Hari yang Pasti Akan Tiba

109 19 75
                                    

Sudah satu jam, Harry belum juga muncul ke permukaan. Sedangkan Cedric sudah muncul paling awal dan membawa Cho Chang bersamanya. Disusul oleh Victor Krum yang membawa Hermione. Fleur? Dia tumbang sejak awal karena diserang Gryndilow. Fleur menangis karena khawatir terjadi sesuatu pada adiknya di dasar danau.

Efek Gillyweed hanya satu jam. Sebentar lagi, Harry akan kembali menjadi manusia biasa yang bernapas dengan paru-paru. Regalia mulai khawatir.

"Anak itu sangat bodoh!" geram Severus di sampingnya, "Kenapa dia tidak segera naik? Menunggu apa?"

Tapi, tak lama kemudian, Harry muncul ke permukaan, menyeret Ron dan seorang bocah perempuan. Perlahan, Ron tersadar dari tidurnya dan membantu Harry membawa bocah perempuan berambut pirang itu ke tepi danau.

"Gabrielle!" Fleur histeris, "Kau menyelamatkan Gabrielle!"

Melihat Gabrielle Delacour baik-baik saja, Fleur mengecup kedua pipi Harry sebagai ucapan terima kasih, kemudian beralih pada Ron dan melakukan hal yang sama.

Para peserta yang telah diperiksa oleh Madam Pomfrey tetap harus menjalani perawatan lanjutan di Hospital Wings setelah pengumuman nilai.

"Pertunjukan kali ini sudah selesai," Severus menyerahkan Arcturus pada Regalia. "Kau tidak apa-apa jika aku memeriksa Nyse sekarang, 'kan?"

"Tidak apa-apa," Regalia mengangguk. "Aku akan ke Hospital Wings untuk menjenguk Harry dan yang lain."

Severus sudah mulai melangkahkan kakinya ketika mendengar suara kecil mengatakan kata, "Papa."

Severus berbalik, memandang kedua anaknya, dan sekali lagi mendengar suara itu dari Eileen.

"Papa ada urusan sebentar, Sayang," kata Regalia pada Eileen, "nanti kembali pada kita lagi."

Severus segera berbalik dan berjalan menuruni tribun, lantas melangkah cepat menuju kastil. Jubahnya berkibar-kibar angkuh di belakangnya, kontras dengan senyuman samar yang berusaha ia sembunyikan. Dadanya terasa hangat. Akhirnya, seorang anak menyebutnya sebagai ayahnya.

Sesampainya di kamar Nyse, dia melihat Dobby ketakutan karena Nyse berlutut dan gemetar di lantai.

"Pergilah, Dobby," perintah Severus, yang langsung dituruti oleh Dobby.

Severus segera meraih Nyse dan merengkuhnya dalam pelukan.

"Sayang, apa yang terjadi?" Severus memeluk Nyse dengan makin erat.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," dusta Nyse, karena air matanya mulai mengalir, "hanya, kurasa, setelah ini, aku benar-benar tidak akan menjadi manusia lagi."

"Oh, tidak," Severus gemetar, tangannya menghapus air mata Nyse dengan lembut.

"Kuharap kau tidak keberatan untuk menciumku untuk terakhir kalinya," Nyse memohon.

Tanpa menjawab, Severus langsung menyatukan bibirnya dengan bibir Nyse. Mereka saling merasakan getaran satu sama lain. Mereka sama-sama takut.

Setelah ciuman itu berakhir, Nyse tersenyum.

"Kita tahu hari ini akan tiba," katanya, memaksakan senyuman di wajahnya, "kenapa masih terkejut? Dan, Severus, ingatlah aku untuk selamanya."

"Tentu saja."

"Tidak, aku hanya bercanda," Nyse tertawa getir. "Pada akhirnya, aku juga tidak akan mengingatmu. Jadi, kau urus saja mereka yang masih ada di sampingmu. Mereka yang nyata membutuhkanmu dan bisa selalu ada untukmu. Caius, Sakunta, Arcturus, Eileen, dan yang pasti, Regalia."

"Aku mencintaimu," Severus mengecup kening Nyse.

"Aku juga sangat mencintaimu," balas Nyse, "tapi, selamat tinggal."

"Terima kasih," tenggorokan Severus tersekat, "karena telah mencintaiku."

Severus memeluk Nyse dengan lebih erat, namun ia merasa tubuh wanita itu semakin menyusut dan akhirnya berubah menjadi seekor burung gagak sepenuhnya.

***

Addeline segera menuruni tribun untuk melihat keadaan Ron dan yang lain. Sebuah bentuk sopan santun, karena ia merasa Ron telah menerimanya sebagai teman dengan menerima ajakan berdansanya natal lalu. Juga, dia merasa sedikit tidak enak badan, sehingga berpikir bahwa sedikit ramuan merica meletup akan membuatnya merasa lebih baik.

"Addeline, mau ke mana?" seorang gadis berambut hitam bertanya padanya.

"Ke Hospital Wings. Mau ikut, Astoria?" tawarnya.

Astoria Greengrass mengangguk dan mengikuti Addeline berjalan menuju Hospital Wings.

"Untuk apa ke sana?" tanya Astoria lagi.

"Menjenguk Ron Weasley," jawab Addeline, "dia pasangan dansaku natal lalu. Kelihatannya Ron dan Harry sudah tidak mempermasalahkan asramaku dan mau berteman denganku. Oh, iya, siapa yang mengajakmu sebagai pasangan dansa saat itu? Kurasa, kau tidak begitu suka keluar kamar sebelumnya."

"Oh, itu—"

"Addeline!" suara seorang pria memanggil dari belakang ketika mereka hendak melewati pintu kastil. Addeline menoleh dan mendapati Percy di sana.

"Oh, Mr. Weasley," sapa Addeline dengan sopan.

"Panggil Percy saja," ucap Percy tanpa menanggalkan aksen sok pentingnya. "Hendak pergi ke mana?"

"Hospital Wings," jawab Addeline, kemudian buru-buru menambahkan, "menjenguk Ron, sekalian meminta ramuan merica meletup untuk diriku sendiri."

"Apakah kau cukup dekat dengan Ron?" tanya Percy sambil mengisyaratkan agar mereka berbincang sembari berjalan ke Hospital Wings.

"Aku berusaha mencari teman dari asrama lain, dan kurasa Ron dan Harry menerimaku dengan baik sejak natal lalu," jawab Addeline. "Kau tahu, anak Slytherin kebanyakan sangat licik dan menjengkelkan."

"Tapi kau Slytherin!" sahut Astoria yang berjalan di belakang mereka.

"Ya, tentu saja! Aku tidak membantah kenyataan itu!" sembur Addeline tanpa menoleh sama sekali.

Baru saja mereka memasuki ambang pintu Hospital Wings, tiba-tiba Ginny menerobos masuk dengan kasar dan mengadu pada Ron kalau Draco Malfoy mengambil ikat rambut yang tadi terpasang di kepalanya. Jelas saja, sekarang rambut Ginny acak-acakan.

"Kau lihat ambang pintu itu?" Ron menunjuk pada ambang pintu, "Ada Addeline Malfoy di sana. Suruh saja dia mengambil ikat rambutmu dari kembarannya."

"Sopan sedikit, Ron," tukas Percy, "dia di sini untuk menjengukmu."

"Aku? Wah, terima kasih!" Ron pura-pura tersanjung, membuat Harry dan Hermione menahan senyuman geli.

Ketika rombongan Addeline mendekat, tampaklah jika Astoria juga termasuk salah satunya.

"Oh, hai, Astoria!" sapa George yang juga ada di sana bersama Fred untuk menjenguk Harry dan Ron.

"Halo," balas Astoria malu-malu.

"Kalian saling kenal?" Ron menatap George.

"Kau pikir siapa yang mengajaknya berdansa natal lalu?" George mengangkat alis dengan pongah.

"Kalau kalian tidak bisa tenang, kalian pergi saja!" tegur Madam Pomfrey tanpa mengalihkan perhatiannya pada anak-anak Regalia.

"Sudahlah, Poppy," ucap Regalia dengan lembut, "kita tahu, anak-anak muda sekarang justru akan semakin cepat merasa baikan jika ada teman di sekitar mereka. Aku baru saja melewati masa remajaku, jadi ingatanku tentang masa-masa itu masih sangat segar."

"Dan ingatanku tidak segar lagi, begitu?" Poppy mengerucutkan bibirnya.

"Bukan tidak segar, tetapi tidak relevan lagi. Akuilah dengan lapang dada, Poppy. Kau hidup di jaman yang berbeda dengan mereka," Regalia tersenyum.

"Ya, ya, terserah," gerutu Poppy. "Regalia, imunisasi mereka sudah selesai. Di mana anak-anak Severus yang lain? Mereka belum mendapat imunisasi ini juga."

"Oh, sebentar lagi pasti akan datang," jawab Regalia dengan senyum masam.

"Nah, Addeline," suara Percy memecah keheningan, "kau bilang kau membutuhkan ramuan merica meletup. Kurasa kau bisa memintanya sekarang, selagi Madam Pomfrey belum disibukkan dengan hal lain."

-EPL/RB-

The SnapesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang