05. Cemburu

1.4K 135 141
                                    

"Kutipan itu tugasnya menyindir, jika kau tersinggung maka itu memang untukmu."

~Reo pahlawan kebobolan

-HAPPY READING-

"Kenapa nangis?" tanya Saga khawatir.

Nafika mendongak, menatap orang yang menyeka air matanya. Itu adalah Saga, dengan Veya di sisinya, terlihat cemas.

Setelah tersadar dari lamunannya, Nafika cepat-cepat menghapus air matanya dengan kasar. "Gue gapapa," jawab Nafika tanpa menatap Saga, lalu pergi meninggalkan kantin.

Anna terkejut melihat Nafika pergi begitu saja. "Bocah sialan, dia yang ngajak ketemu Saga malah kabur duluan."

"Fika, kenapa?" tanya Saga pada Anna.

Sebelumnya Saga tak sengaja melihat Nafika tidak jauh dari mereka. Saga langsung bangkit dari duduknya saat melihat Nafika dengan mata memerah dan air mata di pipinya. Hal itu membuat Saga mendekati Nafika, khawatir ada sesuatu yang tidak beres.

"Ahh, dia habis nangis karena ... nonton drakor sedih, gitu deh! Iya, karena drakor, bukan karena yang lain," alibinya. Anna menggaruk tengkuknya dengan canggung.

"Anna, jawab yang jujur," desak Saga.

Anna menghela napas. "Oke, fine! Nafika cemburu melihat lo berduaan bareng Veya."

"Lah?" Saga dan Veya saling pandang.

Veya merasa tidak enak hati. "Maaf, Kak. Aku gak maksud nyakitin kak Fika. Tadi aku cuma nanya beberapa hal sama kak Saga." Wajahnya terlihat cemas.

"Gue udah jelasin, tapi dia kepalanya batu, nggak mau mengerti. Katanya, kalau cuma diskusi kan bisa di tempat lain, bukan di kantin?" Anna memandang Saga tajam.

"Dan, Saga, lo tahu kan kalau adik lo itu cemburuan banget kalo soal lo? Kenapa lo masih lakuin diskusi di tempat terbuka kayak kantin? Biasanya lo sering menolak ajakan Fika untuk pergi ke kantin."

Saga terdiam, pikirannya masih melayang pada bayangan Nafika menangis karena cemburu melihatnya bersama perempuan lain. Ini pertama kalinya Nafika menangis karena cemburu. Mungkin ini pertama kalinya Saga terlihat berdua dengan cewek lain.

"Maaf, maaf, aku yang memaksa kak Saga buat ke kantin," kata Veya panik saat Saga disudutkan.

Tatapan tajam Anna beralih ke Veya. "Oh ya? Karena lo yang maksa? Tapi, andai lo tahu, Fika itu lebih keras kepala dari siapa pun. Nggak mungkin lo bisa maksa Saga kalau gak ada hal yang spesial."

Veya terdiam, tidak bisa membantah.

"Paksaan dari Fika nggak ada gunanya, Veya memaksa karena ini penting," bela Saga. Ia memenuhi keinginan Veya karena itu penting, sementara keinginan Nafika hanya untuk bersenang-senang.

"Wow! Jadi, kebahagiaan Fika nggak penting, dan yang lebih penting itu diskusi lo sama Veya?" Anna bertepuk tangan tak percaya dengan jawaban Saga.

"Lo kenapa mojokkin gua? Ini urusan sekolah, bukan urusan pribadi!" sergah Saga tegas. Awalnya ia ingin menyusul Nafika, namun membatalkannya karena perdebatan dengan Anna.

Anna mengepalkan tangannya dengan marah. "Yang penting itu pendidikan, Saga, bukan organisasi sekolah. Lagipula, yang butuh itu Veya, kan? Bukan lo? Ga bisa banget, ya, jaga perasaan sahabat gue?"

"Lo tahu kan, gua dan Fika adik kakak, kenapa masih nanyain soal perasaan?" tanya Saga tak mengerti. Biasanya Anna mendukungnya untuk membuat Nafika berhenti mencintainya.

"Oh ayolah! Lo sama dia baru jadi saudara sejak dua tahun yang lalu, sedangkan perasaan Fika sama lo udah ada dari dulu!" Suasana semakin memanas, beberapa orang berhenti untuk mendengarkan mereka.

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang