49. Nafika, dan ujiannya

325 44 15
                                    

-HAPPY READING-

Ujian kenaikan kelas akhirnya tiba. Nafika duduk di ruangan yang sunyi, hanya terdengar suara gemerisik kertas dan detak jam yang menggema. Dia menoleh ke arah Anna yang duduk di sebelahnya.

Anna tersenyum penuh keyakinan. "Lo pasti bisa, gak akan ada usaha yang mengkhianati hasil."

Anna benar. Nafika sudah berjuang keras untuk ujian kali ini. Jika dia gagal, tidak ada yang bisa menolongnya. Dia bukan lagi putri dari pengusaha kaya, dia sekarang hanya seseorang yang hidup sebatang kara.

Nafika mengepalkan tangannya, menyemangati dirinya. Dia tidak akan membiarkan usaha Anna dan Reo yang mengajarinya sia-sia. Setidaknya dia harus berhasil mendapatkan nilai di atas KKM.

Mata Nafika melirik ke arah bangku paling depan, di sana wajah Saga terlihat sangat serius. Rasanya ujian kali ini cukup aneh bagi Nafika, di mana dia harus bersungguh-sungguh mengerjakannya, tidak seperti dulu, ketika dia selalu memperhatikan Saga setiap saat.

"Ternyata, semuanya itu emang ada masanya." Nafika tersenyum pahit.

Dia merogoh sakunya, melihat sebuah gantungan kunci berbentuk jangkar yang sempat ia beli sebelum berangkat ke sekolah.

"Tunggu waktu yang tepat deh." Nafika memasukkan kembali gantungan kunci ke dalam sakunya, lalu fokus ke ujian.

Suasana ujian terasa tegang. Setiap siswa tampak serius, fokus pada lembar jawaban mereka. Guru pengawas berjalan pelan di antara barisan meja, sesekali memeriksa pekerjaan siswa. Nafika merasakan keringat dingin di telapak tangannya, tapi dia terus berusaha keras. Matanya menelusuri soal demi soal, memeras otak untuk mengingat semua yang telah dia pelajari.

Dia menulis dengan cepat namun hati-hati, memastikan setiap jawaban yang dia tulis benar. Nafika tahu, tidak ada ruang untuk kesalahan kali ini. Di luar jendela, angin bertiup lembut, seolah memberikan semangat tambahan padanya.

Nafika menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dia mengingat semua bimbingan dan dorongan dari Anna dan Reo. Mereka telah membantunya sejauh ini, dan sekarang adalah saatnya untuk membuktikan bahwa dia bisa.

Waktu terus berjalan, dan Nafika terus berjuang hingga lembar jawaban terakhir. Ketika bel tanda ujian berakhir berbunyi, Nafika merasa lega namun tetap tegang. Dia telah melakukan yang terbaik, dan sekarang tinggal menunggu hasilnya.

Anna segera menghampiri Nafika usai mengumpulkan lembar jawaban miliknya.

"Gimana, ngisi semuanya?" tanya Anna ketika ada di sebelah Nafika.

Nafika mengangguk, kemudian meringis. "Isi semuanya sih, cuma gak tau bener semua atau enggak."

"It's okay, gue yakin pasti ada kemajuan," Anna terus menyemangati.

Nafika tersenyum, matanya melirik sekilas bangku Saga yang sudah kosong. Cowok itu akhir-akhir ini sering keluar dari kelas, tepatnya semenjak pertengkaran hebat antara Nafika dan Saga.

"Kantin, yuk!" ajak Anna sambil menarik lengan Nafika, lalu mereka berlari menuju kantin sambil tertawa.

Rambut panjang Nafika yang kini digerai tanpa aksesoris apapun terbang dengan lembut dihembus angin. Tawa lebarnya terasa begitu hangat bak musim semi, dia tak lagi memikirkan apapun yang ada di masa lalu. Saat ini Nafika hanya fokus untuk berbahagia tanpa menyulitkan orang lain, dan terus tersenyum tanpa beban.

Bahkan, dia tak memperdulikan bahwa ada seseorang yang memperhatikan senyuman hangatnya dari kejauhan.

Tepat di bawah pohon rindang, Saga menatap Nafika yang tertawa lepas. Wajahnya terlihat terluka, tapi dia masih tersenyum.

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang