18. Bukan cinta tapi rasa bersalah

1K 94 12
                                    

-HAPPY READING-

Nafika menatap pantulan dirinya di kaca. Demamnya memang sudah turun, tapi flu yang tersisa benar-benar mengganggu.

Sambil merapikan seragam sekolah, dia sempat berpose sedikit narsis, memuji dirinya sendiri dalam hati. Rambut coklat panjangnya yang bergelombang menambah kesan manis, ditambah lagi dengan jepit rambut panda yang imut.

Setelah merasa puas dengan persiapan pagi itu, Nafika mengambil tasnya dan melangkah keluar kamar. Namun, langkahnya terhenti sejenak saat mengingat flu yang masih mengganggunya.

"Kayaknya gue butuh sapu tangan deh," gumamnya. Tapi sejurus kemudian, dia menyengir jahil, merasa ada ide yang lebih mudah.

"Ngapain bawa sendiri? Mending chat Reo aja." Nafika terkekeh pelan, langsung mengambil ponsel dan mengetik pesan.

Anda:
Reo, bawa sapu tangan biru itu ya.

Reo berandal:
Y.

Nafika mendengus kesal melihat balasan singkat itu. Reo memang selalu begitu—pendek, langsung, dan tanpa basa-basi. Tapi dia tahu, Reo pasti akan membawakannya. Bagaimanapun, dia merasa Reo yang bertanggung jawab karena membuatnya kena flu.

Setelah menyimpan ponselnya, Nafika melangkah menuruni tangga dan menuju meja makan, tempat Saga sudah lebih dulu duduk.

"Pagi, Saga sayang!" Nafika menyapa dengan manis sambil mengedipkan mata nakal.

Saga hanya berdehem singkat, tidak terpengaruh oleh gaya manja Nafika yang sudah biasa. Dia menenggak minumannya, lalu menyandang tas di bahu.

Nafika, yang baru saja akan duduk, menatap Saga dengan bingung. "Eh? Sarapannya udah selesai?"

"Iya," jawab Saga singkat, sembari menggenggam kunci motor dan berjalan keluar tanpa banyak kata.

Nafika menatap piring Saga yang masih menyisakan setengah potong roti. Tumben sekali Saga tidak menghabiskan sarapannya, pikirnya. Tapi dia tidak mau terlalu memikirkan hal itu, dan memilih menikmati sarapannya sendiri.

"Mama masih di luar kota ya, Bi?" Nafika bertanya saat Bibi Dera datang membereskan meja.

"Iya, Non. Mungkin malam nanti pulang," jawab Bibi Dera sembari membawa piring ke dapur.

Sepuluh menit berlalu, Nafika sudah selesai sarapan dan meraih tasnya. Saat dia keluar, Mang Diman sudah setia menunggu di depan untuk mengantarnya ke sekolah.


-dear nafika-

Mata Nafika langsung berbinar melihat Saga duduk di kursinya. Cowok itu terlihat sibuk dengan beberapa kertas yang tak Nafika ketahui isinya.

Anna menghampiri Nafika yang baru saja tiba di kelas.

"Pagi, Fika. Gimana kabar lo?" sapa Anna dengan senyum lebar.

Nafika hanya memutar bola matanya malas, lalu menginjak sepatu Anna. "Sialan lo, bisa-bisanya disogok duit langsung mau!"

"Siapa yang ga mau duit? Apalagi jumlahnya gede cuma buat informasi kecil." Anna terkikik tanpa raut bersalah setelah mengkhianati Nafika demi uang Reo.

Nafika melengos, berjalan ke mejanya, lalu duduk sambil menopang dagu, memandangi Saga.

"Baru juga datang udah natap-natap Saga aja. PR lo masih numpuk, tahu!" omel Anna sambil melemparkan buku catatan ke meja Nafika.

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang