bab 46.

2.3K 256 26
                                    

Ini sudah pukul dua belas tapi aku sejak satu jam yang lalu masih belum tidur. Aku tidur lebih awal karena tidak ada jadwal, Lily pulang selama hampir lima hari, dan lima hari ini aku mengosongkan semua jadwalku, besok tepat enam hari, besok Lily akan kembali ke Italia. Ya begitulah hubungan kami, LDR. Meski terasa berat tapi enam tahun kami menjalaninya, jadi sedikit terbiasa meski kadang juga masih kangen.

Aku beberapa kali berpindah posisi tapi tetap tidak bisa tidur. Pikiranku melayang memikirkan perkataan beberapa pelayan rumah Matteo tadi. "Setiap kali berkunjung Mr. Matteo hanya akan berada di rumah, beliau lebih banyak mengurung diri di dalam kamar. Kami para pekerja tidak ada yang boleh memasuki kamarnya termasuk para pelayan yang bertanggung jawab untuk membersihkan kamar Mr. Matteo. Mr. Matteo membersihkan kamarnya sendiri."

"Apa Matteo terlihat baik-baik aja?."

"Beliau selalu mabuk." Aku menghela nafas panjang. Dia benar-benar tidak baik-baik saja. Bagaimana dia bisa merawat anak-anak dan membuat anak-anak bertumbuh dengan baik sementara dia sendiri kacau.

"Apa dia meracau setiap kali mabuk?."

"Beliau beberapa kali menyebut nama anda." Aku memejamkan mata dan mengusap wajah. Dia begitu menyedihkan tapi bukan itu yang kukhawatirkan, melainkan anak-anak. Dan kekhawatiran itu membuatku tidak bisa tidur sekarang. Begitu banyak pekerjaan yang kuurus, begitu banyak kegiatan yang kujalani tapi semua itu tidak pernah ada yang sampai membuatku tidak bisa tidur kecuali anak-anak.

Aku menghela nafas panjang lalu memutuskan turun dari ranjang. Daripada tidak bisa tidur dan terus mencoba tidur tapi gagal lebih baik aku bekerja, memeriksa email dan beberapa berkas. Semenjak mengosongkan jadwal dan menghabiskan waktu dengan Lily, aku sekarang jadi lebih banyak mengurusi perusahaan, kadang sementara Lily tidur siang aku ke kantor sebentar, memimpin rapat atau meminta orang kantor untuk rapat di apartemen. Hal yang tidak bisa kulakukan saat aku sibuk dengan kegiatan keartisan.

Begitu pekerjaan selesai dan sudah pukul satu malam, pikiranku kembali lagi pada Matteo, pada kekhawatiranku pada anak-anak. Aku menyandarkan punggung pada kursi santai di dalam kamarku. Berfikir sampai puyeng apa yang harus kulakukan untuk menghentikan kekacauan Matteo. Aku memijat kening saat suara dering ponsel terdengar, awalnya kukira itu ponselku ternyata itu ponsel Lily. Ada nama Dadda tertera di layar. Kuambil ponselnya, akan kukatakan kalau Lily sudah tidur tapi dia malah meracau duluan.

"Nak, kamu bersama mama Irene. Ya, Dadda tau kamu sedang bersama mama." Dia tertawa. Matteo sedang mabuk. Aku memijat kening makin puyeng. "Dadda baru saja melihat mama, mama memakai gaun marun, mama terlihat cantik sekali, sangat cantik sampai Dadda terpanah." Aku teringat tadi sore baru saja memposting foto dengan gaun marun di instagram. Orang ini benar-benar sinting. "Dari dulu mama memang sangat cantik, dari sejak Dadda melihatnya enam tahun yang lalu. Dia begitu pendiam, tidak banyak bicara tapi tampak paling bersinar diantara teman-temannya." Dia diam.

Dulu, hanya mendengar suaranya saja jantungku rasanya seperti mau copot, sekarang aku mendengar suaranya sambil sakit kepala memikirkan anak-anak.

"Bilang sama mama, Dadda sangat mencintainya, Dadda sangat merindukannya seperti orang gila. Dadda tergila-gila sejak enam tahun yang sampai sekarang. Dadda tidak bisa melupakannya." Aku menghela nafas panjang. Kamu sekarang menyesal, Matteo? Dulu kemana saja memangnya? Kenapa dari dulu kamu tidak mencoba mempertahankan hubungan kita? Kenapa harus ada penyesalan untuk semua ini? "Nak, kamu kok diam saja?." Dia diam sebentar. "Ah iya, di sana sekarang sudah malam, ya." Dia diam lagi. "Dadda tidak bisa berhenti memikirkan mama, kepala Dadda dipenuhi mama. Hati dadda juga begitu. Mama ada dimana-mana, mama memenuhi hidup Dadda tapi Dadda tidak bisa memilikinya."

Aku mengusap wajah frustasi. Apa dia sering bicara begini dengan Lily? Apa Lily juga tahu kalau bapaknya kacau? Apa yang akan anak itu lakukan seandainya dia tahu?

It's My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang