51. I never loved you

276 38 5
                                    

-HAPPY READING-

Reo bersenandung pelan saat melintasi koridor sekolah. Rambutnya tampak acak-acakan, seragamnya dikeluarkan dengan sembarangan dan terlihat kusut.

Siapa pun yang melihatnya dalam keadaan seperti ini mungkin tak akan percaya bahwa dia adalah Tuan Muda Gautama.

Namun, satu hal yang masih bisa meyakinkan orang lain adalah wajah tampannya yang mewarisi darah blasteran Indonesia-Jepang.

Dengan satu tangan terselip di saku celananya, Reo mendorong pintu kelas di depannya. "Selamat siang, rakyatku!" serunya dengan penuh percaya diri.

Namun, di dalam kelas hanya ada Rega, Anna, dan beberapa siswa lain yang menatap Reo dengan ekspresi datar dan malas.

Merasa tak mendapatkan sambutan yang diinginkan, Reo segera berpose lebay dan pura-pura tersakiti oleh tatapan dingin dari Anna dan Rega.

"Sungguh rakyat yang lancang!" desisnya dramatis.

Tak lama kemudian, Reo menyadari sesuatu yang ia cari-cari sejak tadi tidak ada di sana. "Where’s my princess?"

"Apa katanya?" Rega berbisik, kebingungan, meminta Anna untuk menerjemahkannya, tapi diabaikan.

Anna menghela napas panjang, lelah dikelilingi oleh orang-orang aneh seperti Nafika, Rega, dan tentu saja, Reo. Dia merasa butuh seseorang yang lebih waras untuk menemaninya menghadapi kekacauan ini.

"Kalau lo nyari Fika, dia udah diculik sama pangeran berkuda dari negara musuh," jawab Anna dengan nada sedikit berdrama, namun wajahnya tetap datar dan malas.

"Apa maksudnya?" Wajah Reo seketika berubah dingin.

"Dia pergi sama Saga," jawab Anna seadanya, tak berusaha menyembunyikan apapun atau menambahkan detail yang tidak perlu.

Rahang Reo mengeras, ia langsung berbalik dan bersiap untuk pergi.

"Sebaiknya lo gak usah ganggu," seru Anna, menghentikan langkah Reo.

Reo menoleh tanpa sepenuhnya membalikkan badannya, mengangkat satu alis, menuntut penjelasan dari Anna.

"Gue gak dukung Saga, Reo. Gue cuma minta lo jangan ganggu waktu pribadi Nafika. Masih ada hal yang belum selesai antara dia dan Saga," jelas Anna, memberikan sedikit detail yang seharusnya cukup jelas.

Reo kembali menatap lurus ke depan, siap melangkah lagi, tetapi Anna kembali memperingatkan.

"Lo mungkin lebih dulu kenal Fika, tapi gue lebih ngerti dia. Dia gak suka digangguin kalau lagi serius," ucap Anna, nada suaranya sedikit tajam dan sarkastik.

"Oy, tenang napa," gumam Rega, merasa pusing sendiri melihat perdebatan dingin ini.

Reo berdecak kesal sebelum berbalik lagi menghampiri Anna dan Rega. "Jadi? Apa yang dua bocah itu lakukan?"

"Mana gue tahu. Mereka tiba-tiba aja pergi setelah Fika maksa Saga," jawab Anna sambil menopang dagunya, sama-sama penasaran tentang apa yang membuat Nafika memaksa Saga pergi berduaan.

Suasana tiba-tiba menjadi hening. Para siswa yang tadinya ada di dalam kelas telah keluar, meninggalkan keheningan yang menggantung seperti kabut tipis di pagi hari.

"HAAA!!!" Anna tiba-tiba menghela napas besar, membuat Reo dan Rega terkejut seketika.

"Pantek! Suara lo gede banget, jantungan gua!" Reo protes sambil mengelus dadanya yang berdegup kencang.

Rega, yang tak sengaja terhantam meja karena kaget, mengelus perutnya yang masih terasa nyeri. "Nyut-nyutan, buset."

Anna tampaknya tak merasa bersalah sedikit pun. Ia hanya mendesah pelan, kecewa karena Nafika tak kunjung kembali.

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang