06. Bujuk rayu Saga

1.3K 115 56
                                    

-HAPPY READING-


Saga menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Sejak pulang dari sekolah, Nafika hanya berdiam diri di kamar, menolak untuk makan, turun, atau berbicara dengan anggota keluarga.

"Dia marah?" gumam Saga pada dirinya sendiri.

Di kamar, Saga juga enggan untuk keluar. Ia merasa bersalah atas kejadian tadi siang. Ucapan Anna membuatnya semakin khawatir tentang kondisi Nafika saat ini.

Lima hingga sepuluh menit Saga habiskan hanya untuk mempertimbangkan keputusan meminta maaf pada Nafika. Namun, keputusan itu berakhir dengan rasa gengsi—Saga akhirnya mengurungkan niatnya untuk meminta maaf.

Saga menghela napas tipis. "Semoga kesalahpahaman tadi siang bisa bikin Fika sadar."

Ting!

Sebuah notifikasi berbunyi dari ponselnya. Layar yang tadinya mati menyala, menampilkan sebuah chat dari Veya.

Saga meraih ponsel yang terletak di atas nakas dan membaca isi pesan dari Veya.

Veya Eskul:
Kak? Besok sibuk?

Saga mengetik sesuatu membalas chat Veya.

Anda:
Enggak
Kenapa?

Veya Eskul:
Aku mau ngajak Kakak ke restoran yang ada di jalan Parta. Ada yang mau aku tanyain tentang kegiatan osis

Anda:
Oh. Oke

Veya Eskul:
Serius?? Kakak mau?

Anda:
Ya
Besok setelah pulang sekolah

Saga mematikan layar ponselnya dan meletakkannya kembali di atas nakas. Sekilas, ia melihat jam di ponsel: pukul delapan malam lewat, dan Saga belum mendengar tanda-tanda Nafika keluar dari kamar.

"Kalau begini terus, dia tidak akan makan sampai besok," desis Saga kesal. Ia melangkah keluar dari kamar menuju dapur. Dengan cekatan, Saga menyiapkan makanan untuk Nafika—nasi goreng sederhana yang ia tahu disukai Nafika.

Setelah nasi goreng siap, Saga meletakkannya di atas nampan bersama segelas susu. Ia mengetuk pintu kamar Nafika dengan ragu.

Hening sejenak, lalu Nafika menjawab dari dalam, "Fika sudah tidur!"

Saga mengernyitkan dahi. Nafika memang sering kali payah dalam berbohong; jika ia sudah tidur, tidak mungkin ia menjawab dari dalam kamar.

Saga mengetuk pintu kamar Nafika sekali lagi. Kali ini, Nafika berdecak kesal dan dengan terpaksa berjalan menuju pintu kamar.

"Ada apa sih, Bi—" ucapan Nafika tertahan saat melihat Saga di depan pintu kamarnya. Raut terkejutnya hanya sesaat, berganti dengan ekspresi datar. Nafika memalingkan wajahnya, enggan menatap Saga.

"Ngapain ke sini?" tanyanya ketus.

Saga menghela napas dan tanpa permisi, melangkah masuk ke kamar Nafika.

"Loh???" Nafika melongo melihat Saga yang dengan santai memasuki kamarnya, padahal mereka berdua dilarang masuk ke dalam kamar masing-masing.

Saga meletakkan nampan berisi nasi goreng dan susu di atas nakas, lalu berbalik menatap Nafika yang baru saja menutup pintu kamar.

"Lo ngapain ke sini?"

"Makan," jawab Saga singkat, mengabaikan pertanyaan Nafika.

"Enggak. Bawa balik saja, atau kasihkan ke Veya!" Nafika menolak dengan nada menyinggung. Meskipun ia merasa senang atas perhatian Saga, rasa kesalnya sore tadi masih membekas.

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang