Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]

°50°

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Hujan terus mengguyur kota London selama sepekan lamanya. Membuat setiap sudut menjadi basah dan lembab. London merupakan salah satu kota di dunia dengan curah hujan tertinggi, juga dengan durasi waktu terlama. Kota yang terletak di Britania Raya ini dapat diguyur hujan selama tiga musim beturut-turut.

Selama itu juga Gabriela bersembunyi di loteng panti asuhan gereja St. Anthony. Setelah kejadian mengerikan itu. Gabriela dengan keadaan babak belur melarikan diri dari rumah sakit bersama Kate yang kakinya patah ke gereja. Bersusah payah ia agar tidak meninggalkan jejak dan menghindari jalan ramai yang ada CCTV agar tidak ada seseorang yang bisa menemukannya.

Perjalanan panjang dan berat disambut nenek setibanya di panti asuhan. Nenek yang sudah tua tampak shock berat melihat keadaan cucu-cucunya yang mengenaskan. Kate membeberkan semuanya hingg ke detail terkecil. Sementara Gabriela hanya menimpali seadanya karena sepertinya ia kehilangan suara akibat berita yang ia dengar setibanya di panti asuhan.

Kabar duka menyelimuti keluarga Felton atas kehilangan putera mereka, Andrea Felton yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Dunia dilanda kehebohan dari para relasi serta kalangan atas yang mengenal keluarga Felton. Semua portal berita menanyangkan secara eksklusif kabar duka ini.

Terlebih, dengan cepat ia dan Kate menjadi buronan kepolisian karena berdasarkan penyelidikan singkat, diduga keduanya sebagai penyebab kecelakaan yang merenggut nyawa CEO E-life tersebut.

"Apa yang sebenarnya kalian lakukan?" Nenek meraung pilu mendengar kabar bahwa kedua cucunya terdaftar di DPO kepolisian berbagai wilayah.

Keduanya tak bisa menjawab karena terlalu terguncang. Rasa cemas kian bercokol dalam hati tak lagi tahu apa yang harus mereka lakukan. Untuk keluar dari sini saja itu akan sangat berisiko. Apalagi neneknya. Jika polisi menemukan keberadaan mereka disini, otomatis nenek serta orang-orang panti akan kena getah musibah yang dibawa mereka karena sudah bersekongkol menyembunyikan buronan.

Hal itu makin membuat Gabriela muram hingga kerap menyalahkan dirinya sendiri dan mengutuki hidupnya. Ia tidak mau turun dari loteng, hanya termenung dengan tatapan kosong.

"Ini bukan salahmu, Gab."

Berkali-kali Kate meyakinkan Gabriela bahwa kejadian ini bukan akibat dari kesembronoannya, namun ia tidak bisa memungkiri bahwa kesialan ini berasal dari perbuatannya. 

Andrea memang jahat, tapi ia tidak pernah sekalipun mendambakan kematian untuk pria yang pernah merajai hatinya. Yang Gabriela inginkan hanya lepas dari Andrea saja --persis seperti yang dilakukan oleh Camelia. Pergi dalam damai dan nampak baik-baik saja. Harusnya ketika dahulu Camelia memperingatkannya untuk pergi dari Andrea, ia lakukan dengan patuh. Bukan malah mendebat dan memfitnah Camelia tidak bisa move on dari Andrea. Semuanya lebih runyam sampai harus dengan mengorbankan nyawa begini.

Lama-lama rasanya ia seperti dibayang-bayangi sosok Andrea yang kerap menghantuinya. Tidurnya tak pernah nyenyak. Jika pun bisa tertidur, dalam mimpinya ia selalu mempikan Andrea yang terjun bebas dalam mobil dengan tatapan pilu padanya. Sementara ia berdiri terpaku menatap mobil yang hancur berkeping-keping dan meledak sebelum jatuh ke dasar.

Gabriela lagi-lagi terbangun dengan rasa sesak seperti ada tangan gaib yang mencekiknya, menagih hutang nyawa atas pembunuhan yang telah dia lakukan. Ia meronta-ronta seperti tengah kerasukan.

"Gab, tenang-tenanglah!" pinta Kate putus asa melihat Gabriela yang tahu-tahu menjerit melolong kesakitan dengan tangannya sendiri yang mencekik lehernya.

Perilaku ini terus berulang kali sampai-sampai anak-anak yang sedang makan malam sontak ketakutan melihat Gabriela tiba-tiba menjerit seperti tengah kesurupan sembari menunjuk satu sudut.  Nenek dengan derai air mata mencoba menahan Gabriela untuk tidak berontak. Para suster menggiring anak-anak kembali ke kamar agar situasi tidak makin kacau.