°49°

75 4 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Sesuai rencana, Andrea pergi ke kantor seperti biasa. Bersyukur Andrea sempat bilang kalau ia akan lembur dan meminta Gabriela untuk tidak usah menunggunya. Itu adalah kesempatan bagi Gabriela untuk perlarian dirinya, jadi ia harus memanfaatkannya dengan baik. Hanya berbekal mental dan pakaian yang melekat, ia menghubingi Ben dari telepon di kamar Andrea.

"Ben, tolong aku. Ada tikus di lemari."

"Saya kesana sekarang."

Degupan jantungnya bertalu-talu di detik-detik kedatangan Ben yang kali ini tidak mengekor bos-nya. Entah Andrea bisa mengendus rencananya atau tidak yang jelas, Ben disuruh untuk mengawasi dirinya dalam sangkar emas ini.

Pintu menjeblak terbuka, membuat Gabriela melompat kaget. Sedetik ia bertatapan dengan Ben --dan ekspresi kaget di wajah mungkin diartikan Ben sebagai ketakutan pada tikus.

"Dimana Anda melihatnya, Miss?"

"D-disana." Tunjuk Gabriela dengan jemari bergetar pada walk in closet.

Dengan sigap Ben menghilang dan meski kaki terasa lemas, buru-buru Gabriela keluar dan mengunci Ben di dalam. Ben yang samar-samar mendengar pintu ditutup dan klik kunci pelan lantas memasang kondisi siaga dan bergegas memastikan pendengarannya. Ternyata benar pintu dikunci.

"Miss Morris? Miss?! Gabriela! Fuck!!"

Sayang Gabriela tak mendengar, gadis itu sudah terpogoh-pogoh berlarian menuruni anak tangga. Lalu, ia menarik laci berisi puluhan kunci mobil dan menyomot asal dan bergegas ke tujuan selanjutnya, garasi.

Ben pasti sudah melapor pada Andrea, cepat atau lambat Andrea akan mengerahkan pasukan untuk menjegalnya. Kedipan manja salah satu series BMW membuat langkah Gabriela terpacu untuk menghampirinya. Buru-buru ia memacu kuda besi tersebut sebelum pengawal Andrea berdatangan.

Namun sialnya, ia lupa kalau garasi pribadi ini dilengkapi dengan akses kode. Ia turun dari mobil dan kelabakan mengurai kode. Ia memutar otak keras dan mencoba kode pertama dengan tanggal lahir Andrea.

Sial! Percobaan pertama gagal.

Dengan jemari bergetar kali ini ia mencoba untuk memasukan kode tanggal lahirnya E-life.

Persetan. Salah lagi.

Keringat kian mengucur dari pelipis dan telapak tangannya pun tak kalah basah. Ia tengok ke belakang untuk memastikan belum ada yang mengejarnya. Kali ini mencoba untuk memasukan tanggal lahirnya sendiri. Dalam setiap tekanan pada tombol touchscreen itu, Gabriela menyelipkan doa semoga kali ini benar.

Mukanya pucat seketika saat ada peringatan sudah percobaan gagal yang ketiga kali. Satu kali lagi jawaban salah maka alarm peringatan agar berbunyi bising dan ia tak bisa meninggalkan neraka ini.

Waktu terasa begitu cepat disaat ia memeras otak dengan sia-sia mengira-ngira kombinasi angka berapa yang tepat untuk membuka gerbang ini. Rusuknya nyeri berkat dentuman jantung yang terus bertalu-talu. Kegusaran ini membuat Gabriela hampir menyerah dan mengikhlaskan tak akan pernah melihat dunia luar lagi.

Namun, di tengah keputusasaan itu sebuah tekad besar mendorongnya kuat hingga menyadarkannya untuk mencoba lagi. Di sisa kepercayaan diri, ia tetiba ingat kali pertama ia bertemu dengan Andrea --hari wawancara E-life. Deretan angka muncul ketika ia kembali pada momen itu yang menjadi awal petaka. Apa mungkin jika ia tidak melamar ke perusahaan tersebut hidupnya akan baik-baik saja?

Biar Gabriela pikirkan lagi itu nanti. Yang sekarang ia akan mencoba kombinasi itu angka tersebut dengan mempertaruhkan seluruh hidupnya.

0-7-1-7-1-7

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang