--Follow penulisnya, votement ceritanya
.
Bagaikan orang kesetanan, Andrea berang melihat penthouse-nya dalam keadaan kosong, sepi dan gelap jauh dari kata kehangatan yang pernah dihadirkan gadis kecilnya. Gelas-gelas kristal berceceran di lantai, botol alkohol berserakan --isinya bahkan menggenang di lantai dan yang paling parah adalah kondisi Andrea. Kacau, berantakan dan terguncang.
Ia sadar tindakannya bodoh dan kelewat batas, tapi ia juga tidak mau menyalahkan perbuatannya karena baginya begitulah cara ia menjaga Gabriela --mempertahankan miliknya seorang.
Andrea gila tidak bisa merasakan kehangatan kulit kekasihnya di bawah telapak tangannya sendiri. Ia gelisah tak menemukan sang pujaan hati bertelanjang kaki di dapurnya. Dan yang lebih parah ia ingin bercinta sepuasnya hingga kepanikan ini bisa tersalurkan. Rasanya benar-benar tak terjabarkan betapa ia ingin hadir Gabriela. Tapi, luka fisik dan hati yang telah ia torehkan pasti membuat Gabriela jengah padanya.
Sesuatu tiba-tiba melintas di pikiran.
"Ben! Ben!!" teriak Andrea serak, pasca minum-minum di sisa hari.
"Sir." Tampang Ben tetap kaku seperti biasa, namun kekhawatiran berkilat di bola matanya. Ben yang mengenali sedikit banyaknya Andrea begitu tersiksa dengan melihat keadaan bosnya yang setengah gila ini.
Ia berkacak pinggang, mondar-mandir di ruangan yang kacau balau. "Suruh Edgar dan Gia mengawasi Gabriela. Jangan lepaskan perhatian barang satu detik pun. Selalu beri aku kabar apapun tentangnya."
Dengan keputusan dangkalnya, ia meyakinkan bahwa baginya ini kompromi yang bisa diambil. Jika Gabriela tak mau menemuinya lagi, satu-satunya jalan yaitu selalu memastikan dia di bawah genggamannya.
Tampak raut ketidaksetujuan mampir di wajah Ben. "Tapi sir."
"24 jam pengawasan." Andrea menegaskan.
Ben masih terdiam di tempat. Melihat orang kepercayaannya membangkang membuat Andrea geram.
"Aku menggajimu untuk melakukan tugas begini!" raung Andrea makin tak terkendali seraya melempar botol kaca yang nyaris menggores wajah Ben.
Meski dibentak dan hampir celaka, Ben tak bergeming. Ia pun menjawab datar. "Yes sir. Anda membutuhkan yang lain?"
"Pergi."
.
.
.Ia terbangun dalam posisi tidur di atas karpet. Aroma alkohol menguar di tubuh, badannya lesu pikirannya letih. Tapi ia bukan pria tak bertanggung jawab yang abai dengan tugas. Ia tetap bangun, beraktifitas senormal biasanya. Tiba di kantor, Andrea kian lesu melihat meja kerja Gabriela kosong. Jiwanya semakin gelap seperti habis melihat kematiannya sendiri. Berusaha menyibukkan diri adalah upaya pelarian seorang pecundang bernama Andrea Felton.
Di ruangannya, Andrea masih terus merongrong orang-orang utusannya yang disuruh untuk mengawasi Gabriela. Tak banyak gambar yang bisa diambil karena gadis kecilnya itu terkunci di apartemen. Lewat jendela, dari beberapa jepretan terlihat Gabriela murung dan merana membuat Andrea hilang akal. Ingin rasanya ia merengkuh gadisnya dan mengamankan dalam pelukannya.
Harus.
Sisi otoriter Andrea menyalak keras dengan obsesi memiliki Gabriela untuk dirinya seorang diri. Setelah dulu hanya bisa mengawasi, dan kini saatnya untuk mengikatnya untuk dirinya sendiri. Andrea tidak boleh kehilangan Gabriela. Mereka sudah seperti sepasang puzzle --saling melengkapi dan tak bisa dipisah.
.
.
.Dua hari berlalu dan Andrea makin tampak mengenaskan. Meski diluar ia mampu menutupi dengan tampang dinginnya, namun tak bisa kalian bayangkan betapa menggilanya Andrea setiap malam yang mana membuat Mrs. Laurance harus membereskan kekacauan setiap paginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]
Romance[PART LENGKAP] ⚠️KONTEN DEWASA⚠️ ‼️18+‼️ Bodohnya aku yang bertahan denganmu yang memenjarakanku. "Ini bukan cinta, tapi obsesi. Kau tidak pandai mencintai kau hanya piawai mengekang." "Kau tidak membutuhkan orang lain. Bergantunglah hanya padaku se...