--Follow penulisnya, votement ceritanya
.
Cukup lama saling tatap dalam kebisingan klub, hingga rasanya waktu berjalan begitu lama dalam kebisuan --tak peduli sebising apa keadaan sekitar. Andrea pun dengan tampang datar memilih untuk membalikkan tubuhnya dalam diam. Seketika, tenggorokan Gabriela tercekat.
"Astaga, dia marah padaku?" tanyanya entah pada siapa. Mendadak persendiannya terasa lumpuh.
Kate melotot sinis pada Andrea --pada ketakutan berlebih Gabriela. Lain hal dengan Alex yang malah menambah buruk suasana dengan menakut-nakuti Gabriela sambil mengusap-usap pelan bahunya. "Mungkin ia akan menghancurkan klub ini."
"Alex!" pekik Gabriela dengan suara bergetar. Kombinasi antara panik dan histeris.
"Sepertinya ia siap memukul apa saja yang ada." Alex kian memperburuk suasana, dengan tampang sok seriusnya.
Kate memukul bahu Alex dengan kekuatan berlebih membuat sang empunya melotot dan mulutnya yang terus memuntahkan sumpah serapah. "Jangan menambah keruh suasana hati Gab, kau itu benar-benar kelewatan."
"Babe... aku hanya bercanda." rayu Alex dengan wajah memelas yang dibuat-buat.
Kate menepis tangan Alex yang ingin merengkuhnya dan mengalihkan perhatiannya pada Gabriela yang bermuka pucat. "Are you okay? Yakin kau bisa menyelesaikannya?"
Yakinkah ia? Harus! Tentu saja harus. Tapi melihat Andrea murka membuat nyalinya ciut. Seperti tengah meninjau masa depan lewat sixth sense, ia bisa melihat amarah Andrea atas janji yang telah dirinya langgar. Mungkin Andrea tidak akan membentak atau mengomeliku, dengan silent treatment sudah dipastikan akan membuat Gabriela mati kutu.
Gabriela menarik nafas panjang. "Kate... doakan aku selamat."
Kate melangkah lebih dulu, menggaet tangan Gabriela. "Yang harus berdoa untuk keselamatan diri itu adalah dia."
Melihat jiwa petarung Kathrine sudah level up, maka Gabriela pun mencoba menahannya dengan takut-takut. Ia mendorong Kate pada Alex --secara tidak langsung memintanya untuk menahan Kate dan amukannya. "I'll do it."
"Are you sure?" Kate mencoba meyakinkan.
"Fifty-fifty." aku Gabriela dengan helaan nafas berat.
Kate lalu memegangi bahu Gabriela. Dengan tampang serius ia berkata. "Tenang. Jika pria itu berani menyakitimu, aku sendiri yang akan membunuhnya!"
"Kau sangat membantu, Kate." balas Gabriela sarkas.
Dengan memantapkan niat, Gabriela membawa langkahnya untuk menghadap malaikat maut yang tengah menantinya. Melewati kerumunan orang makin membuat Gabriela terasa sesak. Kakinya bergetar hebat saat menapaki satu persatu anak tangga yang akan membawanya ke gerbang neraka. Ia sampai kesulitan menelan ludahnya sendiri.
Dan ketika telah sampai, ia menemukan Andrea yang duduk seorang diri bersilang kaki dengan segelas wisky di tangan kokoh penuh urat yang menonjol-nonjol. Sebelah tangan itu tersampir di sandaran kursi. Tatapannya keras dan dingin yang membuat bulu kuduk meremang. Andrea masih enggan menoleh meski kini Gabriela telah berdiri takut-takut di depannya.
"Kenapa berdiri saja, duduk." Suaranya nampak tenang namun itu tak membuat jantung Gabriela yang bergemuruh ikut-ikutan tenang.
Melihat Gabriela yang diam saja, Andrea melirik sambil berucap, "Bukannya kau ingin minum-minum? Kemarilah dan kau bisa minum-minum sepuas hatimu." sambungnya yang tersirat sindiran yang menyakiti perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship: Between Love and Pain [Completed]
Romance[PART LENGKAP] ⚠️KONTEN DEWASA⚠️ ‼️18+‼️ Bodohnya aku yang bertahan denganmu yang memenjarakanku. "Ini bukan cinta, tapi obsesi. Kau tidak pandai mencintai kau hanya piawai mengekang." "Kau tidak membutuhkan orang lain. Bergantunglah hanya padaku se...