Heyyy,
Cerita baru dari aku.
Semoga suka ya,Enjoy your reading🐰
***
Mata hijau itu melihatku, mata hijau dalam yang terang. Tatapannya intens, sangat intens sampai kupikir sanggup menembus pikiranku. Aku menelan ludah, dia hanya menatapku, hanya menatapku dengan tatapan yang sanggup membuat sesuatu di dadaku bermekaran. Hanya seperti itu sampai kurasa dia sudah menghabiskan bermenit-menit hanya untuk menatapku, sama sekali tidak peduli pada pidato kepala sekolah yang sangat antusias sampai rasanya mic yang dia pegang mau pecah, suara cemprengnya menggelegar penuh semangat dan penghormatan seolah yang berkunjung kesini adalah presiden. Padahal laki-laki bermata hijau terang itu hanyalah milyarder paling kaya yang berbaik hati bersedia memberikan donasi yang tidak tanggung-tanggung untuk sekolahku ini.
Sampai sesosok anak berusia sekitar tiga tahun dalam gendongan tangan kanannya menangis seperti meminta sesuatu, laki-laki itu baru melepaskan tatapannya padaku. Aku menyentuh dada, kurasakan degupnya masih menggila. Masih menggila meskipun laki-laki itu sudah tidak lagi menatapku. Ada apa denganku? Apa aku baru saja menyukai laki-laki itu? Apa aku tertarik dengannya? Aku tidak pernah jatuh cinta. Hanya sekali seumur hidupku sekaligus cinta pertamaku, cowok itu adalah Axel, kakak kelas satu tingkatku disini.
Dia ketua OSIS. Gadis-gadis di sini rata-rata mengaguminya, dia semacam pangeran sekolah. Dia punya tubuh berotot yang bagus, meskipun tidak sebagus pria beramata hijau itu, aku tahu dia punya otot yang .... Boleh kubilang seksi. Okaelah, seharusnya boleh, aku sudah kelas sebelas SMA, teman-teman sekelasku saja sudah heboh membicarakan tubuhnya David Beckham yang masih hot meskipun sudah ubanan. Seharusnya aku sudah boleh melihatnya sebagai laki-laki .... seksi .... Oh tuhan lihatlah, otot bisepnya yang tercetak jelas sewaktu dia melipat legannya yang tertarik ketika mengendong anak perempuan tiga tahun itu.
Anak perempuan tiga tahun itu juga punya mata sama hijaunya dengan dia, bedanya kelereng mata gadis itu masih terlihat kecil, sangat mengemaskan saat dia tersenyum sebenarnya tapi yang dilakukannya sedari tadi hanya menampilkan ekspresi tidak suka. Dia sudah cemberut sejak mereka baru saja turun dari Limosin dan memasuki sekolah ini, seolah membenci apapun yang ada disini. Aku dulu juga pernah begitu, benci pada dunia berserta seisi-isinya. Mereka terlihat menjengkelkan di mataku, anak-anak yang berlomba-lomba menjadi terkenal di instagram, mereka menyebalkan dan merasa sok cantik. Apalagi kelompok anak yang sok pintar yang hobi menjilat guru supaya diberi nilai bagus, aku muak melihat mereka. Sampai anak-anak yang berlagak sok sibuk dengan embel-embel jadi anggota OSIS, mereka hanya ingin terlihat sibuk dan merasa tinggi akan itu. Semuanya menjengkelkan.
Kadang aku bermimpi seandainya ibuku punya banyak uang, aku bisa homeschooling dan main air seharian di rumah. Tidak perlu kesal dengan bermacam-macam bentuk anak-anak disekolah yang menjengkelkan. Tapi yang bisa kulakukan hanya berdamai dengan kenyataan. Ibuku membesarkanku seorang diri, ayah pergi saat usiaku baru empat tahun, meninggalkan aku dan ibu karena lebih memilih selingkuhannya yang punya uang banyak. Ayahku seorang pemabuk, dia suka mengonsumsi ganja, hutangnya yang luar biasa besar karena berjudi membuat ayah memilih selingkuhannya yang banyak uang daripada aku dan ibu yang hidup apa adanya begini.
Aku tidak pernah menyalahkan ayah atas pilihannya, toh hidupku dan ibuku baik-baik saja sampai saat ini. Kami sempat terpukul sampai beberapa minggu atas tindakan ayah, tapi setelahnya kami harus menjalankan hidup. Ibu harus bekerja supaya kami bisa makan. Agar aku bisa sekolah. Jadi, kuputuskan untuk tidak lagi memikirkan ayah, kuhapus dendam dan sakit hatiku. Ada banyak hal yang bisa kulakukan untuk membahagiakanku sendiri dan ibuku. Ibuku suka uang. Beliau suka belanja. Jadi kukumpulkan uang yang banyak. Aku bekerja siang sepulang sekolah sampai malam. Lalu memberikan semua uang yang kudapatkan kepada ibuku, hanya itu satu-satunya cara agar ibuku tidak lagi menangisi kepergian ayah. Ibuku bisa berbelanja dan menyenangkan dirinya sendiri. Aku tersenyum. Ah ibuku yang cantik. Aku harus bekerja setelah ini, lalu pulang sambil membawa uang yang banyak supaya ibu senang. Ibu bisa berbelanja sampai uang yang kuberikan habis.
Mata itu menatapku lagi, kali ini alisnya sampai melengkung keatas karena berkedut. Bibirnya membentuk garis lurus yang tipis. Rahangnya yang tegas ditumbuhi brewok tipis yang terlihat seksi dan .... Matang. Dia mengenakan kemeja putih yang mencetak tubuhnya pas, kupikir kemeja itu dijahit khusus untuknya. Seorang asisten yang setia berdiri dibelakang laki-laki itu membawa jas hitam yang digantung dilengannya, jas itu pasti milik laki-laki itu.
Sewaktu aku balas menatap mata hijaunya, ekspresinya tidak terbaca, dia tidak tersenyum atau merasa sungkan karena memperhatikanku terang-terangan. Aku menelan ludah berkali-kali, bergerak gelisah merasa tidak nyaman. Sesuatu yang berdegup kencang di dadaku membuatku berkeringat, padahal ini ruangan ber AC yang sengaja disetel dingin sekali karena ruangan aula ini diisi oleh seluruh anak disekolah ini, tapi hanya kerena tatapan laki-laki itu aku sampai berkeringat begini.
Aku berpaling melihat jendela kaca di sampingku, merasa tidak nyaman. Ada perasaan aneh yang membuatku merasa segala pergerakanku terasa salah. Laki-laki itu masih menatapku, tidak berpaling sedikitpun. Kucoba untuk tidak menghiraukannya tapi rasanya sulit sekali. Okay, fokus Irene, kamu bisa. Jantung bekerja samalah. Kucoba menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Kulakukan berkali-kali sambil tetap fokus pada hamparan rumput hijau di taman didepan sana. Sangat menggoda sebenarnya berguling-guling di atas rumput itu sambil main air, tapi sayanganya seberapapun kuat keinginanku berguling di atas rumput dan main air tapi tetap saja lebih besar keinginanku untuk menyelami mata hijau terang itu.
Aku memejamkan mata, berusaha fokus lagi, sekuat yang ku bisa. Menarik dan menghembuskan nafas berkali-kali tapi rasanya percuma, semua usahaku terasa sia-sia, seolah ada seseorang yang membisikkanku dengan kata-kata paling manis yang pernah kudengar, menghasutku agar berpaling, menembus mata hijau terang itu. Sebuah dorongan yang kuat sekali, kupikir semua usahaku sia-sia, ya memang sia-sia. Saat mencoba fokus lagi bayangan mata hijau dengan ekspresi tidak terbaca itu malah memenuhi kepalaku. Dia berputar-putar di otakku, seolah hanya ada mata hijau itu di kepalaku.
Sampai akhirnya aku menyerah. Aku berpaling balas menatap mata itu, dia masih melihatku. Apa kamu tidak lelah? Apa ada sesuatu dalam diriku yang membuatmu tertarik? Lalu apa? Semua cowok disekolah ini saja tidak pernah ada yang berani melihatku seperti ini, tapi dia malah melakukanya tanpa merasa berdosa. Anehnya, aku sama sekali tidak keberatan. Aku merasa tidak nyaman. Merasa segala pergerakanku terasa salah. Tapi aku menikmati itu, menikmati tatapan itu, mata hijau itu mencoba mencari sesuatu dalam diriku.
Kubalas tatapannya dengan lebih berani, kubiarkan dia menyelam ke dasar akalku, karena aku juga melakukan yang sama, mencari sesuatu yang tersembunyi didalam sana, di dasar akalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Dream
RomanceDinikahi laki-laki beranak tiga yang setampan David Beckham saat masih muda, disaat usiaku masih 17 tahun! Aku menelan ludah. Dia... uhm ... Bagaimana aku menggambarkannya... Aku kehabisan nafas. Dia luar biasa tampan. Sangat seksi dan matang. Ini...