Perwakilan Turnamen Triwizard

125 17 10
                                    

Begitu turun dan hendak makan malam di aula, kedua Nyonya Snape itu melihat anak-anak Slytherin sudah menjerit-jerit di aula depan. Di sana, Moody melempar-lemparkan seekor musang putih ke atas, lalu jatuh ke lantai, berkali-kali. Addeline menjerit paling keras, bahkan menangis.

"Profesor Moody!" terdengar Minerva memekik. Lantas, berdebat hebat dengan Moody, mengatakan bahwa itu bukanlah hukuman yang diberikan oleh sekolah untuk kenakalan para siswa.

Ketika Moody mengacungkan tongkatnya, musang iti kembali menjadi sosok Draco Malfoy, membuat Regalia dan Nyse sama-sama terbelalak. Sepertinya Moody hendak melaporkan kelakuan Draco pada Severus Snape.

"Severus tidak akan menanggapi kenakalan Draco dengan serius," ucap Regalia sambil melanjutkan perjalanan sembari mendorong kereta bayinya.

"Ya, aku sudah cukup tahu bagaimana sifatnya," Nyse setuju, "fanatik terhadap asramanya."

"Berlebihan," ucap mereka bersama-sama.

***

Sebulan berlalu. Sembari menunggu murid-muridnya dari asrama Gryffindor, Regalia iseng-iseng saja memainkan kartu tarotnya. Melihat apa pun yang mungkin bisa dilihatnya.

Dia terbelalak ketika mendapati terlalu banyak hal mengerikan membentang di depan seluruh mata penghuni Hogwarts.

"Wah, Madam sedang melihat masa depan," tiba-tiba Peeves si hantu jail muncul.

"Berani-beraninya kau muncul di depan mataku," Regalia menatapnya dengan nyalang.

"Wah, wah, aku jadi takut," Peeves tertawa-tawa sambil mendorong sebuah bola kristal dari rak Regalia.

"Hentikan! Kau bisa merusak barang-barangku! Harganya mahal-mahal!" bentak Regalia.

Tapi Peeves tidak peduli, dan menarik beberapa pak kartu Regalia dari rak hingga jatuh.

Regalia menarik napas, kemudian merapalkan mantra kuno yang tak pernah didengar oleh Peeves selama berada di Hogwarts. Regalia mengucapkannya dalam mode non-manusia. Mantra itu membuat Peeves -yang bahkan tidak hidup- merasakan sakit di sekujur tubuh transparannya itu. Regalia menyiksa Peeves habis-habisan sampai hantu itu ngacir entah ke mana.

Anak-anak Gryffindor sudah melongo di pintu ketika Regalia kembali normal.

"Kalian tidak seharusnya melihat pemandangan tidak menyenangkan itu," Regalia berkata dengan gugup. "Silakan duduk di tempat kalian masing-masing."

Mereka duduk dengan gugup. Guru mereka satu ini bisa menyiksa hantu. Aneh. Sangat aneh, menurut mereka.

"Mana PR kalian? Satu per satu, maju dan tunjukkan padaku," kata Regalia.

Setelah memeriksa semuanya, mengangguk dan tersenyum.

"Kalian yakin kalian tidak sekedar mengarang-ngarangnya?" tanya Regalia pada seluruh kelas.

"Tidak, Madam," jawab mereka serentak.

Ron dan Harry saling bertatapan. Mereka ngarang, karena mereka tidak pandai dalam pelajaran ramalan.

"Seperti halnya ucapan, tulisan adalah doa. Apa yang kalian tulis bisa disamakan sebagai apa yang kalian harap-harapkan." Regalia menarik napas sejenak, lantas melanjutkan, "Jadi, meramal bukan ilmu asal-asalan. Bahkan, ketika kalian asal menulis, kalian sedang mendoakan diri kalian sendiri. Jika jubah hangus hanyalah karangan, tunggu saja sampai itu terkabul. Jika tenggelam adalah karangan, tunggu saja itu terjadi. Jadi, kalian ngarang ataupun tidak, kalian sendiri yang tahu persisnya."

Singkatnya, anak-anak jadi banyak yang takut pada Madam Snape. Lama-kelamaan, mereka justru mencurigai Madam Snape mempelajari ilmu hitam, apalagi nyata di depan mereka, dia bisa menyiksa hantu yang bahkan tidak hidup.

***

Pada 30 Oktober, delegasi dari Beauxbatons dan Durmstrang tiba. Tentu saja, Regalia sangat senang. Dia begitu berisik mengoceh tentang jubah biru dari satin lembut yang dipakai oleh siswa-siswi Beauxbatons, diiringi gemerincing gelang kacanya ketika ia bertepuk tangan.

Ketika kepala sekolah Beauxbatons mendekat pada para guru Hogwarts, Regalia membungkuk sopan dan tersenyum padanya.

"Senang bertemu denganmu lagi, Mademoiselle Black," kepala sekolah Beauxbatons yang dipanggil Madame Maxime itu tersenyum pada Regalia. "Kenapa tidak pernah mengirim kabar tentang bagaimana kehidupanmu di Inggris?"

"Maafkan saya jika saya tidak pernah mengirim kabar, Madame, karena saya merasa saya bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa," jawab Regalia, "dan bukan seseorang yang bisa membuat Beauxbatons merasa bangga."

"Menjadi guru di sekolah lain adalah sebuah kebanggaan, karena itu berarti kemampuanmu diakui secara internasional, Mademoiselle Black," kata Madame Maxime lagi.

"Maaf, Madame, tetapi, panggilan saya sudah bukan Mademoiselle lagi," Regalia meringis, "sebab, saya sudah menikah."

"Madame siapa kalau begitu?" Madame Maxime terdengar antusias.

"Madame Snape, Madame," jawab Regalia.

"Aku pernah dengar nama itu."

"Ya, guru ramuan di sini."

"Ya ampun!" Madame Maxime tertawa anggun.

Harry, Ron, dan Hermione melihat seorang gadis berambut pirang keperakan dalam rombongan Beauxbatons itu. Gadis itu sangat cantik dan menawan, seakan bercahaya di antara orang lain. Sejenak, mereka merasa gadis itu memiliki pesona seperti ibu Regalia, tetapi lebih lemah. Namun, ketika Madame Maxime membawa Regalia menemui mereka, pesona gadis itu langsung redup. Mereka baru menyadari bahwa guru ramalan mereka memiliki pesona yang jauh lebih memikat daripada siapa pun. Satu-satunya yang bisa lebih memikat dari Regalia adalah ibunya sendiri.

"Melihatmu seakan melihat ibuku," ucap gadis berambut keperakan itu pada Regalia, "setengah veela."

"Sopan sedikit, Fleur," tegur Madame Maxime, "dia sudah menjadi guru sekarang."

"Benarkah?" gadis yang dipanggil Fleur itu berseru riang, "Selamat!"

***

Besok malamnya, pengumuman nama-nama yang dikeluarkan oleh piala api. Durmstrang diwakili oleh Viktor Krum. Beauxbatons diwakili oleh Fleur Delacour.

"Sudah kuduga!" seru Regalia dari tempatnya duduk, "Dia pantas!"

Hogwarts diwakili oleh Cedric Diggory.

"Saya sudah menduganya," kata Regalia pada Minerva yang duduk di sampingnya, "karena saya melihat warna kuning ketika meramalkan Triwizard. Hufflepuff. Tetapi, Profesor, saya rasa, Hogwarts akan punya dua juara untuk mewakili sekolah."

"Jangan mengada-ada!" tegur Minerva.

Seruan kebahagiaan itu hanya sebentar, sebab, agaknya ucapan Regalia pada Minerva ada benarnya. Nama keempat muncul, dan itu adalah Harry Potter.

"Regalia! Apakah kau bercanda?!" pekik Minerva pada Regalia, "Tidak lucu!"

"Kenapa saya? Saya hanya peramal, bukan kriminal!" Regalia balik memekik.

-EPL/RB-

The SnapesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang