°36°

124 8 2
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Suara erangan erotis semakin terdengar saling bersahutan. Dua tubuh polos saling himpit dan menempel dengan bagian intim saling beradu. Lenguhan, bunyi sodokan serta kecupan rakus mendominasi keheningan kamar tersebut.

Andrea yang dalam kondisi prima begitu gagah dan perkasa hingga sulit bagi Gabriela untuk membuat penis Andrea tertidur lagi. Gabriela sudah melewati pelepasannya kesekian kali namun Andrea terus menggaulinya hingga pelepasan Gabriela terus datang.

"Sshhh--- milikmu masih saja sempit." Andrea mendesis nikmat dengan pijatan panas dinding vagina Gabriela yang ketat pada kejantannya.

"Ngghh~ Andrea!" lenguh Gabriela, terkoyak habis di bawah sana.

Serangan puncak kenikmatan hampir direngkuh Gabriela lagi, tubuhnya melengkung menyambutnya. Sebelah kaki yang bertengger di bahu kekar Andrea menegang dalam detik-detik kepuasan seks. Tubuhnya bergoyang hebat seiring dengan sodokan kencang Andrea di intinya.

"Give it to me, babe!" Beriringan dengan Andrea yang siap memuntahkan cairan berisi bibit-bibit unggulan tersebut.

Ini sudah peraduan mereka yang kesekian kali namun hingga pelepasan Andrea, ia merasa seks ini terasa hambar.

"Sayang, apa yang sedang kau pikirkan?" bisik Andrea dengan nada rendah sambil mengusap peluh di kening Gabriela.

Gabriela tak menyahut karena tengah mengatur nafas selepas pelepasannya. Tangannya menutup mata dengan dada naik-turun serta Andrea yang masih berada di atasnya, memperhatikannya sembari ia mencabut kejantannya yang berkilat dan basah.

"Tidak ada. Mungkin aku hanya kelelahan."

Lelah pikiran jelas. Kalau lelah fisik tidak terlalu, ia merasa masih bisa mengimbangi nafsu Andrea yang tak pernah bisa dipuaskan. Jika bercinta semalaman saja tak pernah membuat Andrea puas, pun yang dirasakan Gabriela. Namun hari ini entah mengapa ia tidak bisa seliar malam-malam kemarin.

Andrea menyingkirkan tangan Gabriela, ia tunggu sampai gadis kecilnya itu membuka mata. Bola mata sehangat cokelat itu menggelepar terbuka, lugu dan polos.

"Kau tidak pandai berbohong." tegur Andrea halus.

Gabriela berusaha mengalihkan mata dari tatapan elang Andrea yang tajam dan mengintimidasi. Namun tak membuahkan hasil karena ia gampang terjerat akannya.

"Aku hanya berpikir dalam rentang satu hari sudah membuat orang-orang kecewa padaku." kata Gabriela lesu.

Kate yang murka serta Julia yang makin membencinya. Sebenarnya setan apa yang merasukinya hingga membuat ia kehilangan kesabaran dan lepas kendali seperti ini? Kenapa ia tidak bisa menahan diri dan lebih bijak mengolah emosinya? Sekarang ia malah sengaja memperkeruh suasana dengan menciptakan musuh.

Pikiran konyol. Untuk apa dia merasa bersalah? Batin Andrea tak setuju.

Andrea membelai pelipis Gabriela yang berkeringat. "Sayang, itu bukan salahmu. Kau sudah melakukannya dengan benar. Hanya saja orang lain yang menanggapinya salah."

"Aku pun bersalah Andrea, kalau saja aku tidak tersulut emosi mungkin akan ada pembicaraan yang baik." sergah Gabriela, merasa perkataan Andrea tidaklah tepat dengan membenarkan tindakannya.

Lalu Andrea duduk bersila, menarik serta Gabriela untuk duduk menghadapnya. Dalam ketelanjangan, mereka saling menyelam dalam kedalaman mata masing-masing. Tangan besarnya menggenggam kuat tangan sang kekasih.

"Wajar kau merasa marah. Emosi itu ada bukan untuk dipendam, tidak ada manusia yang bisa mengontrolnya dengan sempurna. Jangan terlalu menyalahkan diri, aku tidak suka melihatmu murung." kata Andrea sambil membelai sayang surai kekasihnya itu.

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang