Anak Pertama Snape

224 23 36
                                    

Severus Snape tidak keluar dari balik tirai sama sekali, hingga suara nyaring tangis bayi terdengar dari sana. Nyse dan Minerva saling pandang, dengan raut wajah cemas yang belum juga sirna.

"Seorang putra," mereka mendengar Poppy Pomfrey berkata di dalam sana.

"Penerus Severus Snape!" seru Minerva, "Aku harus memberitakan ini kepada guru-guru yang lain. Ya, tentu saja. Semua orang harus turut berbahagia!"

Minerva segera meninggalkan Hospital Wings, menyisakan Nyse duduk seorang diri, masih menunggu.

Di dalam tirai, Regalia dan Severus saling memandang dan tersenyum. Poppy Pomfrey belum pernah melihat Severus Snape tersenyum selebar itu sebelumnya.

"Poppy, boleh kugendong putraku sekarang?" tanya Regalia.

"Tentu saja -sebentar, kupotong dulu plasentanya," jawab Madam Pomfrey sebelum memberikan bayi laki-laki itu kepada Regalia.

"Tapi aku masih merasakan nyeri, Poppy," keluh Regalia.

Madam Pomfrey kembali memeriksa luka bekas persalinan Regalia, dan terbelalak.

"Demi Merlin!" jeritnya, antara kaget dan senang, "Seorang bayi lagi! Anak kembar, Severus! Kembar!"

Jadi, Regalia harus mengejan lagi agar bisa segera menimang anak yang satunya. Tentu saja, Poppy Pomfrey sudah meletakkan bayi pertama di sebuah keranjang bayi di samping Regalia.

"Seorang bayi perempuan yang cantik," ujar Madam Pomfrey begitu bayi kedua menangis karena merasakan hawa dingin di luar rahim ibunya.

Regalia tertawa keras sekali. Ia tak dapat membendung suka cita dalam dadanya. Anak kembar laki-laki dan perempuan. Regalia tak pernah menyangka.

Severus sendiri sama sekali tidak pernah mengira jika ia akan memiliki anak kembar laki-laki dan perempuan. Tetapi, dengan kenyataan bahwa Regalia adalah setengah veela, Severus tidak ragu jika anak-anaknya dari wanita itu akan tumbuh menjadi pemuda-pemudi yang sangat mempesona di kemudian hari.

***

"Berani taruhan," kata Ron ketika usai sarapan, "Snape kecil akan sama menjengkelkannya dengan ayahnya."

"Teman-Teman!" suara centil yang sangat mereka kenal memanggil dari belakang mereka.

"Ah, seorang Malfoy lagi!" dengus Ron.

"Kalau bukan karena dia adalah pacar Oliver Wood, aku juga malas berurusan dengannya," imbuh Harry.

"Ada apa? Ada perlu? Penting?" cecar Ron begitu gadis pirang itu berdiri di hadapan mereka.

"Aku tidak sengaja mendengar kalian mendiskusikan perkara Madam Snape saat di kelas ramuan tempo hari," kata Addeline.

"Itu sudah lama sekali," ujar Ron, "jauh sebelum natal."

"Ya, ya, benar," Addeline mengangguk, "dan, apakah kalian masih mencurigai Madam Snape sebagai sekutu Sirius Black?"

"Kami tidak yakin," Harry menggeleng ragu-ragu, "memangnya kenapa."

"Aku punya sedikit informasi, entah berguna atau tidak," Addeline menjelaskan. "Aku mendapatkan detensi menjadi asisten untuk Madam Snape selama sebulan—"

"Karena skandal dengan Wood, ya?" potong Ron.

"Dan kami sempat ngobrol banyak," Addeline berusaha mengabaikan ucapan Ron. "Dari yang kami bicarakan, aku mendapat informasi bahwa Madam Snape berasal dari Prancis dan lulusan Akademi Sihir Beauxbatons. Dan, entah ini berarti atau tidak, tongkatnya terbuat dari kayu alder dengan inti rambut veela. Sudah itu saja, sampai jumpa." Addeline meninggalkan mereka.

"Oke, Hogsmeade dulu, baru nanti lita bicarakan peramal itu setelah kembali ke kastil," usul Ron.

"Siap," Harry mengangguk.

***

"Selamat Regalia," ucap Nyse sambil memandang Regalia.

Regalia menggendong anak perempuannya, sedangkan Severus menggendong anak laki-lakinya.

"Tiga bulan lagi giliranmu," Regalia menyeringai pada Nyse. "Sudah siap?"

"Entahlah," Nyse meringis.

"Tidak apa-apa," Regalia mengusap-usap pipi putrinya, "tidak sesakit yang kau bayangkan. Aku tidak kebanyakan menjerit, 'kan? Tidak apa-apa. Lagipula, andaikan pembukaan yang kau alami tidak begitu mendadak seperti yang kualami, mungkin Severus bisa membuatkan ramuan peredam rasa sakit untukmu. Juga, kau bisa dirujuk ke St. Mungo jauh-jauh hari."

"Kau sendiri, kenapa tidak ke St. Mungo?" Nyse menatap dengan heran.

"Aku tidak mau jauh-jauh dari Hogwarts," jawab Regalia.

"Dan kenapa tidak mau jauh-jauh dari Hogwarts?" tuntut Nyse.

"Hanya Severus yang boleh tahu," Regalia mengecup puncak kepala putrinya, "dan orang lain tidak."

"Oh!" Nyse menyeringai sinis, "Mau memastikan penyelundupan Sirius Black aman, ya? Tidak heran, sih. Karena kalian satu nama keluarga."

"Tutup mulut, Nyse!" tegur Severus, "Jangan merusak hari bahagia ini!"

***

Harry Potter tentu tak akan menyangka, bahwa setelah kelahiran anak pertamanya, Severus Snape masih menerima laporan Draco Malfoy tentang penampakan dirinya di Hogsmeade.

Jadi, inilah dia, ditangkap dan diinterogasi sekembalinya dari desa sihir tersebut. Wajah bengis Severus Snape tidak memperlihatkan tanda-tanda kebapakan sama sekali. Harry akhirnya menyimpulkan bahwa Severus Snape memang manusia tanpa perasaan. Setidaknya begitu baginya.

Severus sudah menyita Marauder's Map darinya, tetapi tidak mengetahui cara menggunakannya. Dan kendati Ron sudah datang dengan terburu-buru dan menjelaskan sambil tersengal bahwa peta itu ia beli di Zonko sejak lama sekali, Severus tetap tidak percaya. Ia menyita peta itu untuk selamanya.

"Padahal Fred dan George sudah mempercayakan peta itu kepadaku," sesal Harry sambil berjalan kembali ke menara Gryffindor.

"Seharusnya aku tidak membujukmu untuk pergi ke Hogsmeade," sesal Ron. "Padahal itu benda yang sangat berharga. Hanya keajaiban yang bisa mengembalikannya pada kita."

"Tidak mungkin," Harry menggeleng. "Snape tidak akan membiarkan siapa pun mengambil peta itu darinya, meskipun dia tidak tahu bagaimana cara menggunakannya."

***

Severus kembali menjenguk Regalia di Hospital Wings sambil menunjukkan perkamen tua tadi. Tak akan ada yang menyangka bahwa itu adalah peta, bahkan orang secerdas Severus dan Regalia Snape.

"Di mana Nyse?" tanya Severus.

"Kembali ke ruangannya, kurasa. Kau tahu, dia sedikit, uhm, paranoid."

"Lihat."

"Apa?"

"Entah apa. Dibawa oleh Potter."

"Sudah coba segala cara untuk tulisan yang tidak kelihatan?" tanya Regalia sambil memeriksa perkamen itu, mencoba menerawangnya.

"Semua tak ada hasilnya. Tapi aku yakin ini bukan sampah."

"Tentu saja. Untuk apa Harry Potter ke sana kemari membawa sampah? Kau ini aneh sekali."

Regalia menolehkan kepalanya ke keranjang bayi, kemudian menatap Severus lagi.

"Sejenak, aku terpikir untuk memberikan suatu nama untuk putra kita," celetuk Regalia, "tetapi aku mengurungkan niatku. Kau tidak akan menyukainya."

"Jika nama itu adalah nama ayahmu atau nama ayahku, tentu saja, aku sangat tidak setuju," sahut Severus.

"Tapi kalau putri kita, bolehkan aku mengusulkan untuk memberinya nama Eileen Désirée Severus Snape?"

"Nama yang indah," Severus mengecup kening Regalia.

"Bagaimana dengan putra kita? Kau punya usul, Sayang?" Regalia masih gusar.

-EPL/RB-

Minta feedback-nya dengan cara komen dong... biar Author makin semangat. Terima kasih...

Komenmu semangatku... 🥰

The SnapesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang