktu yang lama, Andrea pun angkat suara. "Kau marah?"

"No comment." balasnya dingin.

Andrea mencondongkan tubuhnya diantara meja pembatas. "Oke, maafkan atas sikapku yang berlebihan."

Gabriela tak menjawab, masih mempertahankan mode merajuknya. Andrea tak kehabisan akal untuk meredakan emosi seorang wanita. Dengan berani, ia duduk di ujung meja dengan tangannya yang mengelus lembut pelipis Gabriela. Untung saja gadis itu tak menepisnya.

"Apa yang bisa ku lakukan agar kau tidak marah lagi, hm?"

"Jangan membujukku."

"Aku akan melakukan semua yang kau mau." janjinya penuh kepastian.

Dewi batin Gabriela bersorak, namun ia masih mempertahankan ekspresi merajuk andalannya. "Benarkah?"

"Sure, babe."

"Semua yang aku inginkan?"

"Iya."

"Kalau begitu katakan kemana kita akan pergi."

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang