Aku menyiapkan makan malam kami, maksudku, Matteo, aku dan anak-anak. Kuangkat mangkuk berisi mie yang diberikan pelayan dan meletakkannya di depan meja Matteo. Sesuai janjiku pada anak-anak aku akan membawakan mereka mie sebagai hadiah setelah pulang bekerja. Tapi mie yang dimasak di sini bukan mie instan seperti yang di minta Arthur, mie yang menjadi menu malam ini adalah mie buatan koki pribadi Matteo yang dibuat sedemikian rupa menyerupai mie instan. Aku tersenyum geli, menyadari kami semua membohongi Arthur dengan mengatakan ini adalah mie instan. Yang kuharap semoga kebohongan ini tidak berbuntut panjang.
Aku mendudukkan diri di kursi makanku, di sisi kanan Matteo yang duduk di kepala meja. Di sebelahku ada Alana yang menyendok mie nya dengan berantakan. Baru saja aku akan menyendok makanan milikku tapi langsung berdiri dan nyaris menjerit begitu Arthur tersedak. Matteo yang duduk di kepala meja, dan paling dekat dengan Arthur cepat-cepat berdiri. Dia memberikan Arthur air putih. Anak itu menenggaknya sampai separuh isinya tandas. Aku duduk lagi dan bernafas lega.
"Pelan-pelan Arthur." Kataku yang kutujukan pada Arthur tapi yang menoleh melihatku malah bapaknya, lewat matanya dia seakan berkata 'tuh liat Arthur kalo makan kayak kamu' yang kubalas dengan sebelah sudut bibir terangkat dan tatapan merendahkan. Matteo malah terkekeh. Membuat ketiga bayi-bayi itu menoleh melihatnya. Dia langsung berdeham menyadari kesalahannya, padahal dia yang memberikan aturan, tidak boleh ada suara di meja makan. Ketika dia melihatku, aku memberikan tatapan mengejek lewat mataku. Matteo mati-matian menahan tawa, dia mengambil minumnya, menenggaknya lalu menunduk untuk menyembunyikan tawa tanpa suara. Setelah sibuk dengan dirinya sendiri Matteo mendongak seketika tatapannya tertuju pada Arthur yang menyingkirkan selada di mangkuknya.
"Arthur, lihat kakak Lily nak, kakak Lily menghabiskan seluruh sayurannya. Arthur nggak malu dengan kakak Lily, laki-laki sejati nggak boleh membuang makanannya." Arthur melihat Daddanya dengan bibir mengerucut.
"Sayurnya bisa di kasih ke molly, Dadda."
"Apa kamu mau molly diare karena makan selada?."
Arthur menggeleng dengan raut sedih, kelereng matanya yang lebar jadi terlihat sangat mengemaskan ketika dia begitu. "Molly biasanya makan sayur nggak diare kok, Da?."
"Kucing tidak diperbolehkan memakan selada, bawang, labu dan kentang, Arthur. Arthur ingin molly sakit karena selada?." Anak manis itu menggeleng tidak mau. "Ya, sudah makan sayurnya, nak. Lihat kakak Lily, kakak Lily menghabiskan semua sayurannya." Matteo berpaling melihat Alana. "Lihat Alana, dia sangat menyukai brokoli, nak. Kamu tidak ingin seperti adikmu?." Arthur diam saja dengan bibir yang masih cemberut. Dia melihat Matteo dengan merajuk.
"Arthur suka mienya?." Kukatakan dengan suara lembut yang tidak menuntut. Dia melihatku lalu mengangguk. "Kalo suka mienya berarti nanti mau makan mie lagi?." Dia mengangguk antusias, wajah merajuk itu jadi menghilang seketika. Aku tersenyum geli melihatnya. "Tapi kalo hari ini mie nya doang yang habis tapi sayurannya enggak, kakak Irene jadi sedih. Arthur mau bantu kakak Irene biar nggak sedih?." Dia mengangguk polos. Kupikir meskipun lebih cerdas ketimbang anak-anak lain seusianya tapi Arthur tetaplah anak kecil yang polos. "Kakak Irene nggak bakal sedih lagi kalo Arthur habisin semua sayurnya. Ntar kakak Irene buatin mie instan buat Arthur lagi deh." Mata lebar Arthur berbinar. Pipi gendutnya menyunggingkan senyum.
"Serius kak Irene? Nanti kakak buatin mie instan lagi buat Arthur?." Aku mengangguk.
"Iya dong. Nanti kakak Irene buatin yang banyak buat Arthur."
"Asiiiikkkk. Makasih kak Irene."
"Nanti kalo Arthur rajin abisin sayurannya nanti kakak Irene sering-sering bikinin mie instan lagi deh."
Dia memberiku jempolnya sambil berkata. "Oke deh."
Aku melihat Matteo dengan senyum kemenangan. Sedang bapak tiga anak itu melihatku dengan senyum terheran-heran seakan berkata 'bisa juga kamu ngerayunya ya.'
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Dream
RomanceDinikahi laki-laki beranak tiga yang setampan David Beckham saat masih muda, disaat usiaku masih 17 tahun! Aku menelan ludah. Dia... uhm ... Bagaimana aku menggambarkannya... Aku kehabisan nafas. Dia luar biasa tampan. Sangat seksi dan matang. Ini...