31. Kau seorang ibu? Yang benar saja!

731 61 20
                                    

-HAPPY READING-

"Putra saya, Sagara Marva Lazuardi, akan mengumumkan calon tunangannya," tutur Aira dengan lantang.

Para tamu undangan perusahaan terlihat tenang. Pada umumnya, pertunangan atau pernikahan politik memang sering dilakukan oleh setiap pengusaha. Tidak sedikit yang menikah karena perjodohan.

Berbeda dengan para tamu perusahaan, para remaja yang menjadi tamu Nafika dan Saga terlihat sangat terkejut. Bisik-bisik di antara mereka mulai menyebar, mempertanyakan siapa yang akan menjadi tunangan Saga setelah lulus nanti. Apakah itu Nafika?

Lyzura melirik ke arah Nafika yang terdiam membeku. Keringat terlihat membasahi pelipisnya. "Nafika tidak tahu soal ini rupanya."

"Fika?" Anna menyentuh pundak sahabatnya. Meski belum disebutkan siapa yang akan bertunangan dengan Saga, Anna sudah tahu bahwa orang itu bukan Nafika.

"Mama ngomong apa sih?" Suara Nafika terdengar bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.

"Lo enggak dikasih tahu mereka?" Anna merasa cemas, dugaannya ternyata benar. Saga dan orang tua mereka merahasiakan hal ini dari Nafika.

Nafika menggeleng dengan tatapan kosong. Dengan langkah gemetar, ia mendekati ibunya, Aira, yang sedang berdiri dengan tatapan dingin.

Wajahnya pucat, mata yang semula berkilauan kini dipenuhi air mata yang mengalir deras. Ia berusaha menahan emosi yang membanjiri hatinya.

"Apa maksud dari pengumuman ini, Ma? Kenapa ... kenapa ...?" Suara Nafika terputus, dia menoleh, wajahnya yang kebingungan mencari penjelasan dari Saga.

Saga memalingkan wajahnya. Dia benar-benar tidak sanggup menghadapi Nafika saat ini.

Nafika menundukkan kepala, meremas jemarinya dengan kuat. Dadanya terasa sesak. "Ini cuma prank, kan? Mama mau nge-prank Saga, harusnya Mama bilang ke Fika dong biar—"

"Ini bukan kebohongan, Nafika. Saga akan mengumumkan calon tunangannya malam ini," ujar Aira dengan nada dingin, penuh kebencian.

Kata-kata Aira terdengar tajam, menusuk hati Nafika seperti belati. Wajah ibunya kini tampak keras dan dingin, tanpa sedikit pun ekspresi kelembutan yang biasanya selalu ditunjukkan.

Nafika merasa dunia seakan runtuh di hadapannya. Tatapan mata ibunya yang biasanya penuh kasih sayang kini berubah menjadi dinding tak tembus. Ia mencoba mengumpulkan keberanian untuk menatap ibunya.

"Kenapa Mama gini?! Fika suka Saga, Ma ... Mama jelas tahu itu lebih dari siapa pun! Tapi kenapa?" Nafika berteriak, air mata tak lagi bisa ia tahan.

Aira menatap tajam Nafika, "Ini bukan tentang cinta. Ini tentang masa depan Saga dan perusahaan. Jangan mengacau malam ini, tetaplah diam layaknya tikus mati."

Nafika merasa jantungnya hancur berkeping-keping. Ia merasa dikhianati oleh orang yang selama ini selalu mendukung dan melindunginya. Kemana tatapan hangat seorang ibu yang biasanya Aira tunjukkan?

Situasi di pesta itu menjadi tegang. Para tamu terlihat berbisik, mencibir, atau bahkan bersimpati pada Nafika yang kini menjadi pusat perhatian.

Aira mengangkat kembali mikrofon. "Mohon maaf atas gangguannya. Biarkan saya lanjutkan. Putra saya, Sagara Marva Lazuardi, akan bertunangan dengan putri dari mitra bisnis kami, Zenith Annettesia. Putrinya bernama Veya Annettesia."

Dear Nafika Badbaby Sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang