Ramalan untuk Cho dan Daphne

113 16 58
                                    

Tidak ada orang waras di dunia sihir yang benar-benar niat berlangganan majalah The Quibbler, kecuali orang-orang seperti Regalia. Jadi totalnya hingga detik ini, Regalia telah berlangganan tiga bacaan, yaitu Daily Prophet, Witch Weekly, dan The Quibbler. Regalia memantau segala sesuatu melalui ketiga media itu sekarang.

Di sela-sela pergantian pelajaran, dia menghibur diri dengan membaca The Quibbler. Dia cukup menyukai majalah itu. Dia begitu asyik, membiarkan keempat anaknya bermain di lantai, sampai akhirnya rombongan anak kelas lima dari asrama Ravenclaw menyeruak masuk ke kelasnya.

Regalia menghitung jumlah mereka dan segera memulai pelajaran ketika mengetahui jumlah mereka lengkap. Hanya setengah dari total seluruh kelas lima Ravenclaw. Regalia menyadari, tak banyak yang menyukai pelajaran ramalan.

"Kita kembali menekuni kartu tarot," Regalia mengambil sebuah kotak dari raknya, lantas berkeliling membagikan kartu-kartu.

"Wah, aku dapat Chrysalis!" seru Cho Chang, "Favoritku!"

"Tukar, kalau begitu," Regalia menarik kartu itu dari tangan Cho, dan meletakkan sebuah kartu tarot Mermaid di meja Cho. "Hadapilah apa yang tidak begitu kalian sukai. Itu akan membuat kalian jauh lebih berkembang." Regalia melanjutkan membagikan kartu-kartu di meja para murid.

"Dark Mirror," ujar Marietta.

"Oh, maaf," Regalia mengambil kartu di tangan Marietta, dan menggantinya dengan tarot Mucha, "yang tadi itu oracle. Bulan depan saja kalian belajar oracle."

Pelajaran berjalan seperti biasanya; sebagian murid tidak paham apa-apa, sebagian lainnya hanya mengagumi keindahan gambar di kartu mereka, dan hanya ada satu murid yang berbakat meramal dalam beberapa angkatan sekali, dan Regalia masih mencari orang itu.

"Madam, saya kesulitan mengartikan kartu ini," kata Marietta yang membacakan kartu untuk Cho.

Regalia mendatangi meja mereka, meminta kartu itu, dan menatapnya agak lama. Konsentrasi dan energi yang diperlukan tidak sesederhana yang dibayangkan oleh orang-orang. Seluruh kelas hanya memandang selama Regalia menerjemahkan kartu itu.

"Aku tidak yakin kau mau aku mengatakannya di depan teman-temanmu, Chang," Regalia tersenyum sinis.

"Katakan saja, Madam," Cho tersenyum manis, "saya akan menerimanya."

"Kau tidak boleh serakah, Chang," ujar Regalia. "Kau akan dilanda badai di dalam dirimu, cepat atau lambat, aku tak bisa menjamin waktunya untukmu, tetapi itu pasti akan terjadi. Satu pesanku, Chang, orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya. Ah, ya, satu lagi. Jangan sampai mengkhianati siapa pun atau apa pun."

"Saya tidak mengerti," Cho menggeleng.

"Tidak semua hal harus dimengerti, Chang," Regalia mengembalikan kartu itu pada Marietta. "Tetapi, satu hal yang lebih mendesak dibandingkan semua tadi adalah duka. Duka yang dalam, meski hanya sementara. Kutebak, kau bukan orang yang bisa berlama-lama larut dalam kesedihan. Aku berharap, teman-teman Chang tidak akan merundungnya di masa depan, meskipun, kulihat, itu akan terjadi."

Pelajaran berakhir dengan meninggalkan rasa tidak nyaman bagi Cho. Regalia terkesan begitu menyudutkannya, entah mengapa.

"Madam," Cho memberanikan diri mendekati Regalia sebelum keluar dari kelas, "seandainya saya berusaha, maka ramalan buruk tidak akan terjadi, 'kan?"

"Tidak juga," jawab Regalia, membuat Cho kecewa, "karena sudah semestinya terjadi, Chang. Kalaupun kau berhasil menghindari suatu kemalangan, kemalangan lain akan muncul sebagai gantinya."

"Jadi, tidak ada yang bisa saya lakukan untuk menghindari itu?"

"Sederhananya, tidak ada."

Cho meninggalkan kelas itu dengan muram, membuat Regalia menggelengkan kepalanya dengan geli.

Tak berselang lama, rombongan anak Slytherin datang. Regalia menarik napas dalam-dalam. Kesabarannya akan diuji. Ada Draco Malfoy dan Pansy Parkinson yang pongah, Vincent Crabbe dan Gregory Goyle yang dungu, dan Addeline Malfoy yang lebih tampak seperti salah asrama.

"Kita akan belajar oracle," kata Regalia sambil membagikan kartu-kartu besar yang bentuknya agak kotak ketimbang kartu tarot yang panjang-panjang.

Seperti yang diduga oleh Regalia, Draco pasti akan berpasangan dengan Pansy, dan Addeline berpasangan dengan Blaise Zabini.

"Parkinson, apakah kau menyukai Draco Malfoy?" tanya Regalia dengan frontal.

"Mana ada!" elak Pansy seketika. Regalia menahan tawanya.

"Parkinson, kau berpasangan dengan Crabbe saja!" perintah Regalia, "Zabini dengan Draco Malfoy! Goyle, kau tahu harus dengan siapa."

Addeline mendengus sebal karena harus berpasangan dengan salah satu dari dua anak dungu di kelasnya.

Ketika membacakan kartu Addeline, kelihatan jelas sekali jika Goyle sangat memaksa agar mendapat nilai bagus.

"Dia dekat dengan seorang pemuda!" seru Goyle.

"Semua orang tahu itu," kata Regalia dengan pongah.

"Sudah lulus! Bekerja di kementerian! Seorang Weasley!" seru Goyle, semakin membabi buta.

Regalia yang berdiri di sebelah Goyle pun menyambar buku yang tergeletak di meja Pansy yang duduk di sebelah yang lain, lantas menggunakannya untuk memukul kepala Goyle.

"Jangan beritahu kami apa yang sudah kami ketahui!" bentak Regalia. "Juga, tidak ada peramal hebat mana pun yang bisa meramal dengan begitu spesifik sampai tahu nama orang yang dimaksud!"

"Tapi itu yang saya lihat, Madam," Goyle berusaha membela diri.

"Menjawab ucapan guru, potong sepuluh poin dari Slytherin!" seru Regalia sambil berjalan kembali ke kursinya.

"Bagaimana kalau Goyle memang berbakat meramal sampai sedetail itu? Anda tidak boleh memotong poin kami, Madam," ujar Crabbe dengan suara keras.

"Membela teman yang bersalah, potong sepuluh poin lagi dari Slytherin!" sembur Regalia tak kalah kerasnya.

"Apakah Anda berlaku sekeras ini juga pada anak asrama lain?" tanya Pansy.

"Kalau kalian menanyakan kenetralanku di sekolah ini, justru akulah yang paling netral, karena aku bukan lulusan sekolah ini," Regalia tersenyum pongah. "Aku bukan Gryffindor, Slytherin, Hufflepuff, maupun Ravenclaw, sehingga aku tidak akan punya asrama kesayangan. Aku lain dengan kepala asrama kalian itu. Orang itu terlalu memanjakan kalian!"

Semua anak terhenyak. Mereka merasa heran. Wanita ini membicarakan kepala asrama Slytherin, yang sebenarnya adalah suaminya sendiri.

Regalia kembali mendekati Goyle, dan meminta kartu Addeline.

"Ah, baru saja aku lepas dari Cho Chang, sekarang dapat kau," Regalia mengembalikan kartu itu, "aku malas mengatakannya. Aku mau kartu lain." Regalia memandang anak-anak lain. "Kartu milik Daphne Greengrass!"

Setelah berkonsentrasi sejenak, Regalia bisa tersenyum.

"Keluarga yang baik di mana pun kau berada," Regalia menatap Daphne, yang dibalas dengan senyuman oleh yang bersangkutan. "Keluargamu, keluarga suamimu nanti, semuanya baik-baik.

"Darah murni juga?" sela Draco.

"Aku tidak bisa melihat status darah," Regalia mengakui, "lagipula, apa pentingnya? Lihatlah aku. Aku setengah bukan manusia, tetapi aku dianggap cukup berkualitas sehingga bisa mengajar kalian di sini. Sudah saatnya kita semua menilai seseorang berdasarkan kemampuannya, bukan status darahnya."

"Jangan-jangan kau dengan Oliver Wood," kata Pansy pada Daphne, "karena Addeline sudah tidak menginginkannya lagi, dan rumah kalian cukup dekat untuk bisa saling bertemu setiap liburan, 'kan?"

Seluruh kelas tertawa, tetapi kemudian berhenti karena gebrakan keras pada meja Daphne oleh Regalia.

"Kelasku bukan tempat bergosip!" bentak Regalia.

"Mama! Mama! Mama! Mama!" suara empat orang balita dari lantai membuat Regalia menyadari dari siapa anak-anak itu belajar saling memukul.

-EPL/RB-

The SnapesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang