34. Anak laki-laki dan lukanya

532 48 5
                                    

-HAPPY READING-

Backstory 01.

Seorang anak laki-laki berusia enam tahun duduk di ruang tamu dengan rambut hitam yang tampak kusut dan mata cokelatnya penuh cemburu. Di hadapannya, ibunya tengah asyik memeluk dan bermain dengan dua anak kecil, seorang gadis dan seorang anak laki-laki seusianya.

Tiba-tiba, ibunya menoleh dan dengan nada dingin memerintahkan, "Sagara, cepat ambilkan Fika dan Reo susu serta camilan dari kulkas."

Saga tersentak, menyadari kehadirannya yang terlupakan. Wajahnya yang tadinya murung berubah menjadi takut; bayangan tangan ibunya yang pernah menghajarnya terlintas di benaknya.

"Baik, Bu!" jawabnya cepat, sambil berlari ke dapur. Hatinya masih terselimuti perasaan cemburu yang tak bisa ia hindari, namun ia berusaha mematuhi perintah ibunya dengan penuh tanggung jawab.

Hari itu, anak-anak teman bisnis ayahnya kembali dititipkan di rumahnya. Saga tidak tahu pasti mengapa, namun ia dapat melihat ibunya tampak lebih bahagia dengan kedatangan Nafika dan Reo.

Nafika, gadis kecil yang ceria, berlari mendekatinya. "Aku ikut!" serunya penuh semangat.

Saga terkejut sejenak dan menatap ibunya, berharap izin. Namun ibunya segera berkata, "Jangan, Fika sayang. Biar Saga yang membawakan camilan untuk kalian," nada suaranya tak memberikan ruang untuk perdebatan.

Nafika mengerucutkan bibirnya. "Kenapa, sih?" tanyanya kesal.

"Bibi khawatir kamu akan terjatuh, sayang. Biar Saga saja yang melakukannya," jelas ibunya dengan tatapan tajam, mengisyaratkan agar Saga segera pergi.

Dengan perasaan bercampur antara takut dan canggung, Saga bergegas menuju kulkas, mengambil susu kotak dan camilan. Ia meraih camilan favorit mereka, lalu berjinjit, mencoba mengambil camilannya sendiri. Namun, gerakannya terhenti oleh suara mendadak.

"Mau kubantu?" suara itu membuatnya tersentak hingga terjatuh dari kursi.

Saat menengadah, ia melihat Reo mendekat. "Kau terluka?" tanya Reo, dengan nada khawatir.

Saga menggeleng pelan. "Tidak apa-apa." Namun, hatinya bergetar sedikit; ia tahu ibunya akan marah besar jika Reo membantunya.

"Aku cuma mau pipis, tapi malah ke dapur," ujar Reo sambil tertawa kecil dan membantunya membawa susu dan camilan.

Mereka berdua kembali ke ruang tamu. Namun, begitu sampai, tubuh kecil Saga membeku. Orang tua Reo sudah ada di sana, menatapnya dengan pandangan tajam. Rishe, ibu Reo, berdiri dengan tatapan penuh amarah yang tak terselubung.

"Apa-apaan ini, Diana?!" suara Rishe meledak, mengarah ke ibu Saga.

Diana terkejut dan segera panik. "Aku tidak memerintahkannya, Rishe. Aku—"

"Bagaimana kau menjelaskan ini?" Rishe memotong, suaranya seperti cambuk yang menghantam udara.

Wajah Diana memucat. Tanpa berkata lagi, dia menampar Saga dengan keras. "Sudah kubilang, jangan minta bantuan mereka!"

Saga meraba pipinya yang memerah, menunduk dalam-dalam. "Maaf, Bu."

Reo, yang masih di sampingnya, tak bisa menahan diri. "Mama! Aku sendiri yang berniat membantu."

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang