°39°

106 8 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Selepas kabar kehamilannya, Gabriela masih bungkam dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa di hadapan Andrea. Ia mencoba menormalkan suasana dan berbaikan dengan Andrea tanpa menyinggung soal Camelia lagi, apalagi perihal kehamilannya.

Di suatu pagi, terlihat Andrea yang baru keluar dari ruang kerjanya dengan membawa secangkir kopi yang dibuat Gabriela sebelumnya. Sementara ia diam mengawasi setiap langkah Andrea dengan memainkan serbet sembari menunggu sarapan.

Andrea lantas mengecup pelipis Gabriela, "Aku sudah bilang untuk sarapan lebih dulu." ujarnya sembari menarik kursi.

Gabriela menggeleng dengan senyum simpul, "Sarapan bersama."

"Maaf sayang, aku membuatmu menunggu lama."

"Tidak apa."

Mrs. Laurance keluar tanpa suara, "Sudah siap untuk sarapan, sir?"

"Yes, please." jawab Andrea. Lalu dia berkata lagi, "Mrs. Laurance, bisakah kau mengemaskan pakaian Miss. Morris."

"Sure."

Gabriela sontak kebingungan mendengarnya, "Kenapa?"

"Kita akan ke Roma."

"Untuk urusan bisnismu?"

"Ya."

"Tidak."

Tatapan Andrea terlepas dari ponselnya. "Aku tidak meminta pendapatmu."

"Suasana hatiku sedang baik, Andrea. Bisakah kau diskusikan apapun itu. Aku bukan boneka yang bisa kau apapun sesuka hati."

Mrs. Laurance tertunduk malu meski mukanya tanpa ekspresi. Dengan cekatan ia menyiapkan sarapan tanpa suara.

"Pekerjaan ini membutuhkan waktu yang tidak singkat. Aku tidak mau meninggalkanmu." jelas Andrea mencoba menekankan bagian tak ingin pergi tanpa sang kekasih.

"Aku juga punya pekerjaan disini."

"Itu bisa dilakukan disana."

"Tetap saja aku harus pergi bekerja, seperti karyawan normal lainnya."

Andrea menarik nafas tajam. "Aku bisa membuatmu kehilangan pekerjaan jika kau keras kepala begini."

"Kau yang keras kepala dan selalu bersikap sewenang-wenang." hardik Gabriela dengan wajah memerah.

Setelah itu, terasa gejolak di perut membuat asam lambungnya naik. Bau bawang bombai dan ikan asap memperparah rasa mualnya. Tahu-tahu ia melesat ke arah wastafel membuat dua pasang mata terkejut melihatnya.

Andrea dengan gesit menghampiri dan menahan rambut Gabriela yang terurai sembari terus mengelus punggung Gabriela.

"Apa kau lupa minum obatnya?"

"Aku baik-baik saja."

Sia-sia sudah sikap biasa saja yang dimainkan Gabriela karena morning sickness yang merepotkan ini. 

"Ambilkan obat di kamar kami." titah Andrea pada Mrs. Laurance.

Setelah selesai, dengan tubuh lemas ia dipapah Andrea menuju sofa tengah ruangan. Dengan penuh kelembutan yang berlebihan, ia mendudukan Gabriela sambil membenahi anak rambut yang basah akibat keringat dingin. Mrs. Laurance diam di belakang mereka mengawasi dengan obat dan segelas air.

"Panggilkan Ben." suruh Andrea lagi pada Mrs. Laurance.

Sementara Gabriela masih berusaha untuk menekan rasa mualnya sendiri agar Andrea tak berlebihan menyikapi. Di ekor mata ia melihat betapa kalutnya Andrea.

Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang