°46°

75 5 2
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Selepas mencuri dengar, Gabriela mulai tersadarkan bahwasannya sikap bermuram durja-nya sudah menimbulkan konflik di keluarga Andrea. Padahal ia hanya orang asing yang singgah di kehidupan Andrea --tapi keluarganya sangat menyayangi dia dengan tulus. Perhatian Nadine serta kasih sayang keibuan Mrs. Felton membuat dia tersadar kalau perilaku-nya hanya menyiksa mereka, apalagi Andrea.

Pria itu sangat keras dalam usaha menyembuhkannya. Jika Andrea tidak menunjukan kesedihan atas kehilangan bayi mereka seperti dirinya --Gabriela sadar betul kalau kesedihannya tak sebanding dengan luka yang ia torehkan pada Andrea.

Pria-nya itu pasti lebih terluka dengan sikapnya yang terlalu mendramatisir kehilangan bayi-nya. Meski sulit menerima kehilangan yang paling dikasihi, tapi malang tidak bisa dicegah. Berfokuslah pada hari ini. Cukup sudah luka ia yang goreskan di wajah Andrea.

Dan lagi, Gabriela tidak mau digolongkan ke kategori orang dengan gangguan jiwa seperti yang ditudingkan oleh Mr. Felton.

Melihat Gabriela yang bersiap-siap dengan setelan kerja, membuat Andrea yang baru terbangun kebingungan melihatnya.

"Sayang, kau mau kemana?"

"Aku tidak mau makan gaji buta, sir." balas Gabriela sambil memilah-milah anting yang cocok untuk hari ini.

Andrea beringsut dari kasur dan mengambil tempat duduk di samping meja rias Gabriela. "Kau baik-baik saja?"

"Hm. Aku tidak bisa bersedih selamanya bukan?"

Mendengar hal itu membuat hati Andrea lega. Ia mengusap pipi kanan Gabriela dengan lembut. "Syukurlah, aku merindukanmu dan senyum cerahmu."

Gabriela balas menangkup tangan besar Andrea. "Maaf, sudah membuatmu bersedih."

Andrea menggeleng kecil, "Kita hanya perlu waktu masing-masing untuk menenangkan diri."

"Terima kasih untuk tidak menyerah terhadapku." bisik Gabriela seraya mengecup lama tangan Andrea.

.
.
.

Kabar soal kegugurannya ternyata masih menjadi topik hangat di kalangan pegawai. Absennya yang berminggu-minggu lamanya menimbulkan berbagai isu yang semakin didengar semakin ngawur ceritanya.

Kembali ke kantor, hal pertama yang ia lakukan adalah mencari keberadaan Pierre. Tapi setelahnya ia ketahui kalau Pierre sudah mengundurkan diri sehari setelah percobaan membunuhnya.

Kemudian ia teringat sesuatu.

Ia mendatangi kafe Sabrina di jam makan siang dengan perasaan campur aduk. Seketika kelegaan menyapa saat ia menemukan kafe itu masih berdiri kokoh dengan antrian tamu berbaris di depan pintu. Mengabaikan gerutuan pelanggan yang rela antri lama, Gabriela nyelonong menerobos kerumunan.

Dan di sana ia melihat Sabrina, di balik meja kasir sibuk mengurusi pemesanan. Tatapan mereka bertemu dan reaksi Sabrina yang ditangkap oleh Gabriela adalah tatapan tak percaya. Ia menyerahkan pekerjaan pada karyawannya lalu menghambur kemudian memeluk Gabriela.

"Thank God, kau tidak apa-apa?" tanya Sabrina sarat akan kelegaan yang nyata.

Diantara pelukan itu, Gabriela berkata. "Sabrina, tolong jelaskan semuanya padaku."

Sabrina melepaskan pelukan, ia kemudian menarik Gabriela ke ruang santai miliknya.

"Dimana Pierre?" tembak Gabriela tanpa tedeng aling-aling.

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang