bab 62.

1.8K 172 5
                                    

Setelah memastikan kondisiku membaik Mike akhirnya memberikan tiket itu. Tiket ke Singapura. Sore harinya kami pergi ke bandara. Kami akan pergi jalan-jalan sebentar ke Singapur. Sudah kukatakan kan, kalau Mike itu seperti kakak laki-laki untukku. Dia datang jauh-jauh dari Italia saat aku sangat membutuhkannya. Dia tahu bagaimana cara menyembuhkan lukaku. Mungkin tanpa Mike, aku tidak akan pernah tahu bagaimana caranya move on. Dengan Mike aku belajar banyak hal.

Aku bergelayut manja di lengan besar Mike. Kami sedang check-in. Mike menungguku di depan sana saat giliranku di check. Dia mengandeng tanganku dan menepuk-nepuk kepalaku yang terbalut hoodie ketika aku sudah menyusulnya. Mike itu punya harum tubuh yang menyegarkan, harum citrus yang klasik. Berbeda dengan Matteo yang maskulin, wangi kayu-kayuan dan musk, menunjukkan kesan dewasa.

Di dalam pesawat, dalam kursi ekonomi kami lebih banyak diam. Mike sibuk dengan banyak berkas ditangannya. Melihatnya sangat sibuk begini tapi masih menyempatkan diri menemaniku. Sebenarnya aku tidak tega juga. Dia pasti punya banyak urusan yang harus diselesaikannya. Dan karena drama yang kubuat, Mike pasti jadi sedikit kerepotan. Harusnya tadi aku pergi dengan Katrin saja. Kasihan Mike.

Aku menurunkan kacamata hitamku untuk melirik Mike yang duduk di sampingku. Dia pasti kerepotan. Tapi aku malah tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantunya. Yang justru kulakukan malah membuatnya makin kerepotan. Saat pesawat akan landing, aku menutup mata. Bukan karena mengantuk dan ingin tidur. Hanya ingin menutup mata saja. Tapi Mike sepertinya mengira aku tidur sungguhan. Dia menepuk-nepuk pipiku. Digoyang-goyangkan bahuku ringan. Melihat usahanya begini, aku jadi tergoda pura-pura tidur.

Dia menghembuskan nafas panjang saat tidak berhasil. Hembusan nafasnya menerpa hidungnya. Sepertinya dia sangat dekat, wajahnya ada di atas wajahku. Pesawat sudah mendarat dengan selamat. Keriuhan orang-orang terdengar. Mereka berdesakan saling berebut keluar pesawat. Tapi aku masih mengerjai Mike.

Lama sekali, rasanya sampai hampir suara-suara keriuhan orang-orang yang berdesakan itu perlahan menghilang, tidak lagi terdengar suara Mike memanggilku. Dia tidak mencoba membangunkanku. Saat kupikir Mike meninggalkanku, dia malah menggendongku. Tubuhku terayun-ayun di udara. Aku mati-matian menyembunyikan tawa. Saat kami berhasil menuruni tangga pesawat. Aku tidak kuasa menahan tawa. Tawaku meledak. Mike mendelik. Aku tertawa kencang sambil melingkarkan lengan ke lehernya.

"Anda mengerjai saya?." Aku tertawa makin kencang. Tahu aku mengerjainya tapi Mike tidak berniat menurunkanku. Dia baru menurunkanku saat kami akan memesan taksi di depan bandara.

"Udahlah kita jalan kaki aja. Kita cari hotel dekat dekat sini." Aku menyeretnya untuk mengikutiku. Satu hal yang sangat kusuka dari Mike, dia tidak pernah menolak apapun yang kuinginkan. Mike tidak bisa menolakku.

"Nona." Panggilnya terdengar menuntut. "Ini sudah malam. Kita baru saja tiba." Dia mengandeng tanganku seperti akan menyebrang. "Kita akan pergi dengan taksi dan mencari hotel di sekitaran sini." Aku manyun. Tidak menyetujui idenya.

"Lebih enakkan jalan kaki aja. Ini masih jam tujuh. Belum malam-malam amat." Aku membuat ekspresi pura-pura sedih. "Ayolah, Mike." Aku menggoyangkan tangannya, membujuk. "Ya ya ya~~ ayolah. Lagian gue masih kuat kok jalan. Penerbangan cuma satu setengah jam aja." Mike menghembuskan nafas lalu mengangguk pasrah. Aku tersenyum lebar.

Sekilas, hanya sekilas. Aku seperti melihatnya. Itu Matteo. Dia lewat di sampingku, dia menggenakan masker untuk menutupi wajahnya. Matteo masuk ke Starbuck. Dia masih mengenakan pakaian yang sama seperti kemarin. Kaos hitam dan celana sama hitamnya. Aku tidak mungkin salah mengenalinya. Aku sangat mengenalnya. Aku tahu seperti apa bentuk punggungnya meskipun dia berjalan membelakangiku. Aku ingat persis caranya berjalan.

Mike sampai melihatku heran. "Ada apa?." Seketika semua lamunanku buyar. Matteo itu bisa melakukan apa saja. Dia bisa saja terbang ke sini hanya untuk melihatku. Hanya untuk membuatku tidak aman. Dia sangat berbahaya.

It's My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang