bab 32.

4K 252 18
                                    

Malam ini aku tidak bisa tidur, Matteo duduk di sampingku. Kami menonton Netflix di atas ranjang. Kepalaku bersandar di bahu Matteo sedang laki-laki itu merangkul bahuku dengan sebelah tangannya. Di depan kami ada popcorn yang sudah disiapkan Matteo, dia sampai membangunkan seorang juru masak hanya untuk membuatkan kami popcorn di tengah malam begini. Matteo mengambil popcorn lalu menyuapkannya padaku. Seperti teringat sesuatu keningnya berkerut. "Oh ya, kamu tadi belum makan, Irene." Dia bangkit dari ranjang. "Aku akan meminta mereka menyiapkan makanan untuk kamu."

Aku menggeleng tidak mau. "Nggak usah deh, aku makan besok saja."

Tatapan Matteo jadi penuh peringatan, seperti seorang ayah ketika menuntut sesuatu pada anaknya. "Kamu harus makan sekarang, ratu."

Aku memberinya tatapan permohonan. "Besok aja, ya."

Dia menggeleng keras. "Kamu harus makan, aku akan meminta mereka menyiapkan untuk kamu." Dia pergi setelah mengatakan itu.

"Matteo." Aku merengek. Matteo berbalik.

"Aku hanya sebentar, tidak lama." Tatapannya jadi penuh seringai jahil. "Apa kamu sangat tidak ingin kutinggal sampai merengek begitu, sayang."

Aku mencibir. "Kamu membicarakan dirimu sendiri, siapa yang rela terjaga semalaman demi menemani aku di sini." Matteo tertawa. Lalu dia berjalan panjang ke tempatku dan melemparkan diri keranjang. Tangannya menangkapku. Aku berakhir di dalam pelukannya. Pelukannya kencang, jujur aku susah bernafas. Dengan setengah menjerit aku melepaskan diri, tapi Matteo mempererat pelukan kami. Dia tertawa puas ketika aku akhirnya menyerah. "Sakit, Matteo. Kalo aku mati gimana?."

Matteo terkekeh. "Kamu tidak akan mati hanya dengan kupeluk, sweet butter." Aku mengernyit.

"Kok sweet butter?." Aku mendongak untuk melihat matanya.

"Iya, kamu membuatku meleleh seperti mentega, sayang." Aku tersenyum. Kucubit hidungnya yang indah itu.

"Kalo gitu kamu hero knights." Aku tersenyum, kusentuh dada Matteo lalu kutunjuk di sana. "Karena kamu menyelamatkan dunia Irene Ava dari kerusakan besar."

Matteo tersenyum. Menggenggam tanganku yang menyentuh dadanya. "Itu berarti aku sangat penting." Aku mengangguk. "Sepenting apa aku?."

"Sepenting alasan aku masih ada sampai sekarang." Matteo tersenyum lalu mencium keningku. Lalu dia memelukku lagi, pelukannya tidak seerat tadi. Ada kehangatan di pelukannya yang membuatku merasa nyaman.

"Kamu itu milikku, kamu milikku dan anak-anak. Kita keluarga, keluarga tidak boleh saling meninggalkan."

Aku memeluknya kencang-kencang. "Kamu memberi apa yang tidak kupunya."

Matteo mencium rambutku. "Kamu melengkapi kekuranganku." Aku mengernyit, yang kutahu aku tidak melakukan apa-apa untuk hidupnya.

"Apa?."

"Anak-anak. Kamu menjadi ibu untuk mereka." Aku tersenyum.

"Bukankah memang aku harus begitu?."

Matteo mengigit telunjukku. Aku menjerit, dia terkekeh. "Kenapa kamu tidak muncul dari dulu, Irene?."

"Memangnya kamu mau pacaran sama anak di bawah umur." Matteo tertawa. Lalu dia melepas pelukan kami. "Aku akan meminta mereka membuatkan makanan." Matteo beranjak bangkit tapi aku menahan tangannya. "Kenapa, Irene?."

"Bisa hubungi mereka lewat intercom aja."

"Aku tidak yakin mereka mendengarnya, ini tengah malam."

"Hubungi Mike aja, biar Mike yang bilang."

Matteo tersenyum, seperti mengetahui kebohongan yang kusembunyikan. "Bilang saja kamu tidak ingin kutinggal, sweet butter." Aku tidak menjawab tapi melihatnya dengan cemberut. Matteo terkekeh lalu dia duduk kembali. "Baiklah nona Arsen yang cantik." Dia mencium rambutku sekilas lalu mengambil intercom di atas nakas. Aku tersenyum melihatnya. Kupeluk dia dari belakang, tanganku melingkari perutnya. Aku menyandarkan kepala di punggungnya yang lebar. Matteo terkekeh. "Mike, katakan sama Adam, suruh membuat makan malam untuk Irene." Matteo melihatku. "Kamu ingin makan apa, sayang."

It's My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang