--Follow penulisnya, votement ceritanya
.
Jam sudah menunjukan pukul tujuh malam dan Andrea masih belum menghubunginya sama sekali. Apa yang dikatakan Ben tadi di kantor mungkin benar adanya kalau CEO penuh kharisma dengan segudang pekerjaan itu memang sedang sibuk-sibuknya dengan pekerjaannya. Makanya ia memilih untuk mencegat taksi di depan gedung E-Life.
Perjalanan lancar tak berlangsung lama saat tiba-tiba taksi yang ditumpanginya --dengan sopir tua yang mengemudikannya mulai mengeluarkan asap dari depan kap mobilnya. Sontak Gabriela panik dan sang sopir segera menepikan mobilnya dan berusaha meyakinkan kalau semuanya akan baik-baik saja. Namun, sangsi Gabriela akui saat melihat kepulan asap semakin membumbung menghalangi pandangan.
"Sebaiknya panggil mobil derek saja." saran Gabriela saat menghampiri si sopir yang tengah melihat kondisi kap mobilnya.
"Ini bukan masalah besar nona, hanya--"
Lalu suara letupan pelan membuat keduanya terperanjat. Dengan cepat Gabriela mengeluarkan uang. "Tempat tujuanku sudah dekat."
"Nona... biar aku mengantar--"
Gabriela tersenyum meyakinkan, "Tidak apa. Semoga tidak ada masalah serius dengan mobilnya."
"Kalau begitu, terima kasih."
Kebetulan selagi jalan kaki, ia sengaja mampir ke sebuah mini-market 24 jam. Rasanya-rasanya ia ingin makan mie instan malam ini dan mungkin membeli beberapa cemilan sebagai teman menunggu Andrea pulang. Ia membawa lumayan banyak cemilan yang biasanya ia makan bersama Kate sambil menonton film. Dua kantung kresek penuh membuat Gabriela kepayahan. Apalagi ponselnya berdering meminta perhatian jadinya ia harus meletakan barang-barang yang ada di tangannya.
Harapannya sudah tinggi namun nyatanya bukan nama yang tercetus di benaknya yang menghubunginya.
"Hei, Kate."
"Gab, kau melihat blouse-ku yang putih?"
"Bukannya masih di binatu? Aku sudah mengingatkanmu untuk mengambilnya."
"Oh, shit! Aku lupa. Bagaimana ini?"
"Aku akan mengambilnya untukmu. Mungkin akhir pekan aku akan kesana."
"Benarkah? Oh thank you, babe. You are my hero!"
"Ya ya Kate, sudah dulu ya. Aku sedang di mini-market."
"O-oh oke, laters babe!"
Gabriela meraih kembali kantung belanjaannya dan segera keluar dari mini-market tersebut.
Gabriela berjalan dengan hati ringan --dan ajaibnya untuk sesaat ia melupakan tentang Andrea. Jelas makanan adalah pelipur lara terbaik dikala gelisah. Ia tak sabar menggasak seluruh makanan ini tanpa peduli berat badan akan melonjak. Sebuah berkah, bukan?
Ia berjalan menyusuri jalan menuju penthouse Andrea yang agak gelap dan sepi pejalan kaki. Namun ia tidak mengindahkan situasi di sekitar karena tak cemas masih banyak kendaraan yang berseliweran.
Namun, entah kenapa lama-lama ada perasaan was-was yang menyusup membuat langkahnya tanpa sadar mulai berpacu. Meski bising kendaraan mendominasi, namun dengan jelas ia mampu mendengar derap langkah dari belakang punggungnya yang terdengar seperti mengejarnya. Ia tidak mau berburuk sangka, namun hati kecilnya selalu memikirkan kemungkinan yang terburuk. Dan dengan cemas, Gabriela memilih untuk memacu langkahnya dengan memeluk makanannya kuat-kuat.
Semakin ia berlari semakin terdengar jelas juga suara langkah di belakangnya. Ia benar-benar panik saat ini dan menduga kalau sesuatu di belakang sana memang berniat buruk padanya. Dan sialannya, jarak penthouse Andrea terasa sangat jauh ketika dilanda panik seperti ini. Ia melenguh kesal dan hendak berteriak saja meminta pertolongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]
Romance[PART LENGKAP] ⚠️KONTEN DEWASA⚠️ ‼️18+‼️ Bodohnya aku yang bertahan denganmu yang memenjarakanku. "Ini bukan cinta, tapi obsesi. Kau tidak pandai mencintai kau hanya piawai mengekang." "Kau tidak membutuhkan orang lain. Bergantunglah hanya padaku se...