“Mereka yang terlalu mencintai akan diajarkan sakit hati melalui kata mati.”
-HAPPY READING-
Reo mendorong pintu kamarnya dengan lesu, melepaskan rasa lelah setelah perjalanan pulang dari liburan. Tanpa banyak pikir, dia membaringkan tubuhnya di atas ranjang, membiarkan otot-ototnya yang tegang sedikit mereda.
Suara langkah kaki yang mendekat dari arah pintu membuat Reo menoleh. Di sana, Jack, informan pribadinya, muncul dengan wajah datar tanpa ekspresi.
“Ada informasi apa?” Reo bertanya langsung, tanpa basa-basi.
"Beberapa saat setelah Tuan dan teman-teman Tuan meninggalkan Nona Nafika, saya melihat seseorang mengikuti Nona. Namun, tak lama kemudian, salah satu temannya menyadari bahwa mereka diikuti, barulah orang itu pergi,” jelas Jack tenang, namun dengan nada serius.
"Lalu? Siapa bajingan itu?" Reo bertanya sambil melepas jaketnya dengan gerakan lambat namun penuh tekanan.
Jack menundukkan kepala, sedikit ragu. “Sayangnya, saya kehilangan jejaknya, Tuan.”
Reo mendengus singkat, pandangannya kembali tajam. Pikirannya berputar, mencoba merangkai kemungkinan siapa yang berani membuntuti Nafika saat dia jauh darinya.
“Itu bukan orang suruhan Madam Rishe?” Reo melontarkan pertanyaan yang lebih mirip pernyataan.
“Masih sulit untuk memastikan, Tuan,” jawab Jack, menghindari memberi jawaban yang pasti.
Reo menyipitkan mata, otaknya mengolah informasi dengan cepat. Bukan tanpa alasan dia mencurigai Rishe. Meski wanita itu berjanji tidak akan mengganggu, Reo tahu betul bahwa dia selalu punya rencana tersembunyi.
“Cari dan pastikan siapa bajingan itu. Jika memang dia suruhan Madam, biarkan. Gua yang akan urus semuanya sendiri.”
Jack mengangguk patuh, membungkukkan tubuh sebelum meninggalkan kamar majikannya.
Setelah Jack pergi, Reo menarik napas panjang, merasakan beban yang berat di dadanya. Dia meraih ponselnya, menghidupkannya, lalu menatap layar yang menampilkan foto Nafika dengan penuh perasaan. Jari-jarinya menyentuh layar, seolah ingin meraih sosoknya yang jauh di sana.
“Anything for you, Fii ... Gua nggak peduli meskipun harus memanipulasi semua orang, menghancurkan hidup mereka, asalkan demi lo,” bisiknya pelan, seiring senyumnya yang samar menghiasi bibirnya.
“Faktanya, sampai sekarang semuanya masih berjalan sesuai rencana gua ... kecuali satu hal—perasaan lo yang tetap buat Saga.”
Reo duduk di tepi ranjangnya, menatap kosong ke arah cermin di kamar. Ada perasaan dingin yang perlahan merayap dalam dirinya, perasaan yang dia pelihara selama bertahun-tahun, penuh rencana dan strategi.
Semua orang di sekitarnya—bahkan mereka yang dianggap paling kuat—ada dalam genggamannya. Dia tersenyum samar, mengenang bagaimana segala sesuatunya bermula, termasuk manipulasi yang dia lakukan terhadap ibunya sendiri, Rishe.
“Gua tahu betul bagaimana cara mainin hati orang, terutama nyokap gua sendiri,” gumam Reo pelan pada dirinya sendiri. Tatapannya berubah tajam, penuh kepuasan terselubung.
Dia ingat bagaimana dia mendekati Rishe, memutar kata-kata dengan sangat hati-hati, hingga menusuk tepat ke ketakutan terdalam wanita itu—ketakutan akan kehilangan kasih sayang anaknya.
“Waktu itu gua bilang ke dia, kalau dia nggak bikin Saga sama Neya menderita, gua gak akan anggap dia ibu,” Reo mendesah pelan, namun dengan nada penuh kebanggaan. “Rishe jelas ketakutan. Karena dia tahu, gua satu-satunya harta berharganya, dan itu udah cukup buat dia ngelakuin apa pun yang gua minta.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Nafika Badbaby Sist!
Teen Fiction"Saga, I LOVE YOU!!!" "Lu adek gua, Fika!" "Adek-adek'an gue, mah." *** Bagaimana reaksimu ketika orang yang kamu cintai sejak kecil, tiba-tiba menjadi saudara angkatmu? Move on, atau kamu justru semakin gencar menggodanya? Bagi Nafika, menjadi saud...