10. Nasi goreng ala Fika

1.1K 92 156
                                    

-HAPPY READING-

Pagi-pagi sekali Nafika terbangun—suatu hal yang jarang terjadi. Biasanya, dia memerlukan setidaknya lima teriakan dari Aira sebelum bisa bangun dari tempat tidur. Namun kali ini, Nafika malah bangun lebih awal dari alarm yang biasa berbunyi—meskipun seringkali dia banting ketika alarm tersebut berbunyi.

Ada alasan khusus mengapa Nafika bangun pagi. Hari ini adalah hari libur, dan dia berniat menemani Aira memasak. Nafika tiba-tiba ingin belajar memasak.

Dengan semangat, Nafika menuruni anak tangga satu per satu dan menyapa Bibi Dera yang sedang membantu Aira menyiapkan sarapan. "Pagi, Mama, Bibi."

"Eh? Pagi, Nona," jawab Bibi Dera dengan hangat.

Aira menoleh, terkejut melihat putrinya bangun sepagi ini di hari libur. "Kamu kenapa, Fika? Apa kamu mimpi buruk sampai bangun pagi-pagi sekali?"

"Ih, Mama!" Nafika mencebik bibirnya dengan kesal. "Fika sengaja bangun pagi untuk belajar memasak."

"Belajar memasak?" Aira dan Bibi Dera menjawab hampir bersamaan, tampak tidak percaya dengan pernyataan Nafika.

Nafika mengangguk cepat. "Iya, aku mau belajar memasak. Kenapa memangnya?"

Aira memicingkan mata. Mustahil Nafika tiba-tiba bangun pagi dan minta diajari memasak tanpa alasan yang jelas. "Kamu mau belajar memasak buat Saga, ya?"

"Enggak, kok! Kata siapa?" Nafika berusaha menjelaskan. Sebenarnya, dia belajar memasak karena sedang bertengkar dengan Saga. Dia merasa gengsi jika nanti Bibi Dera pulang kampung dan Mama serta Papa pergi ke luar negeri, sedangkan dia harus meminta Saga memasak untuknya.

Bibi Dera tersenyum senang. "Sini, Non, Bibi ajari." Dengan senang hati, Nafika langsung mendekat, mengabaikan Mama yang berkacak pinggang.

"Jangan merepotkan Bibi Dera, lho!" ujar Aira memperingatkan, sambil membawa semangkuk sup menuju meja makan.

Nafika hanya mengangguk kecil sebagai tanggapan. "Fika mau belajar masak nasi goreng aja, Bi. Simpel!"

"Siap, Non. Bibi ajari," jawab Bibi Dera sambil memulai pelajaran. Dia menjelaskan pada Nafika berapa banyak bawang putih dan bawang merah yang diperlukan untuk membuat nasi goreng.

Bibi Dera menginterupsi Nafika yang sedang memotong bawang putih. "Bawangnya diiris tipis saja, Non."

Nafika mengangguk dan menunjukkan potongan bawangnya. "Segini, Bi?"

"Iya, segitu saja."

Keringat mulai mengucur dari pelipis Nafika. Wajahnya tampak serius, membuat Aira yang mengamati putrinya tertawa terharu. Dia merasa bangga melihat putrinya yang kini tidak manja lagi.

"Nah, sekarang bawang yang sudah diiris tipis ditumis," kata Bibi Dera, menjelaskan langkah selanjutnya.

Nafika dengan cepat mengambil botol minyak goreng dan menuangkan minyak dalam jumlah yang banyak.

"Eh! Minyaknya sedikit saja!" seru Bibi Dera dan Aira bersamaan. Jika minyak yang digunakan sebanyak satu botol, bukan nasi goreng namanya—itu lebih seperti nasi minyak yang ditambahkan bawang.

Nafika menyeringai sambil menyadari kesalahannya. Dia menuangkan kembali minyak goreng dari kuali ke dalam botol, memastikan takaran minyak untuk menumis bawang sudah tepat. Setelah menyalakan kompor, Nafika memasukkan irisan bawang ke dalam kuali.

"Ditumis hingga harum," kata Bibi Dera.

Tangan Nafika sibuk mengaduk bawang dan bumbu nasi goreng. Tumisan itu mulai mengeluarkan aroma yang menggugah selera.

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang