7. Pembunuhan

531 174 44
                                    

Meninggalkan masalah bukanlah solusi, itu sama saja kamu menabung, semakin kamu tinggalkan, semakin banyak.

*
*
*

Happy Reading

***

"Sial telat lagi," umpat Arjuna menatap pagar Sekolah yang sudah terkunci rapat.

"Kalo manjat tembok belakang, gue udah ngga sanggup lagi Ya Tuhan." Ia mendudukan tubuhnya di tanah dengan nafas yang tak teratur.

Kejadian semalam membuat durasi tuk memanjakan matanya berkurang. Bagaimana tidak, mobil yang ia dan Alisa tumpangi mogok, dengan sangat terpaksa mereka menunggu hujan reda selama 5 jam.

Dan Pagi ini Motor kesayangannya juga mengikuti jejak sang mobil, MOGOK!

Apa daya Arjuna, ia harus berangkat dengan Sepedanya.

"Pa!" seru Arjuna pada Pa Satpam.

"Hmmmm," gumam pria itu sambil menyeruput secangkir kopinya.

"Pa Budi ini ngopinya merek apa?"

"Ngapain kamu nanya-nanya?" jawab Pa Budi yang tengah duduk santai di dalam gerbang.

"Gini Pa, di rumah saya banyak berbagai jenis kopi, mulai dari kopi luwak, kopi biawak, kopi komodo, kopi buaya pun saya ada Pa. Barangkali Pa Budi mau, saya bisa bawain." Ia mulai melancarkan aksinya, berusaha menyogok untuk bisa masuk!

"Penerus tikus-tikus DPR," sindir Pa Budi yang sudah menduga maksud Arjuna.

"Saya ini niatnya baik loh Pa, MEM BE RI."

"Ibaratnya saya itu hutang sama kamu, dan  mau ngga mau saya harus melunasi, kalo saya ambil tuh kopi kamu bakal minta saya buat buka ni gerbang kan?"

Arjuna diam tak berkutik, ia menghela napas dengan tangan yang menyangga pipinya. Ia sendiri sudah menduga, Pa Budi tak akan tergiur akan tawaranya.

Bahkan jika ada perlombaan Satpam terjujur di dunia sekalipun, Pa Budi lah pemenangnya!

"Ya udah Pa, saya mau terbang ke Mars dulu," ucap Arjuna yang mulai menggayuh sepedanya.

'Lihatlah anakmu itu, sekarang sudah menjadi pemuda yang gagah, andai saja kamu masih di dunia, hidup putramu akan lebih teratur, bahkan saya bisa melihat, di balik tawanya, jiwanya kosong, hatinya kesepian,' gumam Pa Budi melihat kepergian Arjuna.

"Oke tembok, kita ketemu lagi." Arjuna mendongak, menatap intens jalan pintas yang sudah tak asing lagi baginya.

"Ini gue kalo jatuh terus lupa ingatan, gue sumpahin Pa Budi ngejomblo seumur jagung," rutuknya yang sudah menaiki setengah tembok.

"Mba Yuni yang paling bohay, biasa!" teriak Arjuna setibanya di kantin.

Setelah ia berhasil menaiki tembok belakang sekolah, kantin lah tujuan utamanya, dan bakso adalah anaknya yang setiap hari harus ia jemput untuk memasuki perutnya.

"Loh yang lain pada masuk, ko kamu di sini toh Jun?" sapa Mba Yuni yang masih berkutat dengan pekerjaannya.

"Udah Mba Yuni jangan jadi Wartawan, ngga ngeliat nih saya mandi keringet,  Juna laper, mending Mba Yuni bikinin tuh Baksonya."

Wanita yang kurang lebih berkepala 3 itu mengalah. Ia perempuan, namun tak akan menang tuk mengalahkan mulut Arjuna yang sudah teracuni oleh teori-teori dari Santoso.

"Loh ko cepet Mba?" heran Arjuna ketika Baksonya lebih cepat datang dari pada biasanya.

"Tadi pagi Kenzio dateng ke sini nanyain kamu, dia ngira kamu ada di sini."

Winner Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang