°45°

75 6 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Cukup lama untuk menemukan keberadaan Gabriela yang tak sadarkan diri di antara tangga lantai 5 dan 6. Itu karena Andrea terlambat kembali ke kantor sebab urusan pekerjaan cukup menyita waktunya dari jadwal yang seharusnya. Mungkin saja jika pria itu datang lebih awal dan menyadari bahwa Gabriela tidak ada di mejanya, Gabriela akan lebih cepat ditangani.

Salah satu petugas kebersihan menemukan Gabriela pingsan dan berdarah-darah membawa kegemparan sepenjuru E-life hingga terdengar ke telinga Andrea. Sontak mendengar hal tersebut membuat Andrea kalang kabut dan memaki siapapun yang menghalangi jalannya.

Setelah hampir satu setengah jam lamanya Gabriela tergolek tak sadarkan diri begitu saja, Andrea buru-buru membawa Gabriela ke rumah sakit dengan pikiran belum menyadari kenapa paha Gabriela dihiasi darah merah pekat yang hampir mengering.

Dan ketika dokter menyampaikan diagnosis-nya, di saat itu dunia Andrea runtuh seketika.

Gabriela hamil.

Gabriela mengandung darah dagingnya.

Janin yang tidak ia ketahui hadirnya.

Bahkan sebelum ia menyadari keberadaan sang buah hati, Tuhan dengan lancangnya merenggut miliknya.

Bagaimana tidak terguncang Andrea mendengarnya. Ia marah pada dirinya sendiri, marah pada dunia, bahkan ia marah pada Gabriela. Bisa-bisanya Gabriela menyembunyikan kehamilan ini dari dirinya, ayah biologis janin di rahim Gabriela. Kalau saja wanita itu berterus terang, mungkin Andrea akan menjaga Gabriela dan bayi mereka lebih ketat untuk menghindari kesialan seperti ini.

Mrs. Felton dan Nadine yang datang tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Terutama Mrs. Felton. Ia merasa terpukul sekaligus menyayangkan kehilangan calon cucu pertamanya.

"Andy sayang, tenanglah." Mrs. Felton mencoba menenangkan Andrea yang seperti siap membumihanguskan apapun.

Andrea yang gusar mencoba menahan diri untuk tidak meledak-ledak di hadapan ibunya, "Kenapa dia merahasiakannya, mom?"

"Gabriela pasti punya alasan." jawab Mrs. Felton dalam upaya menguatkan Andrea.

Kali ini Nadine menimpali, "Mungkin saja ia menunggu waktu yang tepat untuk memberitahumu."

"Persetan dengan waktu yang tepat. Aku merasa jadi pria pecundang karena bungkamnya dia." geram Andrea dengan kilat api di mata.

Mrs. Felton memegangi dada melihat letupan amarah putera-nya. Ia hanya bisa terisak di samping ranjang Gabriela yang masih belum menunjukan tanda-tanda gadis itu akan bangun. Wanita yang masih berparas muda di usia senja itu menatap pilu pada Gabriela yang tergolek, menghakimi dirinya sendiri dan merasa gagal sebab kehilangan cucu yang akan menjadi penerus kerajaan Felton.

"Andrea, jangan begitu. Kita tidak pernah bisa mencegah musibah." tegur Nadine tak suka dengan nada suara Andrea yang meninggi.

Lalu, Nadine menyentuh bahu kakak-nya yang sangat tegang dan berbicara lebih lembut. "Sekarang, yang harus kau perhatikan adalah Gabriela. Ia pasti akan sangat sedih mengetahui dia kehilangan bayinya."

Bahu kokoh itu naik-turun dengan kepala yang tertunduk lesu. Tangan kekarnya bersandar pada kusen jendela yang memamerkan gemerlap lampu kota. Kepalanya bising dan gejolak di dada panas meletup-letup. Sulit untuk menenangkan singa yang sedang mengamuk.

"Kau benar." bisik ia sengau. Ia menahan diri untuk tidak menunjukan sisi emosional-nya dihadapan ibu dan adiknya.

Mrs. Felton menyusul menghampiri kedua anaknya. Ia mengusap pelan punggung lebar Andrea. "Mulai sekarang, jagalah Gabriela sebaik mungkin."

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang