bab 40.

2.6K 250 51
                                    

"Model kenamaan sekaligus pengusaha Tasya Laura kembali ditangkap karena kasus narkoba. Mantan istri pengusaha asal Italia, Matteo Arsen itu ditangkap usai berpesta narkoba di kediamannya. Menurut--" Aku mematikan tv. Matteo Arsen. Nama itu terulang-ulang dalam benakku.

Dulu, enam tahun yang lalu, pada Irene Ava yang begitu bodoh, yang dengan mudah menaruh hati dan dengan mudah pula membiarkan disakiti, dulu, tahun-tahun awal aku melepasmu, rasanya seperti duniaku benar-benar runtuh. Untuk bahagia dan ada diposisi sekarang, rasanya seperti mustahil. Aku terlalu kacau, terlalu hancur dan terlalu gila. Dua tahun aku patah hati dan jadi gila sungguhan.

Sekarang aku bahkan mengingatmu, mengingat kisah kita, mengingat kehangatan dan kelembutanmu dulu dengan hati yang baik-baik saja. Tanpa sakit hati, tanpa kerinduan yang tidak terbendung. Kamu tahu karena apa, karena hatiku sudah mati. Semua sakit hati dan kekecewaanku membuatku tidak lagi mempercayai laki-laki manapun. Meskipun kenyataannya Mike mengatakan semua itu kamu lakukan untuk kebaikanku. Ibumu menjodohkanku dengan Tasya dan jika kamu menolak pilihannya seperti sebelum-sebelumnya beliau mengancam akan menyakitiku.

Tentu saja awalnya kamu tidak mempercayainya, tapi kedatangan Alex di pagi buta waktu itu adalah salah satu bukti keseriusan ibumu, dari situ kamu mulai waspada, tapi ibumu mengancam lagi dengan ancaman yang tidak main-main, setelah pertimbangan yang matang dan pemikiran masa depanku. Kamu akhirnya memilih melepasku. Hal yang kubenci sampai saat ini adalah aku yang dulu yang tidak punya apa-apa, tidak punya sesuatu untuk mempertahan pilihanku. Itulah alasan aku bisa jadi aku yang sekarang.

"Nona muda, air panasnya udah siap." Tia berteriak dari dalam kamarku.

Aku merenggangkan otot-ototku. Luar biasa lelah bekerja seharian, dengan jadwal luar biasa padat dan baru pulang pukul dua belas malam dan pagi harinya bangun dini hari seperti biasa. Tapi itu semua terbayar dengan pencapain yang kucapai kini. Sedikit lelah tidak masalah, bukankah ini sepadan?

***

Aku sedang membaca naskah untuk take selanjutnya saat suara tangis dan keributan beberapa kru terdengar menenangkan seorang anak yang menangis. Suara keributan itu mengusikku. Aku mendongak, untuk kemudian mematung, ada sosok anak tiga tahunan yang berwajah mirip dengan Alana. Persis seperti Alana enam tahun yang lalu, hanya saja kulit anak itu lebih coklat, alisnya juga tidak coklat seperti milik Alana. Wajahnya memang mirip tapi anak itu tidak punya aura kebangsawanan seperti Alana. Merasa tertarik aku mendekatinya.

"Kenapa?."

"Anak itu tau-tau nangis, padahal giliran dia take, meskipun cuman figuran tapi ya gimana?." Astrid, salah satu kru produksi menjelaskan.

"Ibunya di mana?."

"Keluar, jemput kakaknya sekolah."

"Dia dititipin gitu aja?." Astrid mengangguk. Dari jarak sedekat ini, dia benar-benar mirip Alana, wajah menawannya yang menggemaskan membuatku membayangkan Alana enam tahun yang lalu. Alana yang dulu sering kupeluk, Alana yang dulu selalu kugendong, Alana yang tidur bersamaku dan memanggilku mama. Sekelebat kenangan kami enam tahun yang lalu tiba-tiba memenuhi kepalaku. Aku tersenyum mengingat anak itu.

Aku mendekatinya. Kuusap punggungnya lembut. Selembut yang dulu kulakukan dengan Alana. "Hai." Kupanggil dia lembut. Dia menoleh sambil menangis, aku tersenyum. "Mau coklat? Tante Irene punya coklat." Tangisnya masih belum berhenti. "Kenapa sayang? Hmm? Kenapa, nak? Panas ya, di sini. Ayo makan coklat, Tante Irene punya coklat." Aku mengambilnya dalam gendongan seorang kru. Lalu menggendongnya, persis seperti aku menggendong Alana enam tahun yang lalu.

Aku membawanya berlindung dari terik matahari. Beberapa kru berlari mengekoriku. Beberapa kamera menyala memotret, tentu saja ini momen langka untuk mereka dan akan jadi berita yang menghebohkan. Aku tau-tau mengendong anak kecil dan bersikap seperti seorang ibu. "Tolong air putih dong." Kusap-usap punggungnya sambil membisikkan bisikan-bisikan kecil yang menenangkan. Kuberikan air putih dari kru. Ajaib dia langsung terdiam detik itu juga. Aku susah payah menahan tawa, ternyata dia haus dan terlalu takut untuk meminta minum karena tidak ada ibunya di sini.

It's My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang