Entah kenapa tidur kali rasanya aku benar-benar tidur dengan baik. Entah karena usapan Matteo di punggung atau karena ciumannya, yang jelas aku benar-benar tertidur pulas. Apa ini yang kubutuhkan? Apa kehangatan ini yang kuinginkan? Semua kemewahan, nama besar dan ketenaran, aku memilliki semua yang diimpi-impikan banyak orang tapi aku kesepian. Jauh di dalam sana, Irene Ava kosong. Sepi dan sendiri. Begitu kesepian di tengah gemerlap dunianya.
Aku menyadari itu, sejak enam tahun yang lalu sampai hari ini pada Irene Ava yang dulu dan yang sekarang aku selalu membutuhkannya. Dan kenyataan itu membuatku semakin membencinya. Kenapa harus dia? Kenapa bukan orang lain saja? Kenapa aku tidak bisa jatuh cinta dengan orang lain saja? Kenapa aku masih mengharapkannya setelah semua kerusakan yang dia buat. Ini gila. Aku tidak boleh begini. Aku bukan lagi Irene Ava yang bodoh. Aku sekarang berbeda. Sekalipun aku masih sangat mencintainya, untuk semua rasa sakit dan dendamku aku tidak akan pernah sudi menerimanya kembali.
"Kamu ingin sesuatu?." Matteo bertanya. Dia sudah berganti baju, salah seorang pelayan rumah membawa bajunya ke sini. Dia juga sudah mandi. Rambutnya basah. Dia tampak lebih segar.
Aku menggeleng. Aku cuman ingin kamu pulang dan jangan temui aku lagi. "Irene, katakan kalo kamu ingin sesuatu." Aku mengangguk saja. Kapan sih Nande datang? Apa begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya? Apa dia sangat sibuk? Aku sangat lapar, aku ingin makan tapi terlalu lemah melakukannya. Aku butuh Nande. Aku tidak boleh meminta Matteo membantuku, itu akan membuatnya menang.
"Berita menyebar begitu cepat, publik geger kita berkencan." Aku hanya bergumam, malas menanggapinya. "Kamu nggak masalah?." Mata hijaunya melihatku intens.
"Nande akan mengurusnya." Dia tergelak.
"Kamu punya banyak jagoan untuk melindungimu." Ya, mereka melindungiku terutama dari bajingan kayak kamu. Kapan sih Nande akan sampai? "Kenapa kamu terlihat gelisah, Irene?." Bukan urusanmu.
"Aku cuman mikirin beberapa pekerjaan yang harusnya bisa diselesaikan tapi karena aku di sini jadi nggak bisa." Dia terlihat tertarik.
"Mau kubantu menyelesaikannya?."
"Nande bisa melakukan segala hal buat aku."
"Dia seperti suami kamu?."
"No, cuman Mike yang boleh kusebut begitu." Dia tersenyum sedikit, senyuman sedih. Entah kenapa aku senang melihat senyuman kesedihan itu.
"Ibu, anda tidak apa-apa?." Nande masuk dan mendorong pintu seperti orang kesurupan. Dengan tergesa dia menuju ranjangku. Matteo yang duduk di samping ranjangku sampai berdiri.
"Saya cuman demam dan terlalu lemah jadinya pingsan." Nande terlihat menghembuskan nafas panjang penuh kelegaan. "Bisa tolong ambilin minum, saya terlalu lemah melakukannya." Nande tersenyum sedikit pada Matteo. Lalu mengambil minum di meja dekat ranjang yang juga dekat dengan Matteo. Nande membantuku minum.
"Anda menginginkan sesuatu?." Aku mengangguk.
"Makan, saya tadi muntah dan sekarang cukup lapar." Nande mengangguk dan mengambil makanan yang diberikan rumah sakit. Dia duduk di pinggir ranjangku dan menyuapiku. Aku mendengar Matteo mengumpat lirih. Dia berdiri kesal dan duduk di kursi tamu yang jauh dari kami. Cemburu, Matteo?
"Maaf terlambat, saya tadi perlu menyelesaikan beberapa urusan dulu sebelum ke sini."
"Nggak masalah."
"Tolong urus berita-berita itu." Nande sepertinya mengerti berita apa yang kumaksud, dia mengangguk.
"Saya akan menginap di sini nanti malam, anda tidak keberatan?."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Dream
RomanceDinikahi laki-laki beranak tiga yang setampan David Beckham saat masih muda, disaat usiaku masih 17 tahun! Aku menelan ludah. Dia... uhm ... Bagaimana aku menggambarkannya... Aku kehabisan nafas. Dia luar biasa tampan. Sangat seksi dan matang. Ini...