°2°

1K 26 2
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

"So... Miss. Morris, apa yang membuatmu tertarik untuk bergabung dengan perusahaan kami?"

Gabriela buru-buru menelan kunyahan red velvet-nya. "Apa ini sesi wawancara yang lain, sir?"

"Iya. Anggap saja wawancara pribadi."

"Jadi saya harus menjawabnya?"

Andrea mengusap pelan bibir bawahnya. "Yes."

Gabriela memainkan garpu kecilnya dengan kening berkerut tanda sedang berpikir. "Karena ini wawancara pribadi, maka saya akan menjawab dengan lebih pribadi juga." Ia menarik nafas sejenak. "Sebenarnya alasan saya datang ke London bukan benar-benar ingin bergabung dengan E-life --um, jangan tersinggung, sir."

"Oke, so what's the biggest reason?"

"The Smoke. London menjadi salah satu kota dengan revolusi industri yang paling pesat. Dan yang utama, Harry lahir disini."

Andrea bergumam masam, "Sudah kuduga."

"Sorry, sir?"

Andrea menggeleng pelan dengan seringai seksi yang melintas di wajah tampannya. Ia menyembunyikan senyum gelinya dibalik cangkir kopi yang tengah ia seruput.

Gabriela tak mau ambil pusing, selagi ada makanan gratis ia akan menikmatinya meski itu akan membunuhnya. Jarang-jarang ia makan di kafe mahal seperti ini.

"Gabriela." kata Andrea.

Mendengar namanya disebut oleh Andrea membuat darahnya berdesir. Entahlah perasaan aneh macam apa ini, yang jelas dikala bibir itu mengucap namanya rasanya itu bagai seruan lembut para malaikat yang membimbingnya masuk ke surga terindah.

"Y-ya?" Ia sampai terbata-bata karena terlalu terlena.

"Apa yang membuatmu tertarik pada E-life?" Hampir saja Andrea kelepasan mempertanyakan yang ditujukan pada dirinya sendiri.

Ia merenungkannya sejenak, "Hmm... Andrea Felton?"

Otomatis tubuh Andrea menegang bahkan matanya melotot sempurna tanda ketidakpercayaannya atas apa yang barusan ia dengar.

"Ha-ha, serius sekali. I'm just kidding." Gabriela tertawa renyah melihat leluconnya sukses membuat Andrea tersentak kaget.

"Selera humormu sangat payah, Miss Morris." sarkas Andrea dan kembali menyeruput kopinya.

"Oh, apa saya keterlaluan?"

"Tidak juga. Aku menikmatinya."

Gabriela membalasnya dengan senyum lebar hingga membuat kedua matanya menyipit, "Glad to hear that."

"Pertanyaan lain."

"Masih ada? Sebenarnya berapa banyak pertanyaan yang sudah Anda siapkan?"

"Sudah kubilang, aku ingin mengenalmu lebih jauh. Dan kau bisa berbicara lebih santai."

"B-bolehkah?"

"Tentu. Aku yang meminta."

Tanpa sadar Gabriela mencondongkan tubuhnya karena tertarik pada bola mata berwarna abu-abu yang nampak penuh misteri sekaligus menarik. "Boleh aku bertanya? Kenapa aku?"

Andrea balas menatap Gabriel dengan intens tanpa gentar. Ia berusaha menyelami kedalam mata cokelat yang nampak hangat dan menyenangkan. Keduanya berpandang-pandangan cukup lama, seolah-olah keduanya membentuk gelembung pribadi mereka sendiri tanpa terusik keriuhan dan hilir mudik orang-orang di sekitar mereka.

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang