--Follow penulisnya, votement ceritanya
.
"Jadi, selama aku pergi apa yang kau lakukan?"
"Tidak ada. Aku hanya bekerja saja."
Gabriela yang mendengar hal itu langsung mengangkat kepala dari dada panas Andrea dan menatap pria itu sendu. "Jadi, satu-satunya orang yang terpuruk hanya aku?"
"Bukan begitu, sayang." sergah Andrea sembari membelai surai kekasihnya yang berantakan.
"Aku sempat berpikir kalau kau benar-benar mencampakan aku dan tak berusaha menemuiku. Memang sepertinya itu rencanamu."
Andrea membenahi posisi untuk menjelaskan kekeliruan ini. "Kau tidak akan tahu betapa menggilanya aku tanpa dirimu. Aku hanya berpura-pura hidup dengan baik saja."
Gabriela tak tahan mengembangkan senyum malu-malunya. "Ternyata bukan hanya aku."
"Kita sama-sama gila jika saling berpisah."
"Makanya aku tidak mau lagi begitu." tegas Gabriela kembali menyusup di bawah lengan kekar Andrea. "Aku hanya heran kenapa kau bisa sangat tenang dan bersabar, aku sempat berpikir kau memata-mataiku."
Gerakan tangan Andrea yang tengah membentuk pola abstrak di punggung telanjang Gabriela terhenti. Matanya menatap lurus pada langit-langit kamar yang gelap.
"Aku senang dengan keputusanku kembali padamu. Aku tidak suka melihatmu bersedih." kata Gabriela sembari mengetatkan pelukan.
Seringai samar mampir di wajah ganteng Andrea, ia juga mengetatkan pelukan sambil berkata, "Kau tidak akan bisa pergi lagi."
Telepon Gabriela berdering samar dari arah ruang tamu. Meski malas ia turun dari kasur dengan memakai kemeja putih Andrea yang kebesaran dan beraroma nikmat kekasihnya.
Tas nya tergeletak di bawah meja dan ia merunduk untuk mengambilnya. Namun karena salah posisi mengambil membuat isi tas nya berhamburan sampai membuat lipstick-nya menggelinding sampai ke area dapur dan terhenti membentur tempat sampah. Panggilan terhenti sementara ia mengejar lipstick itu.
Lipstick sudah digenggaman, namun ia masih terdiam di tempat karena melihat ada sobekan kertas di tempat sampah. Sebuah gambar yang habis dibakar terlihat menonjol diantara tumpukan kertas yang dirobek asal. Ia memungut foto yang hampir terbakar sepenuhnya dan menghitam, yang terlihat hanya sebagian rumah tua. Di salah satu kertas ada namanya yang menonjol. Ia hendak mengambilnya namun,
"Siapa yang menelepon tengah malam begini?"
Seruan Andrea mengejutkannya. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan bertelanjang dada dan memakai celana piyama-nya. Buru-buru Gabriela melemparkan lagi foto hangus itu.
"Entah, aku baru akan memeriksanya."
Dan ponselnya berdering lagi. Ternyata Kate. Astaga, dia pasti murka karena apartemen dalam keadaan kosong. Gabriela menelan ludah gugup sebelum menjawab panggilan.
"Dimana kau?" tanya Kate dengan nada tak sabaran.
"Kate. Ku pikir kau tidak akan pulang."
"Jangan berbasa-basi dan cepat katakan kau ada dimana."
Gabriela menggigit bibirnya cemas. Andrea yang melihat ketakutan kekasihnya berinisiatif untuk menjelaskan langsung pada Kate --meski ia merasa tidak berkewajiban untuk melakukannya pada Kate, tapi Gabriela menggeleng menolaknya takut membuat Kate semakin murka.
"Kate, sebenarnya aku--"
"Katakan."
Dalam sekali embusan nafas Gabriela bilang, "Aku kembali bersama Andrea."
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]
Romance[PART LENGKAP] ⚠️KONTEN DEWASA⚠️ ‼️18+‼️ Bodohnya aku yang bertahan denganmu yang memenjarakanku. "Ini bukan cinta, tapi obsesi. Kau tidak pandai mencintai kau hanya piawai mengekang." "Kau tidak membutuhkan orang lain. Bergantunglah hanya padaku se...