Tia berdiri, dia tersenyum sedikit pada Matteo. "Gue permisi sebentar, gue tadi lupa order gofood, pasti makanannya nyampe. Gue musti ambil dulu." Lihat, dia pintar sekali berbohong.
Aku akan membuka mulut dan menghentikan Tia tapi si cerewet itu sudah keburu kabur duluan. Matteo duduk di sampingku, dia memberikan jarak yang cukup untuk kami. Dulu, kalau kita duduk berdua begini, aku akan menyandarkan kepala di bahunya, kedua tanganku bergelayut manja di lengannya. Sekarang, kami duduk berdua dan merasa canggung. Enam tahun telah mengubah semuanya.
"Sudah baikan?." Dia membuka obrolan. Aku mengangguk.
"Lumayan." Aku tidak ingin menjawab terlalu banyak. Aku tidak ingin membuka diri terlalu banyak seperti dulu.
"Kamu terlihat lebih segar."
"Tentu." Kenapa sekarang aku jadi merasa aku merajuk. Kamu bukan Irene Ava yang dulu. Kamu berbeda. Kamu harus mengimbangi kalau perlu kamu harus mendominasi. "Pertemuan yang enggak terduga, sedang ada kerjaan di sini?." Matteo tersenyum, senyum tipis.
"Baru saja menyelesaikan beberapa urusan di sini."
"Kamu sangat sibuk di sini." Dia terkekeh.
"Hanya mengurus beberapa yang perlu kuurus."
"Perusaahan utama kamu di Italia, harusnya Mike yang mengurus di sini."
Dia tersenyum tipis, sambil menerawang ke atas, ke langit yang masih cerah di sore ini. "Aku lebih suka mengurusnya sendiri. Datang ke sini, rasanya seperti pulang." Melihatmu di sini, rasanya juga seperti pulang. Aku membuang muka. Melihat apa saja asal tidak melihat tubuh itu yang sangat ingin kupeluk. Tia benar, aku masih menginginkan dan merindukannya setelah semua ini. Setelah semua kerusakan yang dia perbuat.
"Kuharap kedatangan kamu ke sini benar-benar untuk urusan pekerjaan."
"Ya, kuharap juga begitu." Dia menyeruput kopinya. "Apa yang kamu suka?." Dia bertanya tanpa menoleh melihatku. Mata hijaunya menatap lurus pada hamparan rumput luas di depan kami.
"Apa?."
"Tinggal di sini."
"Kamu tahu gimana, Mike. Dia mengurus segalanya." Matteo tersenyum mengejek.
"Kamu sangat akrab dengannya."
"Dia suamiku." Matteo terkekeh.
"Dari dulu sampai sekarang, dia memang sangat bisa diandalkan dalam segala hal."
"Kamu menemukan orang yang tepat."
"Apa Mike juga tepat buatmu?."
"Tentu. Mike yang terbaik."
"Irene?." Dia memanggilku. Kali ini aku menoleh untuk menatap mata hijaunya.
"Iya?."
"Terima kasih."
Tentu saja aku mengernyit tidak mengerti. "Buat?."
"Anak-anak. Kamu merawat anak-anak seperti anak kandungmu sendiri. Setiap kali pulang dari Indonesia mereka selalu membicarakanmu."
Aku menerawang, membayangkan anak-anak. "Anak-anak, satu-satunya keluarga yang kupunya. Tanpa mereka entahlah." Matteo mengangguk, entah untuk membenarkan perkataanku atau apa.
"Mike benar, kamu terlihat lebih kurus, Irene. Kamu melakukan banyak hal."
Aku tersenyum sedikit. "Orang-orang begitu khawatir padahal aku melakukan hal yang kusuka."
Kali Matteo menoleh, tersenyum tulus. Senyum berbinar yang sedikit getir. "Aku turut bangga untuk Irene Ava yang sekarang."
"Terima kasih." Karena kamu aku bisa jadi Irene Ava yang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Dream
RomanceDinikahi laki-laki beranak tiga yang setampan David Beckham saat masih muda, disaat usiaku masih 17 tahun! Aku menelan ludah. Dia... uhm ... Bagaimana aku menggambarkannya... Aku kehabisan nafas. Dia luar biasa tampan. Sangat seksi dan matang. Ini...