19. Rahasia apa?

1.1K 90 39
                                    

-HAPPY READING-

Reo membawa Nafika ke tempat pohon mangga yang sama saat mereka dikejar Ibu Weni. Sekarang, buah mangga itu berbuah lebat dan semuanya sudah matang.

"Woahh!! Semuanya masak di pohon, kok enggak ada yang ambil?" tanya Nafika dengan mata berbinar menatap mangga yang ranum.

Reo yang sedang membawakan tangga untuk Nafika hanya tertawa kecil. Dia tidak mungkin memberi tahu Nafika bahwa dia melarang siapa pun mengambil mangga itu, karena dia sudah membayar untuk semua mangga dan pohonnya.

Awalnya, Kepala Sekolah dan para guru keberatan, tetapi dengan koneksi yang dia miliki, Reo bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.

"Palingan mereka enggak doyan mangga," alibi Reo sambil menyiapkan tangga.

Nafika menoleh ke arah Reo, bertanya, "Kita enggak bakal ketangkep Ibu Weni lagi, kan?"

"Enggak bakal," jawab Reo sambil menyeringai.

"Awas aja kalau kita sampai kena hukum kayak kemarin! Capek tahu lari!" omel Nafika sambil memelototi Reo.

Reo menjitak pelan kepala Nafika. "Yee, yang mau lari kan lo sendiri. Gua udah bilang biar gua aja yang lari."

Sambil menggerutu, Nafika mulai menaiki tangga yang sudah disiapkan Reo. Reo naik terakhir untuk memegangi tangga agar Nafika tidak terpeleset.

"Jangan lihat ke atas, Reo! Gue cuma pakai sempak!" teriak Nafika sambil memegangi roknya.

Reo memalingkan wajahnya ke samping. "Siapa juga mau ngintip, sialan! Gua enggak nafsu sama papan kayak lo."

"Awas aja lo ngintip! Gue masih anak gadis, Reo..." ucap Nafika lirih, berusaha terdengar dramatis.

"Buru ah!" gertak Reo kesal. Setelah Nafika duduk aman di dahan pohon, Reo menyusul naik dan menghela napas.

Keduanya menatap murid-murid yang sedang berjalan menuju kantin atau pulang dari kantin. Reo berdiri, mengambil beberapa mangga yang matang.

"Nih, gede juga mangganya." Reo menyodorkan mangga jumbo kepada Nafika.

Nafika menatap Reo dengan berkaca-kaca, menerima mangga itu seolah menerima harta karun. "Baik banget lo."

"Enggak usah geer, gua ngasih yang gede karena gua tahu kalau lo dikasih yang kecil bakal ngamuk," kata Reo sambil mendengus. Dia menggigit kulit mangga jatahnya.

Nafika memandangi mangga di tangannya. Reo memberikan mangga yang belum dikupas, berbeda dengan yang sebelumnya. Ragu, Nafika mendekatkan mangga itu ke mulutnya, bersiap menggunakan gigi sebagai pisau pengupas.

Reo menghentikan tangan Nafika, mengambil mangga itu darinya. "Kalau mau dikupas, bilang! Jangan gengsi mulu."

Mendengar itu, Nafika melotot tajam. "Gue enggak bilang mau dikupas!"

"Ya makanya itu gengsi, udah tahu takut kebakar getah."

"Dih! Siapa yang takut, gue bisa sendiri kok!" Nafika membela diri, mencoba meraih mangga miliknya, tetapi Reo berdiri menjauhkan mangga itu dari jangkauannya.

"Siniin, enggak?! Gue bisa sendiri tahu!" Nafika ingin ikut berdiri, tetapi mangga yang sudah terkupas di hadapan wajahnya membuatnya diam.

Reo terkekeh geli melihat Nafika yang tiba-tiba jinak di hadapan mangga. "Gua cuma bercanda doang, Fii."

"Enggak lucu!"

"Iyalah, orang lucunya balik ke lo semua."

"Reo!!!"

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang