Mobil berhenti, Matteo menggendongku seperti orang kesetanan. Langkahnya sangat cepat, aku sampai berpengalaman pada kemeja navy blue-nya saking takutnya tiba-tiba terjatuh. Dia membawaku ke IGD. Aku di baringkan di atas ranjang rumah sakit, dia menjelaskan kondisiku sebentar lalu mengangguk pada seorang dokter dan keluar.
Setelah aku selesai diperiksa Matteo datang kembali. Tampilannya acak-acakan. Rambutnya berantakan, kemejanya kusut. Ada keringat yang menetas di dahinya. Wajahnya masih terlihat tegang. Apa dia begitu khawatir? Apa dia khawatir denganku? Dia berbicara dengan seorang dokter, mereka keluar sebentar. Saat dia kembali, ditangannya dia membawa teh hangat. Dia berdiri di samping ranjangku. Melihatku dengan senyuman sedih.
"Kamu nggak pa-pa, Irene? Ada yang sakit?." Tanyanya masih selembut dulu. Aku menggeleng. "Minum teh ini dulu, ya." Katanya lalu membantuku duduk. Dia juga membantuku minum, aku terlalu lemah untuk melakukannya. Bisa membuka mata saja rasanya sudah bersyukur.
"Tolong jangan bilang anak-anak kalo aku makin parah." Aku mengatakannya dengan suara lemah. Semoga dia mendengar. Dia mengangguk.
"Kamu masih memikirkan anak-anak di saat kondisimu seperti ini?."
"Begitulah orang tua." Dia tersenyum, senyuman kagum.
"Kamu harus tidur dulu, dokter mengatakan kamu harus istirahat." Aku menggeleng.
"Aku perlu Nande." Aku melihatnya dengan lemah. "Kamu boleh pulang, makasih." Dia tersenyum kecil yang sedih.
"Aku tidak sempat membawa ponselmu, mungkin tertinggal di studio." Aku mendesah kesal sedikit.
"Oke, nggak masalah. Aku bisa mengurus administrasinya nanti. Kamu boleh pulang."
"Lalu siapa yang akan menjagamu?."
"Aku bisa sendiri." Dia melihatku tidak yakin. "Nande pasti sebentar lagi datang."
"Sementara menunggu Nande datang, aku akan menjagamu." Aku ingin menolak. Aku ingin menyuruhnya pergi saja tapi aku terlalu lemah mendebatnya. Matteo mengusap tanganku lembut, kelembutannya mengalihkan rasa sakitku. Kelembutannya membuatku terlelap lebih cepat. Aku tertidur, untuk pertama kalinya setelah enam tahun dengan Matteo di sisiku berserta kelembutannya.
***
Baru sebentar aku tidur, aku sudah terbangun lagi. Matteo sudah memindahkanku ke ruang perawatan. Ruang perawatan super mewah yang kurasa tidak perlu, meski aku sanggup membayarnya tapi kurasa buang-buang duit.
Matteo duduk di samping ranjangku. Dia tersenyum sewaktu melihatku membuka mata. Senyuman itu tidak berbinar seperti dulu. Senyumnya sedih, ada kekecewaan dan penyesalan di senyuman itu. Sejak awal pertemuan pertama kami sampai hari ini, aku tidak pernah melihatnya benar-benar tersenyum sungguhan, senyumannya selalu terlihat sedih.
Perutku serasa diaduk, seperti ada benda asing yang memaksa keluar. Aku muntah. Aku mendadak muntah dan tidak bisa menahannya. Muntahanku mengenai kemeja Matteo. Aku syok. Aku takut dia marah. Ternyata dia malah berdiri cepat, memijat tengkukku. Membuatku jadi lebih baik. Aku terengah. Dengan rasa bersalah aku melihatnya menyesal.
"Sori ... aku--"
"Tidak apa. Aku bisa berganti baju. Yang penting kamu ... Kamu baik-baik aja?." Aku mengangguk. Dia menekan tombol di atas ranjangku. Dia memberiku minuman dan membantuku minum. Aku di baringkan lagi. Dia membersihkan sisa muntahan di mulutku dengan tisu basah. Dia juga melakukannya pada ujung rambutku yang terkena muntahan. Dia melakukannya dengan kelembutan.
Lalu Matteo membersihkan muntahanku di lantai. Dia tidak jijik. Aku yang melihatnya saja merasa jijik. Dokter datang saat Matteo masih berjongkok membersihkan sisa muntahanku. Tentu saja dua dua orang dokter dan dua orang perawat itu terkesiap melihatnya. Seorang Matteo Arsen yang begitu disegani tiba-tiba mau membersihkan sisa muntahan orang. Oh aku lupa, aku adalah gadis yang dicintainya, bukan orang lain. Wajar saya dia mau begitu. Dulu aku juga begitu menyerahkan segala yang kumiliki untukmu, sekarang kamu yang melakukannya untukku. Bukankah roda berputar?
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Dream
RomanceDinikahi laki-laki beranak tiga yang setampan David Beckham saat masih muda, disaat usiaku masih 17 tahun! Aku menelan ludah. Dia... uhm ... Bagaimana aku menggambarkannya... Aku kehabisan nafas. Dia luar biasa tampan. Sangat seksi dan matang. Ini...